Mei 2005, ibu kehilangan anak tercinta karena dipanggil oleh sang Maha Kuasa. Aku ingat sekali waktu itu aku sudah duduk di kelas 6 Sekolah Dasar. Aku pulang sekolah, lalu tiba-tiba telfon rumah berdering lalu mengabarkan bahwa kakaku, cecep wahyudin, meninggal dalam kecelakaan kerja. Ibuku langsung terkulai lemas, dagangan sayurnya beliau tinggal, karena seakan tak percaya bahwa anaknya yang tadi pagi berpamitan siangnya sudah tak ada. Ka, semoga amal ibadahmu diteima dan ditempatkan dalam cahaya disisi-Nya.
Selepas semua itu berlalu, ibuku tetap berjualan sayur. Beliau dikenal tetangga sekitar sebagai orang yang ramah dan baik hati, tak ayal pelanggan sayurnya sampai ada yang berjarak lumayan cukup jauh dari rumah kami. ibu tak pernah lelah, malamnya ibu sempatkan untuk mengajariku mata pelajaran disekolah. Ketika aku mengingatnya seakana air dari mata ini ingin terus jatuh mengalir. Ibu juga tetap mengaji bersama ibu-ibu walaupun aku tahu fisiknya sudah lelah.
Ibuku adalah wanita yang amat sabar, aku tahu beliau mempunyaibanyak fikiran dalam benaknya, tapi beliau selalu berusaha untuk ceria dan tetap sabar. Beliau selalu menghadiahiku ketika aku selalu mendapatkan juara selama 6 tahun disekolah dasar, walaupun ikat rambut itu sangat berharga bagiku.
Factor usia tak bisa dipungkiri untuk membuat fisik beliau melemah. Ibu sering sakit, dari maag, tyfus sampai pengapuran yang bersarang di kakinya. Tapi, itu tak menyurutkan langkahnya untuk berjualan sayur, sebelum berangkat ke pasar ibuku selalu meakai balsam dan koyo agar kakinya kuat untuk berjalan agar tak terasa sakitnya untuk sementara.
Empat belas tahun 1999-2012 bukanlah waktu yang singkat, tahun 2012 saat idul fitri, kaki ibu tak bisa untuk berjalan seperti biasanya. Ibu merasakat sakit yang berlebih ketika berjalan. Maka pada saat itu ibu tidak mampu berjalan jauhlagi seperti biasanya. Maka selepas lebaran, ibuku berhenti dari berjualan sayur, ibuku pun tidak ingin melakukan hal tersebut, mengingat aku yang masih mengenyam pendidikan S1 membutuhkan biaya, tapi Allah Maha Pengasih, kakak iparku lah suami dari kakaku yang pertama yaitu Heny Rodiani yang menanggung biaya studiku sampai sekarang.
Ibu aku harap engkau mendapatkan syurganya nanti karena kasihmu yang selalu menyemangatiku untuk terus berusaha lebih dan lebih. Engkau selalu menasehatiku agar menjadi pemuda yang pandai bersyukur kepada Allah karena berbagai nikmat yang Allah limpahkan kepada kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H