Tiap kali melihat hujan. Rasaku seperti bahagia, terkadang juga cemas karena saat hujan aku mencoba (sedang mencoba menata hati) setelah aku mengungkap sebuah rasa yang pahit seperti cinta agung kahlil gibran. Aku melihat di sudut paling sudut saat kau bhagia dngan someone.. Aku selalu tau jika dia memang milikmu sejak awal. Aku selalu tak berkata dan aku selalu terdiam meski setiap itu pula aku selalu memandangmu sesering mungkin saat kau di dekatq. Atau mencoba bermimpi tntang dirimu, memelukmu dalam kenangan inspirasi, dan bertengkar karena kau begitu jahat dalam kalbu. Aku tak bisa berkata heboh seperti mereka tapi aku selalu tulus memandangmu, menulismu, dan mendoa. Aku cemas karena saat hujan sangat deras aku telah mempertaruhkan harga untuk rasa.. Hanya untuk berkata "selamat dan selamat ulang tahun" untuk hal yang bukan semestinya. Aku memberikan semua lembar2 yg kusampul tanpa beribu ucap karena meski itu aku terlihat bodoh aku puas karena aku telah berkata smua hal yang aku rasa. Tiap memandang hujan di balkon, mengetuk-ngetuk jendela aku selalu tau aku punya bnyak hal untuk kusimpan sendiri. Karena kurasa aku memang penyendiri dngan semua dunianya. Hujan selalu membuatku hujan karena hujan adlah kenangan, cita, mimpi dan cerita tentang someone. Jangan kau salah sangka.. Aku hanya ingin berkata apa adanya, bukan aku tak tau diri siapakah kamu tapi hanya ingin membuktikan pada diri dan kenyataan bahwa aku akan menyembuhkan diri, mencoba lembar baru lainnya dan bilang bahwa aku bukan penakut. Meski saat itu rasaku rancu tapi itu satu2nya cara menterapi diri, soal kau yang tau.. Biar biarlah apa adanya.. Dan teruslah menjalani rutinitas hidup tentang seperti biasanya kau lakukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H