Mohon tunggu...
Dwi Susilowati
Dwi Susilowati Mohon Tunggu... -

Mahasiswi di salah satu Universitas di Yogyakarta. Ingin menjadi seorang penulis.\r\nsekarang dalam proses belajar ..

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Manusia Wiraswasta

22 Februari 2015   23:41 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:42 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kebutuhan hidup manusia meningkat seiring dengan perubahan dan pola kehidupan masyarakatnya. Masyarakat primitive yang berpola hidup amat sederhana terutama dalam bidang ekonomi, mereka belum membutuhkan suatu ideology, politik, hukum ataupun pemerintahan karena kita tahu sendiri bahwa masyarakat mereka sulit untuk menerima perubahan. mereka mempertahankan hidup secara kompetitif, baik individu maupun berkelompok. Karena semakin bertambahnya jumlah manusia, menipisnya ketersediaan bahan kebutuhan manusia, serta timbulnya berbagai hambatan dan gangguan hidup, maka masyarakat mulai sadar akan adanya rasa tidak aman, dengan itu maka manusia mulai mencari jalan keluar untuk terhindar dari rasa ketidak amanan tersebut dan mencari aturan serta pedoman tertentu. Manusia harus menggunakan kekuatan jiwanya untuk mengatasi rasa tidak aman dan kesulitan tersebut . Dengan begitu masyarakat dituntut untuk berbudaya, kreatif, dan produktif.

Dalam rangaka mencapai cita-cita hidup, maka banyak manusia berlomba-lomba menempuh jalur pendidikan disekolah formal. Mereka bersusah payah untuk menamatkan belajar mereka disekolah-sekolah. Setelah tamat sekolah pastinya mereka dituntut untuk memilih melanjutkan sekolah yang lebih tinggi, kerja atau menikah. Sebagian gelisah memikirkan untuk lanjut ke studi yang lebih tinggi tanpa mempunyai bayangan yang jelas tentang untuk apa kelanjutan studi tersebut. Sebagian lain menghadapi kesulitan untuk mencari pekerjaan. Mencoba mencari pekerjaan dengan mengirim lamaran ke berbagai perusaan tapi belum tentu sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya. Banyak orang tua dan anak tertipu akan angan-angannya dengan studi setinggi-tingginya dapat menjamin bahwa mereka dengan mudah memperoleh pekerjaan , dapat meningkatkan status sosial, dan lain-lain yang menjadi kan mimpi mereka akan terwujud.

Dalam dunia dimana tuntutan-tuntutan hidup semakin berat dan kompleks, kita tidak dapat menutup mata terhadap kenyataan tentang mutu pribadi dari sebagian lulusan/tamatan pendidikan formal pada sekarang ini. Suatu kenyataan yang perlu dipikirkan bahwa banyak orang berhasil menyelesaikan studi pendidikan formal mempunyai kerelaan dan kesukaan untuk sekedar menjalani peranannya sebagai pegawai, maupun buruh. Dan jarang juga mampu untuk menciptakan lapangan pekerjaan sendiri. Kualitas para tamatan pendidikan kurang mau dan mampu menjadi manusia wiraswasta, namun kita tidak dapat sepenuhnya menuduh pada kelemahan pelayanan pendidikan formal. Untuk mengatasi hal tersebut maka kontribusi dari pendidikan luar sekolah juga sangat dibutuhkan untuk memecahkan maslah kebodohan, kemiskinan, serta pengangguran.

Keluarga mempunyai peranan penting untuk mempersiapkan anak-anaknya mencapai manusia yang lebih baik, namun karena terdorong rasa kasih sayang yang besar banyak orang tua keliru memperlakukan anak-anak mereka. Mereka cenderung mengarahkan anak sesuai keinginan mereka, kurang memberikan anak kesempatan untuk belajar sendiri berkembang menurut kodrati anak., sehingga menimbulkan sikap ketergantungan bagi sang anak dimasa yang akan datang. Dengan begitu maka dapat menghambat atau mengurangi inisiatif, kreatifitas serta perkembangan anak. Sehingga mengdaji pribadi yang malas dalam berwiraswasta.

Wiraswasta merupakan keberanian, keutamaan serta keperkasaan dalam memenuhi kebutuhan serta memecahkan permasalahan hidup dengan kekuatan yang ada pada diri sendiri. Cirri-ciri manusia wiraswasta itu ialah memiliki potensi untuk berpreatasi, mampu menolong dirinya didalam mengatasi permasalahan hidup, terutama ekonomi, mampu mengatasi kemiskinan, serta tidak suka bergantung pada orang lain. Manusia wiraswasta memiliki moral yang tinggi. Manusia diciptakan paling sempurna dari makhluk-makhluk Tuhan yang lain, sehingga dikodratkan untuk mengenal dan memanfaatkan alam sekitar.Manusia yang bersikap mental wiraswasta memiliki sifat kejujuran dan tanggung jawab. Salah satu kuncinyaialah kepercayaan pada diri sendiri untuk bisa berusaha dan berwiraswasta. Banyak orang tidak berhasil beriraswasta karena tidak memiliki sikap tersebut. Manusia wiraswasta memiliki ketahanan fisik dan mental, tidak menyerah terhadap tantangan dan permasalahan hidup. Mereka tidak mau maju dan bahkan gagal sebelum dimulai, serta tidak mau menjadi budak kemiskinan karena dirinya merasa berharga, terhormat dan bergengsi. Manusia wiraswasta memiliki ketekunan dan keuletan untuk bekerja keras dan pemikirannya konstruktif dan kreatif

Manusia wiraswasta mengikuti asas pendidikan seumur hidup, yang berlangsung kapan saja dan dimana saja. Oleh karena itu, maka pendidikan wiraswasta harus dimulai sejak manusia masih hidup dan berkembang dilingkungan rumah tangga atau keluarga. Disinilah peran orang tua dan keluarga dalam mempersiapkan manusia wiraswata, karena menjadi peletak dasar bagi perkembangan pribadi anak dimasa lanjut

Sumber Referensi : Pendidikan Wiraswasta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun