Mohon tunggu...
Ashwin Pulungan
Ashwin Pulungan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Semoga negara Indonesia tetap dalam format NKRI menjadi negara makmur, adil dan rakyatnya sejahtera selaras dengan misi dan visi UUD 1945. Pendidikan dasar sampai tinggi yang berkualitas bagi semua warga negara menjadi tanggungan negara. Tidak ada dikhotomi antara anak miskin dan anak orang kaya semua warga negara Indonesia berkesempatan yang sama untuk berbakti kepada Bangsa dan Negara. Janganlah dijadikan alasan atas ketidakmampuan memberantas korupsi sektor pendidikan dikorbankan menjadi tak terjangkau oleh mayoritas rakyat, kedepan perlu se-banyak2nya tenaga ahli setingkat sarjana dan para sarjana ini bisa dan mampu mendapat peluang sebesarnya untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang produktif dan bisa eksport. Email : ashwinplgnbd@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Puncak Gunung Es Mafia Dua Hakim Tipikor Semarang

18 Agustus 2012   04:24 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:35 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1345267729945892838

Ternyata banyak Hakim di Indonesia ini menjadi pedagang ayat-ayat Hukum Pidana. Tidak hanya kasus Pidana, pengalaman penulis selama ini, ternyata kasus Perdata-pun ayat-ayatnya diperdagangkan oleh banyak para Hakim. Tidak saja pada para Hakim di Pengadilan Negeri Umum dan para Hakim Pengadilan Tipikor, akan tetapi pada Pengadilan Agama Islam-pun sudah merambah penyakit dagang ayat-ayat hukum ini. Penulis pernah mengikuti salah satu acara Pengadilan Agama Islam yang sedang memproses tentang harta peninggalan yang diperebutkan oleh para ponakan (penggigat) melawan istri yang sudah dihadiahi dengan surat notariat lengkap atas sebuah rumah (tergugat) lalu digugat oleh para ponakan yang tidak jelas dasar hukumnya. Dalam acara proses Pengadilan Agama Islam, sangat terlihat bahwa Hakim Ketua dan para Hakim anggota termasuk Panitera sangat berpihak kepada para ponakan yang menggugat. Keberpihakan ini didasari dengan bermainnya pengacara para ponakan melawan istri sebagai tergugat tanpa menggunakan Pengacara. Sehingga mafia hukum hanya berjalan sepihak dan tidak cerdasnya para Hakim ini, mereka mengikuti saja permainan pat-gulipat hukum oleh pengacara hitam dan komersialisasi lembaga pengadilan oleh oknum Hakim, sehingga sang pihak istri dikalahkan atas putusan Hakim mafia ini pada Pengadilan Tingkat I. Persaksian penulis dalam mengikuti sidang pengadilan, sangat terlihat sang Hakim Ketua sangatlah arogan dan keberpihakan kepada Penggugat sangat kuat serta tidak memiliki sopan santun sebagai seorang Hakim. Saat ini sedang kasasi di MA. Proses di MA ini juga masih terlihat upaya Mafia Peradilan yang kuat yang sedang berproses oleh rekayasa pengacara penggugat di Pengadilan Agama Islam Kota Bandung untuk mempengaruhi Mahkamah Agung di Jakarta. Kejadian ini sudah dilaporkan kepada Komisi Yudisial bahkan sudah diketahui komisioner Suparman Marzuki di KY, tapi KY tidak melanjutkan kasus pengaduan Hakim nakal ini. Bahkan di KY sangat terlihat SDM pada tingkat  menengah kebawah berindikasi kuat terlibat mafia hukum yang mungkin tidak diketahui para komisioner KY.

Dua orang Hakim Adhoc TIPIKOR Semarang bernama Hakim Kartini Marpaung dan  Hakim Heru Kusbandoyo, ditangkap KPK karena dugaan kuat atas suap terkait perkara "anggaran Pemeliharaan Mobil Dinas Sekretariat DPRD Grobongan Tahun anggaran 2006-2008 dengan tersangka pidana Ketua DPRD Grobongan M.Yaeni. Penangkapan itu tidak saja dua hakim adhoc akan tetapi ditangkap juga oleh KPK seorang pengusaha wanita bernama Sri Dartuti. Lengkaplah sudah Hakim wanita disuap oleh pengusaha Wanita tepat pada saat hari kemerdekaa RI 17 Agustue 2012. Sekarang siapa yang berani berkata bahwa petugas wanita lebih jujur dari petugas pria ? Jawabannya sama saja kalau ada kesempatan dan peluang terbuka lebar menjadi untuk menjadi maling/penjahat. Seharusnya hukuman yang dijatuhkan kepada Hakim atau Jaksa penjahat yang mengerti hukum adalah Hukuman yang sangat berat.

Pantaslah KPK yang ngotot untuk memindahkan pelaksanaan proses Pengadilan Tipikor Semarang pada momen sidang Wali Kota Semarang non-aktif, Soemarmo HS. ke Pengadilan Tipikor Jakarta karena pertimbangan kualifikasi Hakim Tipikor di Semarang berani terlibat dalam Mafia Hukum. Sekarang apakah DPR RI Komisi III masih memiliki alibi untuk mempersalahkan KPK dalam hal ini ?

Kasus ini bermula dari keputusan MA Nomor 064/KMA/SK/V/2012 tertanggal 16 Mei 2012 berisi pemindahan sidang Soemarmo dari Pengadilan Tipikor Semarang ke Jakarta. MA merespons permintaan KPK yang meminta pemindahan sidang Soemarmo. Alasan pemindahan itu, menurut MA, demi menjamin terselenggaranya proses peradilan yang obyektif, transparan, dan independen, serta menghindari tekanan, baik langsung maupun tidak langsung, kepada hakim dan jaksa penuntut umum.

Atas kejadian penangkapan dua orang Hakim Pengadilan Tipikor Semarang ini, menunjukkan bagaikan puncak gunung es tentang betapa masih banyaknya para oknum Hakim baik itu Hakim di Pengadilan Negeri Umum, Pengadilan Tipikor maupun Pengadilan Agama Islam Negeri sebagaimana yang pernah dialami persaksian proses Pengadilannya oleh penulis. Seharusnya Pemerintah mengkoreksi diri dan memperbaiki dengan segera SDM Pengadilan ini agar Keadilan benar-benar dapat dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia. (Ashwin Pulungan)

Salam,

- Dirgahayu Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945-2012, mohon maaf kepada seluruh para Pahlawan Kami belum bisa mengisi Kemerdekaan Indonesia sesuai harapan para Pahlawan.

- Selamat Mendapatkan Hari Kemenangan Mengendalikan Hawa-Nafsu di hari Idul Fitri 1433 H.  Mohon Maaf Lahir dan Batin.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun