Mohon tunggu...
Eki Tirtana Zamzani
Eki Tirtana Zamzani Mohon Tunggu... Guru - Pendidik yang mengisi waktu luang dengan menulis

Guru yang mengajar di kelas diperhatikan oleh 25-30 siswa, apabila ditambahi dengan aktivitas menulis maka akan lebih banyak yang memperhatikan tulisan-tulisannya. ekitirtanazamzani.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pentingnya Memberikan Kebebasan Jam Belajar kepada Anak

29 Juni 2017   22:54 Diperbarui: 30 Juni 2017   09:56 1398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Parents Efective

Anak-anak adalah mahluk yang suka bermain. Mereka berbeda dengan orang dewasa. Yang kehidupanya terlihat begitu serius karena banyak sekali yang harus dipikirkan dalam kehidupannya. Mulai dari pekerjaan, biaya kehidupan sehari-hari, dan permasalahan anak-anaknya.

Hal ini tentu berbeda dengan anak-anak yang masih duduk di kelas sekolah dasar. Masa-masa tersebut merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju ke massa remaja. Sehingga disini anak-anak tidak boleh memikirkan hal-hal yang terlalu berat. Karena tidak sesuai dengan perkembangan pada usianya.

Jangan biarkan keceriaanya hilang hanya karena ambisi orang tua untuk menjadikan anaknya selalu yang nomor satu di dalam kelas. Memang hak orang tua adalah untuk menyuruh anaknya belajar dengan rajin demi masa depan yang lebih baik. Namun orang tua juga wajib memperhatikan kebebasan anak untuk bisa bermain sambil belajar. Agar anaknya tidak penuh dengan tekanan dalam menghadapi kehidupan. Hal ini bisa menyebabkan anaknya stress dan sakit-sakitan.

Permasalahan di Keluarga Kami

Ada suatu permasalahan di keluarga kami. Permasalahan tersebut terjadi kepada keponakanku sendiri yang masih duduk dikelas VI SD. Anak tersebut biasanya mendapat peringkat pertama. Sementara semester ini peringkatnya menurun. Lalu orang tua menghubungkan prestasinya yang menurun karena anak tersebut sering keluar-masuk rumah sakit. Meskipun ucapan orang tua tersebut terlontar secara tidak disengaja. Sehingga menurut saya, hal ini tentu bisa menjadi tekanan batin tersendiri bagi keponakanku.

Memang dalam kesehariannya orang tua tersebut tidak memaksakan anaknya harus selalu menjadi yang nomor satu di kelasnya. Namun tradisi anak tersebut yang sering mendapatkan peringkat satu mulai dari kelas satu sampai kelas empat. Dan sekarang dia naik ke kelas enam, tapi peringkatnya menurun. Otomatis anak tersebut juga akan merasakan kesedihan karena tidak bisa mempertahankan peringkatnya.

Kemunginan anak itu tertekan dalam belajarnya. Sehingga hal ini bisa membuat kondisi badannya menurun dan sakit-sakitan. Dia mengalami kesetresan karena disuruh untuk belajar dalam waktu yang cukup lama. Menurut pendapat saya, waktu belajar bagi anak-anak itu tidak boleh terlalu lama. Karena kalau dipaksa untuk belajar terlalu lama itu biasanya akan menyebabkan pikiran anak kita menjadi stress. 

Hal ini bisa menimbulkan berbagai penyakit karena hati tidak senang. Anak-anak boleh belajar dikit demi sedikit yang terpenting belajarnya itu rutin dilaksanakan setiap hari. Sehingga lama-kelamaan ilmu yang didapatkan juga akan semakin banyak dan akan tersimpan didalam pikiran dengan tahan lama.

Dialog dengan Keponakanku tentang Cita-citanya

Keponakanku tersebut memang terlihat supel dan mudah sekali untuk diajak berkomunikasi. Dia jarang sekali pulang ke kampung halaman kakek-neneknya di Mojokerto. Biasannya pulang ke rumah neneknya setahun sekali ketika lebaran tiba. Seingatku dia pernah ketemu denganku ketika masih kecil mungkin waktu itu dia masih TK. Sekarang dia sudah naik ke kelas VI SD. Dengan kepolosannya dia menemuiku dan mengajak berbicara padaku. Ketika penulis sedang membuka laptop. Kejadiannya adalah kemarin malam waktu saya mengakses blog kompasiana.

"Om melihat apa? Berita ya?" dia bertanya kepadaku.
"Owh tidak dek." jawabku. "Om sekarang lagi membuka blog Kompasiana. Om Eki punya hobi membaca dan menulis di blog yang bisa diakses di internet. Kalau adik hobinya apa?"
"Aku belum punya hobi om". Jawabnya dengan polos. "Tapi di sekolahan aku suka menggambar om,"
"Aku pernah lho om ikut lomba desain gambar batik meskipun belum juara. Lha teman-temanku yang ikut lomba sudah mendesain gambarnya duluan di rumah jadi waktu itu mereka tinggal mewarnai saja. Sementara aku belum melakukan apa-apa om dengan gambaranku. Jadi akhirnya aku kalah om,"
"Ow begitu ya dek. Ayahnya adek pernah bilang kepada om. Katanya adek pernah ikut tes try out di bimbel dan berhasil mendapatkan peringkat tujuh besar ya?"
"Iya benar om tapi sayang sekali aku tidak bisa mendapatkan peringkat tiga besar. Hadiahnya lumayan lho om. Kalau dapat peringkat tiga besar aku bisa ikut les dibimbel tersebut secara gratis selama satu tahun," "Tapi kalau hanya mendapatkan peringkat tujuh besar. Memang sih bisa gratis, tapi hanya biaya pendaftarannya saja. Orang tuaku masih harus mengangsur untuk biaya bimbingan belajar pada setiap bulannya. Akhirnya ya tidak diperbolehkan sama orang tua. Akhirnya ya belajar sendiri saja sama mama om di rumah seperti biasanya,"
"Iya dek, Belajar sama ibu tidak apa-apa yang penting sungguh-sunguh". jawabku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun