Mohon tunggu...
Cecep Hasanuddin
Cecep Hasanuddin Mohon Tunggu... lainnya -

Sedang mencari pekerjaan, titik!

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tuan Izrail, Jangan Salah Cabut, Ya..

9 Desember 2010   05:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:53 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12918716951104277272

Izrail kembali berulah. Dia membuat hampir semua manusia bersedih, menitikkan air mata, meronta, stres, dan bahkan mungkin bisa menyebabkan bunuh diri. Ya, tadi malam-teman saya mengirim sms berita duka itu kira-kira pukul 23:00. Waktu itu, saya sudah pergi ke alam mimpi. Jadi, pesan sms teman itu baru saya baca pada subuh sebelum hendak berwudu. Begini sms yang membuat bulu kuduk saya naik,”Cep, ambo nak balik besok pagi. Gaek ambo meninggal tadi malam. Doanyo ajo,yo..(Cep, saya mau pulang besok pagi. Bapak saya wafat tadi malam. Doakan saja, ya..)”

Jantung saya tiba-tiba berdetak kencang. Terkejut setelah membaca pesan pendek mengharukan itu. Padahal, teman saya itu-dua hari lalu sempat bertandang ke kos saya. Bahkan, saya sempat bertanya padanya perihal keadaan ayahnya yang sedang sakit. Sakitnya memang sudah agak lama semenjak sebelum puasa kemarin. Katanya, gejalanya berawal dari sakit kepala yang sangat. Memang sempat dibawa ke rumah sakit selama tiga minggu. Entah bagaimana, sang ayah belum sembuh betul tiba-tiba sudah dibawa ke rumah. Di rumah, lagi-lagi sakitnya tambah parah. Ayah teman saya itu hanya berbaring di kamar. Lemas. Tak bisa bicara. Hanya mengangguk-angguk saja. Saya belum tahu jelas, apa yang diderita ayah teman saya itu. Tapi belakangan, teman saya itu memberitahu kalau ayahnya mengidap kanker yang bersarang di otaknya.

Ya, begitulah. Ajal memang tak bisa dicegah maupun dihindari. Ia akan selalu mengintai semua mahluk yang bernyawa. Kapan pun, bagaimana pun ia menghampiri, kita, mau tidak mau harus mengatakan siap! Kira-kira pukul 23:00 tadi malam, ajal menjemput ayah teman saya. Saya hanya terdiam sejenak setelah mengetahui kabar itu. Tak ada kalimat yang terucap, selain’innalillahiwainnailaihirajiun’. Sesungguhnya kita milik Allah dan akan kembali kepada-Nya.

Kalau sudah begini, apa selanjutnya dilakukan? Mengutuk Izrail sang pencabut nyawa? Saya, sebenarnya, kalau dalam posisi tidak sadar, bisa saja menyalahkan si pencabut nyawa itu. Mengapa? Sebab dia salah cabut! Seharusnya, mau saya- yang layak dicabut nyawanya itu orang-orang jahat, orang-orang yang banyak merugikan negara ratusan miliyar, yang menyelewengkan pajak, yang menilep uang haji, orang-orang kaya yang pelit, manusia-manusia yang berani mengeksloitasi papua, sementara orang-orang di sekitarnya sengsara, para pejabat yang banyak wacana, tapi sedikit berbuat buat rakyat, semua orang yang membuat sengsara!

Bagaimana mungkin Izrail mencabut nyawa orang yang tak punya apa-apa. Tak punya rumah mewah seperti rumah Gayus H. Tambunan. Ya, ayah teman saya itu hanya seorang nelayan- yang entah berapa pendapatannya per-bulan. Belum lagi kalau cuaca di laut sedang meradang, maka sang nelayan terpaksa menghentikan operasinya demi anak istri. Jadi, saya mau bilang pada Izrail- si jagal kematian,”Hai Tuan Izrail, seharusnya sebelum kau cabut nyawa manusia di muka bumi, periksalah terlebih dahulu, layak atau tidaknya orang itu dicabut. Kalau orang itu baik, apalagi ia serba kekurangan dalam mengarungi hidup, tolong jangan diambil dulu ruhnya. Berikan ia kesempatan hidup lebih lama lagi sampai ia bosan hidup, barulah kau cabut nyawanya!”

“Intinya, hai Tuan Izrail, bila kau diperintahkan Tuhan untuk menjalankan tugas mengambil ruh manusia, cobalah kau jangan manut begitu saja. Berpikirlah kritis! Tanya dulu pada Tuhanmu, layakkah orang itu dicabut sekarang, atau apa perlunya orang yang tak punya, misalnya sengsara, itu dicabut? Ya, sebaiknya kau Izrail, jangan langsung cabut begitu saja tanpa diteliti terlebih dahulu. Ibaratnya, kalau zaman sekarang-kalau mau mengangkat pejabat ada istilah fit and proper test. Kan kasian kalau yang dicabut itu bukan orang-orang yang jahat, manusia pongah, si koruptor kakap yang tak pernah ketangkap, atau bahkan ulama-ulama, yang diam-diam- mereka penjilat. Memang, semua mahluk yang bernama manusia pasti akan mati ditanganmu, tapi, tolonglah pertimbangkan matang-matang sebelum bertindak. Sekali lagi, maaf, Tuan Izrail, kalau saya ini lancang hingga- mungkin membuatmu tertawa, atau sekedar marah.”

Begitu mungkin- ungkapan (semacam usulan) saya bila saya tak sedang sadar. Saya pun tidak tahu apakah ungkapan saya itu salah atau jauh dari kebenaran. Tapi yang pasti, meskipun ayah teman saya- yang ruhnya telah dibawa Izrail ke langit tadi malam- semoga saja itu pilihan tepat bagi pejabat langit, utamanya Tuhan dan Izrail.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun