Mohon tunggu...
Elin Pratiwi
Elin Pratiwi Mohon Tunggu... -

Mahasiswi Sastra jerman di Universitas Negeri Surabaya, penggiat sastra, Indonesia is not islamic country.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

“Analisis “Der Brief” Karya Otto Flake Menggunakan Pendekatan Sosiologi Sastra”oleh Elin Pratiwi

22 Mei 2012   12:43 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:58 3507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

I.Pendahuluan

Kejadian atau peristiwa kehidupan dalam masyarakat dapat direkam oleh pengarang melalui daya kreasi dan imajinasi. Kejadian tersebut dijadikan karya sastra yang menarik dan bermanfaat. Karya sastra digunakan pengarang untuk mengajak pembaca ikut melihat, merasakan, menghayati makna pengalaman hidup yang pernah dirasakannya. Hal ini menunjukkan bahwa karya sastra bisa menjadi gambaran masyarakat di sekitar pengarang, sekaligus tanda yang menunjukkan situasi dan kondisi lingkungan pengarang. Sebuah karya sastra lahir dari situasi yang terjadi di sekitar pengarang.

Der Brief adalah sebuah karya sastra “cerita pendek” yang di publikasikan pada tahun 1966 dan berlatar tahun 1930 an. Der Brief mengangkat sebuah cerita fiksi yang berbeda, cerita tragis yang menggambarkan suatu hubungan pernikahan yang terpisah karena suatu kecerobohan yg digambarkan dengan “surat” yang tak terkirimkan. Lebih dari itu, Cerita ini syarat akan makna, selain mengangkat suatu fenomena social tentang pernikahan namun juga menyiratkan keadaan social serta tradisi pada latar zaman itu. Der Brief merupakan sebuah pembuktian akan fenomena yang tersembunyi yang mengandung sebuah arti bahwa komunikasi itu sangat penting dan kekuatan informasi itu luar biasa. Dengan informasi dunia dapat berubah, baik atau buruk, informasi menentukan setiap kejadian yang ada.

Sastra sering memiliki kaitan dengan institusi sosial tertentu. Sastra mempunyai fungsi sosial atau manfaat yang tidak sepenuhnya bersifat pribadi. Jadi, permasalahan studi sastra menyiratkan atau merupakan masalah sosial misalnya: tradisi, konvensi, norma, jenis sastra (genre), simbol dan mitos (Wellek dan Warren 1995:109) Karya sastra dapat menggambarkan atau merefleksikan situasi sosial dalam masyarakat.

Hal itu menentukan kemungkinan dinyatakannya nilai-nilai estetis, tetapi tidak secara langsung menentukan nilai-nilai itu sendiri. Secara garis besar, bentuk-bentuk seni apa yang mungkin timbul pada suatu masyarakat, dan mana yang tidak mungkin muncul (Wellek dan Warren 1995:127).

Naluri sastra dan kebebasan bentuk penceritaan tidak memperoleh jalan kebebasan (Wahid 2001:34). Salah satu bentuk karya sastra adalah cerita pendek atau lebih dikenal dengan cerpen. Cerita pendek (cerpen) dalam kesusastraan merupakan rangkaian peristiwa yang menggambarkan kehidupan seseorang pada saat tertentu.

Cerita pendek (cerpen) merupakan karya sastra fiktif. Menurut Nurgiyantoro (1995:3) fiksi menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan dan sesama. Karya sastra menggambarkan pula sikap hidup pengarang dan gejala-gejala sosial yang terjadi di sekitar mereka. Keterkaitan antara karya sastra dengan keadaan masyarakat atau lingkungan terjadi karena karya sastra merupakan hasil dialog antara pengarang dengan lingkungannya. Hal tersebut menyebabkan karya sastra yang dihasilkan pengarang akan diwarnai oleh budaya masyarakat tempat karya sastra dilahirkan. Cerpen dapat mengambil sesuatu dalam masyarakat yang berwujud ide atau tema yang sedang berkembang dalam kehidupan kemasyarakatan. Ide atau tema yang ada dalam sebuah cerpen sangat beragam.

II.Rumusan Masalah

1.Menganalisis karya Der Brief dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra.

2.Menganalisis karya der Brief dengan menggunakan teori semiotik.

3.Interpretasi Karya Sastra.

III.Kajian Teoritis

Sebuah karya sastra dapat dikaji dengan menghubungkannya dengan sosiologi. Meskipun antara sastra dengan sosiologi adalah dua bidang ilmu yang berbeda tetapi mampu menjadi bidang ilmu baru yaitu sosiologi sastra. Sosiologi sastra berarti mengkaji karya sastra dengan cara menghubungkannya dengan aspek-aspek sosial yang ada dalam kehidupan masyarakat. Istilah itu pada dasarnya tidak berbeda pengertiannya dengan sosio sastra, pendekatan sosiologis, atau pendekatan sosio kultural terhadap sastra (Damono 1978: 2). Selain itu menurut Damono (1978:6) sosiologi sastra adalah telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat; telaah tentang lembaga dan proses sosial, sementara Swingewood (dalam Faruk 1994:1) mendefinisikan sosiologi sebagai studi mengenai lembaga dan proses-proses social.

sebagaimana sosiologi, sastra juga berhubungan dengan masyarakat dalam menciptakan karya sastra tentunya tak lepas dari pengaruh budaya tempat karya sastra dilahirkan. Ian Watt (1964: 300-313) dalam Damono (1978:3-4) mengklasifikasi tentang hubungan timbal balik antara sastrawan, sastra dan masyarakat, yang secara keseluruhan merupakan bagan berikut:

a. Konteks sosial pengarang. Konteks sosial pengarang ada hubungan dengan posisi sosial sastrawan dalam masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca. Dalam pokok ini termasuk juga faktor-faktor sosial yang bisa mempengaruhi pengarang sebagai perseorangan di samping mempengaruhi isi karya sastra.Pendekatan ini meliputi: bagaimana mata pencaharian pengarang, sampai di mana pengarang menganggap pekerjaannya sebagai suatu profesi dan masyarakat yang menjadi tujuan pengarang.

b. Sastra sebagai cermin masyarakat; sampai sejauh mana sastra dapat dianggap sebagai cermin keadaan masyarakat. Pandangan sosial pengarang harus diperhitungkan apabila menilai karya sastra sebagai cermin masyarakat. Hal pokok yang perlu mendapat perhatian adalah, 1) sejauh mana sastra mencerminkan masyarakat pada saat karya sastra itu di buat, 2) sejauh mana pengaruh sifat pengarang dalam mengagambarkan keadaan masyarakat, 3) sejauh mana genre sastra yang dipakai pengarang yang bisa dianggap mewakili seluruh masyarakat.

c. Fungsi sosial sastra. Meneliti sejauh mana nilai sastra berkaitan dengan nilai sosial dan sejauh mana nilai sastra dipengaruhi nilai sosial. Tiga hal yang menjadi perhatian, 1) sejauh mana sastra dapat berfungsi untuk merombak masyarakat, 2) sejauh mana sastra hanya sebagai hiburan, 3) sejauh mana terjadi sintesis antara kemungkinan 1dan 2 di otak (Faruk 1994:4-5). Sastra dan sosiologi merupakan dua bidang yang berbeda tetapi keduanya saling melengkapi. Menurut Wellek dan Warren jika sastra dianggap sebagai cermin keadaan masyarakat masih sangat kabur meski sastra tidak sepenuhnya dapat dikatakan mencerminkan masyarakat pada waktu ia ditulis ( Wellek dan Warren dalam Damono 1978:3).

Selain itu mereka juga membuat klasifikasi sebagai berikut: pertama sosial pengarang yang memasalahkan status sosial, ideologi sosial, agama yang menyangkut pengarang sebagai penghasil sastra. Kedua, sosial sastra yang memasalahkan karya sastra itu sendiri, yang menjadipokok penelaahan yaitu tujuan dan apa yang tersirat dalam karya sastra. Ketiga, sosial sastra yang memasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya sastra.

Sosiologi sastra dianggap sebagai pendekatan ekstrinsik dengan pengertian agak negatif (Damono 1978:3). Menurut (Wellek dan Warren 1995:111) mengemukakan hubungan sastra yang erat kaitannnya dengan masyarakat. Sastra adalah ungkapan perasaan masyarakat. Sastra mencerminkan dan mengekspresikan kehidupan pengarang, sastra tak bisa tidak mengekspresikan pengalaman dan pandangan tentang hidup. Tetapi tidak benar bila dikatakan bahwa pengarang secara konkret dan menyeluruh mengekspresikan perasaannya. Dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dan segala masalah perekonomian, keagamaan, politik, yang semuanya itu merupakan struktur sosial merupakan gambaran tentang cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungan tentang mekanisme sosialisasi proses pembudayaan yang menempatkan anggota ditempatnya masing-masing.

Sosiologi adalah suatu telaah sosial terhadap sastra. Sosiologi dapat diartikan sebagai pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan (Wellek dan Warren 1995 :109). Sosiologi mempermasalahkan sesuatu di sekitar sastra dan masyarakat yang bersifat eksternal mengenai hubungan sastra dan situasi sosial tertentu, sistem ekonomi, sosial, adat istiadat, politik (Wellek dan Warren 1995 :110).

Dalam pendekatan sosiologi ini adalah meskipun pengarang melukiskan kondisi sosial yang berada di lingkungannya, belum tentu menyuarakan kemauan  masyarakat.

Pendekatan sosial memiliki segi-segi manfaat, berguna apabila kritikus sendiri tak melukiskan segi-segi intrinsik yang membangun sastra, di samping memperhatikan sosiologi sastra menyadari bahwa karya sastra itu diciptakan oleh suatu kreatifitas dengan memanfaatkan faktor imaji (Wellek dan Warren 1995 : 110). Pendekatan sosiologi umum dilakukan terhadap hubungan sosial sastra dan masyarakat sebagai dokumen sosial, sebagai potret kenyataan (Wellek dan Warren 1995 :110).

Berdasarkan klasifikasi di atas dapat diperoleh gambaran bahwa sosiologi sastra merupakan pendekatan terhadap sastra dengan mempertimbangkan segi-segi, kemasyarakatan mempunyai cakupan luas, beragam, rumit yang menyangkut pengarang, teks sastra, pembaca. Hubungan nyata antara sastra dan masyarakat yang bersifat deskriptif dapat diklasifikasikan menjadi tiga: sosial sastra pengarang yang memasalahkan sastra itu sendiri sebagai bidang penelaahan. Sosial sastra yang memasalahkan pembaca dan dampak sosial karya sastra. Menurut Wellek dan Warren dalam Damono (1978:3) pendekatan sosiologi sastra diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Sosial pengarang yang memasalahkan status sosial, ideologi sosial, yang menyangkut pengarang sebagai penghasil sastra.

2. Sosial sastra yang memasalahkan karya sastra yang menjadi pokok telaah adalah apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya.

3. Sosial sastra yang memasalahkan pembaca dan pengaruh sosial sastra.

Menurut Grebstein, karya sastra tidak dapat dipahami secara selengkap-lengkapnya apabila dipisahkan dari lingkungan atau kebudayaan atau peradaban yang telah menghasilkannya.

Ia harus dipelajari dalam konteks yang seluas-luasnya, dan tidak hanya dirinya sendiri, karena setiap karya sastra adalah hasil dari pengaruh timbal balik yang rumit dari fakta-fakta sosial yang kultural yang rumit.

Untuk memahami karya sastra secara lengkap, Grebstein ( Damono 1978:4) menyatakan bahwa karya sastra tidak dapat dipahami selengkaplengkapnya apabila dipisahkan dari lingkungan, kebudayaan atau peradaban yang telah menghasilkannya. Grebstein dalam Damono (1978:4) sebagaimana sosiologi sastra berusaha dengan manusia dalam masyarakat dalam usaha manusia menyesuaikan diri dan usahanya untuk mengubah masyarakat itu. Dalam hal ini sesungguhnya sosiologi dan sastra berbagi hal yang sama. (Damono 1978:8). Maka karya sastra perlu dipelajari dalam konteks yang seluas-luasnya. Karya sastra itu sendiri merupakan objek kultural yang rumit atau kompleks dan bagaimanapun, karya sastra bukan suatu gejala yang tersendiri. Menurut Damono (1978:8) perbedaan yang ada antara sosiologi dan sastra adalah sosiologi melakukan analisis ilmiah yang objektif, sedangkan karya sastra menyusup menembus permukaan kehidupan sosial dan menunjukkan cara-cara manusia menghayati masyarakat dengan perasaannya. Sosiologi bersifat kognitif, sedang sastra bersifat afektif.

Persamaan objek yang digarap menyebabkan ahli yang meramalkan bahwa pada akhirnya nanti sosiologi akan dapat menggantikan kedudukan karya sastra (novel atau cerpen). Namun, ada satu hal yang perlu diingat dan merupakan sesuatu yang jelas dari sastra yaitu punya satu kekhasan atau keunikan yang tidak dimiliki oleh sosiologi. Oleh sebab itu, keduanya tampak memiliki kemungkinan yang sama untuk berkembang, saling bekerja sama dan melengkapi.

Meskipun sosiologi dinilai tidak akan mampu menjelaskan aspek-aspek unik yang terdapat dalam karya sastra, namun sosiologi dapat memberikan penjelasan yang bermanfaat tentang sastra, dan bahkan dapat dikatakan bahwa tanpa sosiologi pemahaman tentang sastra maupun telaah sosial memerlukan metode dan orientasi yang berbeda-beda (Damono 1978:8).

Sejak beberapa abad yang lalu beberapa ahli sosiologi telah mencoba menyinggung sastra, namun pada hakikatnya mereka masih menganggap sastra sekadar sebagai bahan untuk menyelidiki struktur sosial. Perkembangan sosiologi sangat pesat meliputi sosiologi agama, sosial, pendidikan, sosial, politik, dan sosiologi, ideologi. Sosiologi sastra ternyata muncul sangat terlambat. Sampai saat ini harus diakui bahwa sosiologi sastra belum sepenuhnya merupakan suatu himpunan pengetahuan yang mapan, barang kali kesulitannya terletak pada kenyataan bahwa yang dihadapi sosiologi sastra adalah unikum yang bisa didekati dengan cara yang subjektif (Damono 1978:8).

Masalah pokok sosiologi sastra adalah karya sastra itu sendiri, sebagai aktifitas kreatif dengan ciri yang berbeda-beda.( Ratna 2003:8). Sebuah dunia miniatur, karya sastra berfungsi untuk menginventarisasikan sejumlah besar kejadian-kejadian yang telah dikerangkakan dalam pola-pola kreatifitas dan imaji. Pada dasarnya, seluruh kejadian dalam karya sastra bahkan juga karya-karya yang 26 termasuk ke dalam genre yang paling absurdpun merupakan prototipe. Kejadian yang pernah dan mungkin terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan ciri kreativitas dan imajinasinya, sastra memiliki kemungkinan yang paling luas dalam mengalihkan keragaman kejadian alam semesta ke dalam totalitas naratif semantis, dan kualitas kehidupan sehari-hari ke dalam kualitas dunia fiksional.

Karya sastra memiliki tujuan akhir yang sama, yaitu sebagai motivator ke arah aksi sosial yang lebih bermakna, sebagai pencari nilai-nilai kebenaran yang dapat mengangkat dan memperbaiki situasi dan kondisi alam semesta (Ratna 2003:35- 36). Tujuan sosiologi sastra adalah meningkatkan pemahaman terhadap sastra dalam kaitannya dengan masyarakat, menjelaskan bahwa rekaan tidak berlawanan dengan kenyataan. Karya sastra jelas dikonstruksikan secara imajinatif, tetapi kerangka imajinatifnya tak bisa dipahami diluar kerangka empirisnya. Karya sastra bukan semata-mata gejala individual, tetapi juga gejala sosial. Analisis sosiologis memberikan perhatian yang besar terhadap fungsi-fungsi sastra, karya sastra sebagai produk masyarakat tertentu. Konsekuensinya, sebagai timbal balik karya sastra mesti memberikan masukan, manfaat terhadap struktur sosial yang menghasilkan nya (Ratna 2003:11).

Nampaknya teori sosiologi sastra tidak semata-mata digunakan untuk menjelaskan kenyataan sosial yang dipindahkan atau disalin pengarang ke dalam sebuah karya sastra. Teori ini pada perjalanannya juga digubahkan untuk menganalisis hubungan wilayah budaya pengarang dengan karyanya, hubungan karya sastra dengan suatu kelompok sosial, hubungan antara gejala sosial yang 27 timbul di sekitar pengarang dengan karyanya. Oleh karena itu teori-teori sosiologi yang digunakan untuk menganalisis sebuah cipta sastra tidak dapat mengabaikan eksistensi pengarang, dunia dan pengalaman batinnya, serta budaya tempat karya itu dilahirkan. Jadi sosiologi sastra adalah telaah yang meghubungkan sastra dengan sosiologi. Karya sastra sebagai gambaran masyarakat, meskipun tidak sepenuhnya seperti saat karya sastra itu dibuat. Latar belakang pengarang tidak bisa lepas dalam penciptaan sebuah karya sastra.

Pengaruh timbal balik antara pengarang, karya sastra, masyarakat (pembaca) tidak dapat dipisahkan dari kajian sosiologi sastra. Karya sastra juga tidak dapat lepas dari lingkungan, peradaban, budaya saat karya itu diciptakan. Dalam penelitian ini menggunakan teorei sosiologi sastra Wellek dan Warren yaitu sastra sebagai dokumen dan potret kenyataan atau ekspresi kehidupan, pengalaman, ideologi pengarang tergambar dalam karyanya.



IV.Pembahasan Masalah

“Der Brief”

judul dari cerita pendek ini merupakan sebuah symbol yang menunjukkan alat komunikasi pada tahun 1930 an. Ini membuktikan bahwa komunikasi dengan jarak yang cukup jauh telah dilakukan dan terdapat medianya. Ini juga menunjukkan suatu kondisi social bahwa pada tahun tsb hubungan antar manusia sudah dilakukan dengan jarak yang tidak hanya dekat dan kebutuhan akan informasi itu menjadi penting. Dan judul tersebut bisa mengungkap sejarah pada masa lalu.

Ini sesuai dengan teori sosiologi sastra , menurut Damono (1978:6) sosiologi sastra adalah telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat; telaah tentang lembaga dan proses sosial, sementara Swingewood (dalam Faruk 1994:1) mendefinisikan sosiologi sebagai studi mengenai lembaga dan proses-proses social. Dan berdasarkan pada penelitian Thomas Warton (penyusun sejarah puisi Inggris yang pertama) bahwa sastra mempunyai kemampuan merekam ciri-ciri zamannya. Bagi Warton dan para pengikutnya sastra adalah gudang adat-istiadat, buku sumber sejarah peradaban.

“Das Dach ϋber der Mansaerde lieβ Wasser durch. Die Mansarde war die Abstellkammer; im lauf der Jahre hatte man alles, was im Wege stand, in ihr untergebracht.” (Zeile 1-2)

Kalimat tersebut menunjukkan tradisi atau budaya kontruksi rumah. Ini menjukkan bahwa kontruksi rumah bisa menunjukkan setting lokasi, status social maupun kebiasaan dari masyarakat yang digambarkan lewat tokoh. Dengan adanya gudang di loteng rumah, ini menunjukkan rumah tersebut bergaya Eropa. merupakan kebiasaan masyarakat eropa untuk menjadikan loteng rumah sebagai gudang. Ini juga menunjukkan kebiasaan masyarakat waktu itu, bahwa mereka telah memiliki tempat penyimpanan barang-barang lama di tempat khusus.

Sastra bukan hanya mencerminkan masalah social tetapi juga budaya serta kebiasaan dari masyarakat sebagai mana dibuktikan dengan kajian sosiologi sastra.Ian Watt (dalam Damono, 1978:3-4) mengemukakan tiga macam klasifikasi masalah sosiologi sastra, yaitu konteks sosial pengarang, sastra sebagai cermin masyarakat, dan fungsi sosial sastra.

“Die Haushälterin”

Kata ini juga merupakan symbol yang menyiratkan banyak makna. Jika dianalisis penulis ingin menunjukkan beberapa kemungkinan 1. strata social dari tokoh, orang yang memiliki pembantu rumah tangga bisa digolongkan orang dari strata menengah keatas, yang banyak membutuhkan jasa pembantu untuk mengurus rumah dll. 2. Menunjukkan umur yang telah lanjut. Tidak semua orang dari strata menengah keatas memiliki pembantu rumah tangga,khususnya orang-orang yg masih muda. Mereka lebih sering mengerjakan pekerjaan rumah sendiri, namun ketika umur bertambah tua mereka cenderung membutuhkan jasa dari pembantu rumah tangga. Dan kemungkinan-kemungkinan tersebut tidak bisa dipisahkan dengan status social pengarang atau dilingkungan pengarang itu sendiri.

Selain sastra sebagai media gambaran social, sastra juga digunakan untuk melihat struktur kelas dari pada masyarakat. didukung dengan teori strukturalisme genetik kelas oleh Goldmann yang dimaksudkan adalah kelas sosial pengarang karena karya sastra sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pengarang itu sendiri. Dalam hubungan inilah, sesuai dengan pandangan Marxis, karya disebut sebagai wakil kelas sebab karya sastra dimanfaatkan untuk menyampaikan aspirasi kelompoknya.

“Es waren “Bankauszϋge aus den dreiβiger Jahren, Steurerklärungen und Steurebescheide aus derselben Zeit. Ein Bϋndel bestand aus den Lieferungsscheinen der Firmen,die seine Wohnung eingerichtet hatten;ein anderes aus Postscheckabschnitten. Die Vergangenheit,unter dem Gesichtpunkt von Zhlungen, breitete sich da aus”.(zeile 15-19)

Dari penggalan kalimat diatas diperoleh sebuah gambaran bahwa sang toko dulunya adalah seorang pekerja, dan memiliki status social yang cukup tinggi. Ini dibuktikan dengan berkas-berkas penting yang ditunjukkan diatas. Diperkuat lagi dengan kalimat berikutnya

“das alles war nur noch Makulatur,die Lebensversicherungspremien,die Krankessenraten,die Nachnahmen fϋr den Hӧnig von 1933 und den Kaffe aus Hamburg,die Hotelbelege von ehedem…”(zeile 20-23)

pada kalimat diatas memperkuat analisis sebelumnya, bahwa kalimat tersebut diciptakan penulis untuk menunjukkan suatu strata social, kondisi dari masyarakat yang terrefleksi melalui tokoh (Herr Millner). Dengan kata lain, orang yang tak memiliki status social tinggi atau menengah tidak akan memiliki berkas-berkas penting, seperti slip pembayaran pajak, bukti chek in di hotel,dll.

Selain itu juga pada kalimat ini kita disuguhkan secara jelas latar tempat dari cerita. Cerita der Brief ini berlatar di Negara Jerman bagian barat, dibuktikan dengan “die Krankessenraten” yang merupakan program asuransi kesehatan di jerman bagian barat. Selain itu kata “die Krankessen” menunjukkan sejarah bahwa Negara jerman pernah terbagi menjadi 2 yakni barat dan timur.

Jika di analisis menggunakan pendekatan sosiologi sastra, maka penggalan kalimat tersebut dapat mewakili bahwa sastra diadopsi dari ide-ide yang muncul dari kebiasaan,kebenaran yang tak bisa dipisahkan dari lingkungan yang mencerminkan kehidupan soial dari masyarakat waktu itu. Dari kalimat diatas sastra juga digunakan sebagai media untuk menguak sejarah. Sebagaimana pendapat Sastra mempunyai fungsi sosial atau manfaat yang tidak sepenuhnya bersifat pribadi. Jadi, permasalahan studi sastra menyiratkan atau merupakan masalah sosial misalnya: tradisi, konvensi, norma, jenis sastra (genre), simbol dan mitos (Wellek dan Warren 1995:109) Karya sastra dapat menggambarkan atau merefleksikan situasi sosial dalam masyarakat. Dan Grebstein ( Damono 1978:4) menyatakan bahwa karya sastra tidak dapat dipahami selengkaplengkapnya apabila dipisahkan dari lingkungan, kebudayaan atau peradaban yang telah menghasilkannya

“… und die Schneiderrechnungen seiner Frau,die ihn verlassen hatte und veschollen war”

Kalimat inilah yang menunjukkan bahwa kisah ini bercerita tentang situasi hubungan rumah tangga, yang merupakan nyawa dari cerita ini. Penulis ingin menguak fenomena hubungan pernikahan yang terpisah dengan segala alasan yg memisahkan hubungan itu, yang jarang diangkat menjadi kisah sastra. Jika dianalisis dengan kajian sosiologi sastra “ permasalahan studi sastra menyiratkan atau merupakan masalah sosial misalnya: tradisi, konvensi, norma, jenis sastra (genre), simbol dan mitos (Wellek dan Warren 1995:109) Karya sastra dapat menggambarkan atau merefleksikan situasi sosial dalam masyarakat. Dan kalimat diatas menunjukkan suatu fenomena social. Dan Goldmann (1980)mengatakan, bahwa sastrawan menganalisis “data” kehidupan sosial, memahaminya dan mencoba menentukan tanda yang esensial untuk dipindahkan ke dalam karya sastra.

“… er trug ihn in den Garten hinaus. Unter der Tanne

Kaimat ini bisa menunjukkan status social seseorang atau bahkan budaya bangunan di Negara Jerman. setiap rumah biasanya memiliki taman kecil yang berisi bunga dan tanaman-tanaman simple,ini menunjukkan selain mencintai keindahan, orang-orang eropa sudah melek masalah penghijauan. Kalimat ini juga bisa menyiratkan sebuah arti tentang agama. Pohon pinus atau cemara adalah pohon yang idetik dengan agama Kristen .pohon ini digunakan ketika merayakan natal dll. Warga eropa khusunya jerman sering menggunakan pohon cemara asli ketika natal dan ini mengkin menjadi penyebab mengapa pohon tersebut ada di dalam alur cerita. Penulis jeli memasukkan seluruh aspek dalam cerita pendek ini, dengan satu symbol benda maka pembaca bisa merepresentasikannya dengan banyak arti. Sesuai dengan pendapat Abram (A glossary of Literatur term )” Masyarakat dapat mendekati karya sastra dari dua arah. Pertama, sebagai sesuatu kekuatan atau faktor material, istimewa, dan kedua, sebagai tradisi yakni kecenderungan spiritual kultural yang bersifat kolektif. Dengan demikian bentuk dan isi karya sastra dapat mencerminkan perkembangan sosiologi, atau menunjukkan perubahan-perubahan yang halus dalam watak cultural” dan Goldmann (1980)mengatakan, bahwa sastrawan menganalisis “data” kehidupan sosial, memahaminya dan mencoba menentukan tanda yang esensial untuk dipindahkan ke dalam karya sastra.

Mit einem Ast lockerte er,und sein Blick fiel auf etwas, das ein Brief zu sein schein. Verwundert sah er die ungestempelte Marke,bückte sich und starrte auf die Anschrift.Sie stammte von seiner Hand und lautete: Frau Lisbet Millner,zur Zeit Partenkirchen ,postlangernd.”

Dari kalimat diatas penulis menggambarkan waktu itu, surat adalah media untuk betukar informasi dan kantor post menjadi tempat yang penting dalam kehidupan manusia. Dan dari sinilah masalah-masalah kehidupan muncul. Surat adalah media untuk menyampaikan informasi yang mampu merubah dan menetapkan setiap detik kejadian.

Was war das? Er hatte damals, es musste 1935 gewesen sein,Lis unter dieser Adresse geschrieben und keine Antwort erhalten.Und dieser Brief hier,der offenbar nicht abgeschickt worden war,wie ordnete er sich ein,was hatte es mit ihm auf sich? Er ging ins Zimmer zurückt,setzte sich an den Schreibtisch und schnitt den Brief auf.Da stand das Datum,von vor zwanzig Jahren.Erster Juli 1935,und da stand,dass er,von ihrem Brief aus Partenkirchen erschüttert,nach reichlicher Ueberlegung bereit sei,sie wieder aufzunehmen,zu vergessen und einen Abschnitt mit ihr zu beginnen unter der Bedingung,dass sie vorerst nur als zwei Hausgenossen miteinander verkehrten

Lalu

Kein Zweifel,das hier war der Brief – nicht eine Abschrift,sondern der Text selbst,den eine Kopie steckt man nicht in einen Umschlag mit Freimarke,und wenn auch nach zwanzig Jahren auf das Gedӓchtnis kein voller Verlaβ sein möchte,das eine wusste er;in jenem Jahr hatte Lisbet ihn im Januar verlassen,im Juni den Versuch zur Versöhnung gemacht und er einen einzeigen Brief an sie geschrieben,eben diesen”

Lalu

Und nun stelle sich heraus,dass der Brief nicht an sie abgegangen war,er aber geglaubt hatte,es sei geschehen.Irrtümmer dieser Art ereigneten sicht leicht.Man trug mehrere Briefe zur Post und merkte nicht,dass einer fehlte,der unter die Papiere geraten war.Er errinerte sich an den Juli 1935 gut.Ein heisser Monat,die Unruhe trieb ihn in den Wald.Warum schreib sie nicht,obwohl er sich gegen seine Ueberzeugung überwunden hatte.Dann die Ueberlegung : Sie glaubt wie du nicht recht daran,daβ eine zerbrochene Ehe geflickt warden kann,oder sie hat sich mit ihrem Geliebten ausgesöhnt.Die Zeit verfloβ,der Krieg kam,drei Jahre nach seinem Ende beantragte er die Todeserklӓrung , sie ging durch”

dua paragraph diatas menunjukkan bahwa sebuah surat yang berisi informasi mampu merubah kehidupan dua insan dalam sebuah hubungan. Informasi dijadikan center point oleh penulis, kekuatannya disuguhkan dengan bagus dengan mengaitkan cerita perpisahan dalam suatu hubungan. cerita perpisahan ini mempu mendramatisir akan kekuatan informasi itu sendiri, bahwa sedikit terlambat atau salah dalam penyampaian akan merubah setiap detik kejadian yang akan datang, merubah jalan kehidupan dan pandangan manusia. Ini menunjukkan bahwa sastra tidak melulu bercerita akan kondisi social zaman dahulu ataupun strata kelas. Namun sastra juga turut memberi andil untuk kepentingan pada zaman sekarang atau dimasa depan dengan. Sesuai dengan teori dar Rene Wellek dan dan Austin Warren membagi telaah sosiologis menjadi tiga klasifikasi. Pertama, sosiologi pengarang, yakni yang mempermasalahkan tentang status sosial, ideologi politik, dan lain-lain yang menyangkut diri pengarang. Kedua, sosiologi karya sastra, yakni mempermasalahkan tentang suatu karya sastra. Yang menjadi pokok telaah adalah tentang apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan apa tujuan atau amanat yang hendak disampaikannya. Ketiga, sosiologi sastra yang mempermasalahkan tentang pembaca dan pengaruh sosialnya terhadap masyarakat.



Er kehrte in den Garten zurück,um nach dem Feuer zu sehen.Die Asche glühte noch.Er zögerte, dann legte er den Brief darauf. Die Marke krümmte sich, der Umschlag verkohlte,die Worte Lisbet Millner und Partenkirchen traten ein letztes Mal bevor”

“Der Ast zerstreute die Reste.Oeffnet man ein Grab nach zwanzig Jahren, so enthӓlt es nur noch Moder.Ihn fröstelte trotz des Sommers.Er ging ins Haus zurück”

kalimat diatas menunjukkan sebuah penyesalan dan ketidakberdayaan, bagaimana sebuah surat yang berisi informasi bisa merubah seluh kehidupan manusia. Informasi memilki masa dan guna, setiap informasi menjadi sangat penting dan menentukan setitik takdir dimasa depan. Sedikit saja salah mengirim atau menerima informasi masalahnya akan berubah menjadi lebih sulit.



V.Kesimpulan

Damono (2003:1) mengungkapkan bahwa sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antar masyarakat, antar masyarakat dengan orang-seorang, antarmanusia, danantarperistiwa yang terjadidalam batin seseorang. Bagaimanapun juga, peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang yang sering menjadi bahan sastra, adalah pantulan hubungan seseorang dengan orang lain atau dengan masyarakat dan menumbuhkan sikap sosial tertentu atau bahkan untuk mencetuskan peristiwa sosial tertentu.

Pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan itu disebut sosiologi sastra dengan menggunakan analisis teks untuk mengetahui strukturnya, untuk kemudian dipergunakan memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang di luar sastra (Damono, 2003:3).

Seperti halnya yang diungkap oleh Damono bahwa sosiologi sasstra adalah menguak segala gejala social melalui analisis teks. Kajian sosiologi sastra inilah yang kemudian membantu para kritikus menganalisis dan mampu menguak apa saja yg terdapat dalam suatu bacaan.

Der Brief adalah suatu cerita menarik menggabungkan dua hal yang memiliki timbale balik, yakni suatu hubungan antar manusia dan kekuatan informasi. cerpen ini sederhana namun sangat menjebak. Jika tidak berhati-hati dalam menganalisanya mungkin kisah yang ditangkap adalah retaknya hubungan pernikahan, namun jika dicermati lagi cerpen ini membawa fenomena dan masalah social yang lebih besar yakni pentingnya informasi dan seberaapa kuatnya daya informasi mengubah dunia.Saya bisa katakana pengararang sangat jeli dalam menghubungkan masalah kemudian meringkasnya kedalam satu karya sederhana namun berlimpah makna. Pegarang menghubungkan masalah social pernikahan yang terpisahkan. Pengarang menjadikan masalah social pernikahan ini sebagai objek yang membawa pesan sebenarnya. Diungkapkan bahwa “jika surat itu terkirimkan pada istrinya maka dia (pak Millner) tidak akan berpisah dengan (Frau Millner)”, pengarang menyiratkan suatu arti dari kata “surat” dan “perpisahan”. Bagaimana pengarang ingin menujukkan pentingnya media surat tersebut dalam mengubah kehidupan seseorang dimasa depan dan dianalogikan dengan “perpisahan” yang notabennya suatu hal yang buruk dan paling vatal dalam suatu hubungan manusia. Dengan ini maka pengarang secara sadar mengirimkan makna melalui teks der Brief ini, bahwa informasi adalah raja, yang mampu menentukan setiap detik jalan kehidupan dan menentukan nasib baik atau buru dalam kehidupan. Informasi memiliki makna dan guna dan akan vatal hasilnya jika informasi itu dikirimkan atau diterima secara salah.

Cerpen ini tidak hanya syarat akan amanat namun juga mampu menguak sisi sejarah di dalam setting latar serta situasi social pada saat itu

Inilah fungsi sastra yang tidak hanya mencerminkah kehidupan social ataupun untuk menguak sejarah dimasa lalu namun juga sebagai fungsi penyampaian ide dan amanat di masa sekarang dan akan datang.



VI.Daftar pustaka

http://sebuahcatatansastra.blogspot.com/2009/02/sosiologi-sastra.html

http://de.wikipedia.org/wiki/Otto_Flake

http://galuhkirana2.blogspot.com/2011/02/analisis-sosiologi-sastra.html

http://www.analisadaily.com/news/read/2011/08/07/7330/sosiologis_sastrawan_terhadap_karya_sastra/

www.google.de

www.google.id

Damono, Sapardi Djoko. 1979. Sosiologi Sastra Sebuah pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun