Mohon tunggu...
Cecep Hasanuddin
Cecep Hasanuddin Mohon Tunggu... lainnya -

Sedang mencari pekerjaan, titik!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mendahulukan Quran atau Koran?

25 Desember 2010   05:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:25 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Quran dan koran. Kebanyakan umat islam dimana pun berada- pasti di rumahnya tersimpan quran atau koran. Benda pertama itu, ia, hanya tergeletak, ditemani debu, biasanya di bawah rak, di atas rak, lemari, dan jauh dari sentuhan. Begitulah nasib kitab sakral di tangan penganutnya. Sekedar pajangan- yang katanya dapat mengusir dedemit, hantu, iblis, dan mahluk halus. Tapi memang tak aneh, kalau panduan hidup itu jarang ditadabburi, bahkan hanya ditemui setahun sekali pada saat ramadhan tiba alih-alih mengharapkan pahala. Rasanya, amat merugi kalau hanya berharap pahala. Rugi sangat.

Berbeda dengan mahluk kedua; koran. Tak aneh pula, kalau ia selalu diburu, dibaca, dicari, bahkan bila perlu langganan selama setahun. Ada yang ngantar ke rumah, tiap pagi langsung menekuri berita terhangat kota, kabupaten, hingga internasional. Ya, melalui koran itu. Lebih memilih rindu pada koran daripada quran. Ini tak aneh. Dan, yang melakukan itu tak lain adalah kita- yang mengaku islam dalam KTP-nya. Tak ada yang salah dengan fenomena ini: umat islam lebih doyan membaca koran tinimbang quran.

Memang, koran pun adalah representasi dan kontektualisasi dari quran. Ia sama-sama mengabarkan, menginformasikan, memberi penjelasan mengenai sesuatu. Kitab yang dirurunkan jibril melalui Muhammad itu, misalnya memberi kabar gembira, kabar buruk mengenai siksa neraka, memotivasi, bahkan- kata khotib jum'at kemarin- bila kitab itu dibaca secara konsisten dan dalam keimanan, para pelakunya akan terhindar dari gundah-gulana dan penyakit gila. Inilah salah satu kehebatan kitab suci kebanggaan umat islam, bila diperlakukan dengan bijak.

Koran pun begitu. Ia mengabarkan isu-isu hangat yang sedang terjadi di jagat ini. Baik itu sesuatu yang membahagiakan, dan tak jarang pula membuat para pembacanya mengernyitkan dahi, membuat panas hati, serta kejengkelan-kejengkelan lainnya. Semuanya ada di media koran. Tapi, yang suka konsisten baca koran belum tentu dapat pahala. Berbeda bila membaca quran- bila ikhlas, barangkali dapat ganjaran berlipat langsung dari sang pencipta. Konon, satu huruf dari quran resikonya dapat sepuluh kebaikan. Apalagi lebih dari itu, ya?

Namun sayang, iming-iming pahala besar siapa saja yang rela membaca quran- itu belum terlaksana dengan baik. Apalagi kalau bukan- bahwa kitab yang bersisi 6666 ayat dan 144 surat itu- sekarang ini dianaktirikan, dinomorduakan. Dan ini sudah menjadi hal yang lumrah. Dan Tuhan pun, kita yakin- pasti tak akan marah dengan kondisi ini, atau ia ngambek, misalnya. Tak akan mungkin itu terjadi. Dan dia, tak pernah memaksa umatnya untuk membacanya atau sekedar menafsirkannya. Kalau memang umatnya mau membaca ya silahkan, tidak pun tak masalah bagi, yang punya julukan Maha Kasih itu.

Sulit memang memperlakukan quran dengan bijak sesuai anjuran sang reformer, Muhammad. Bukan berarti tak ada yang melakukan itu, tapi- itu hanya berlaku bagi segelintir saja. Ya, bisa dihitung dengan quick count- seperti pada pilpres atau semacamnya. Sekali lagi- semuanya kembali pada manusia itu sendiri. Ingin menjadikan kitab itu sebagai pedoman hidup,lantas mengamalkannya, atau mengoleksinya saja- dan disentuh kala ada saudara, tetangga, anak- kesurupan, ataukah sebagai tempat empuk kutu-kutu busuk, juga kecoa? Yakin saja. Pasti dua-duanya. Dan itu tak bisa dibantah.

Quran, quran. Nasibmu memang harus begitu. Kadang-kadang dalam posisi terpojok, kadang pula hati ini tertohok. Koran, koran. Nasibmu lebih beruntung dari tetanggamu- quran. Kau lebih diminati, menjadi rujukan, dan sebagai santapan pagi setiap hari. Quran, quran. Copy-an mu bejibun di mana-mana. Sampai tak terhitung jumlahnya. Tapi ia lebih unik dari benda-benda lain di dunia. Bahkan, ia ditulis langsung oleh tangan kreatif Tuhan. Sedang koran- ia dicetak oleh mesin canggih, bahannya juga dibuat pemilik alam ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun