Foto dari beritatrans.com
Mencermati judul diatas, tentu para pembaca akan heran apakah benar pembangunan di Indonesia bukan merupakan pembangunan untuk memajukan seluruh rakyat Indonesia agar secepatnya mencapai tingkat kesejahteraan sebagaimana amanat UUD 1945. Jadinya pembangunan di Indonesia apakah benar benar untuk mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia atau hanya pembangunan bagi kepentingan sekelompok orang yang berpikiran dan berjiwa serta bertindak liberalisme atau neoliberalisme ?
Menurut Prof. Sri Edi Swasono didalam pernyataannya, menegaskan bahwa : “Pembangunan neoliberalistik tidak segan segan menggusur orang miskin bukan menggusur kemiskinan demi keuntungan ekonomi untuk kaum pemodal. Maka tidak peduli pula apa yang terjadi adalah "pembangunan 'di' Indonesia" , bukan "pembangunan Indonesia", rakyat Indonesia hanya sebagai penonton pembangunan yang dilakukan oleh orang orang asing di negerinya sendiri”.
Memahami serta mencermati orang orang asing di Indonesia, akan sulit sekarang ini, mengingat sudah banyaknya para warga Negara Indonesia menjadi kaki tangan setia untuk kepentingan asing bahkan di Indonesia mereka sudah memiliki berbagai perusahaan besar, memiliki asset tanah yang sangat luas dan mereka selalu berkolaborasi usaha export dan pemasaran dengan pihak asing. Lucunya, pemerintah kita terutama para oknum berkedudukan tinggi pada instansi terkait, belum mengerti maksud dan tujuan inti serta misi dari para kaum ekonomi neoliberal kita ini. Betapa besarnya kerugian Indonesia, jika ada komoditas export Indonesia keluar negeri, hasil penjualannya disimpan atau parkir di Bank bank luar negeri dan sampai sekarang pihak Indonesia belum mampu untuk menarik keseluruhan uang devisa Indonesia yang masih tersimpan di berbagai Negara asing. Pada tahun 2013 saja, masih ada uang dari sebagian besar nilai ekspor Indonesia sebagai milik Warga Negara Indonesia yang parkir di berbagai Bank luar negeri sebesar $.140 Milyar jika Kurs sekarang Rp.13.165,- maka ada dana milik Indonesia sebesar Rp.1.843 Triliun. Pemilik semua dana tersebut adalah orang Indonesia yang sangat loyal dan patuh dengan kepentingan asing liberalisme atau neoliberalisme.
Indonesia adalah market nomor 4 terbesar dunia, oleh karena itu akan sangat banyak investasi asing yang akan masuk ke Indonesia jika income per capita masyarakat Indonesia meningkat serta berkurangnya berbagai gerakan demo buruh. Pada saat ini GDP per capita Indonesia hanya sebesar kurang dari (USD)$. 3.416, sementara Thailand (USD)$. 5.426, Malaysia (USD)$. 10.073, Singapore (USD)$. 53.224. Bandingkan dengan Negara makmur Luxemburg Pendapatan Domestik Bruto per capita sebesar (USD)$110.664,8 atau setara Rp. 1.456.902.100,- (diatas satu milyar rupiah).
Jika uang itu masuk ke Indonesia, pertama : rupiah di dalam negeri akan secepatnya menguat, kedua : bisa menopang likuiditas valas di dalam negeri, ketiga : bisa digunakan sebagai dana produktif dalam bentuk investasi langsung, keempat : bisa mendorong penguatan dan kestabilan nilai tukar rupiah, kelima : bisa memperkuat fundamental ekonomi Indonesia, keenam : bisa memperbaiki Neraca Pembayaran Indonesia (NPI).
Dibawah ini pernyataan Prof. Sri Edi Swasono, yang pada kepemimpinan Megawati hingga Jokowi tidak pernah lagi tampil di media TV Nasional ataupun media cetak, karena pola pikirnya yang selalu bertentangan dengan pola pikir para kaum liberalisme atau neoliberalisme kita yang menguasai berbagai media besar di Indonesia. Pernyataan beliau kami ambil dari Media on-line. (Ashwin Pulungan)
Mewaspadai Pemikiran “MARKET DRIVEN ECONOMY” Yang Dianut Kaum Ekonomi Neoliberal Kita.
Mengapa kita harus nenolak neoliberalisme atau liberalisme? Ini banyak ditanyakan mahasiswa mahasiswi kita dalam setiap ceramah ceramah saya diberbagai kampus. Terpaksa saya jelaskan dengan cara sederhana mengingat tidak semua mereka dari fakultas ekonomi.
Pembangunan yang neoliberalislistik adalah pembangunan yang "market driven" (berdasar kehendak dan selera pasar alias kehendak dan selera kaum pemodal, yang arahnya mengejar rente ekonomi, mengejar profit, mengejar keuntungan berdasar hitungan untung-rugi ekonomi, dengan landasan mekanisme pasar bebas) yang sering disebut "kapitalisme" (atau capitalistic driven economy).
Maka pembangunan neoliberalistik tidak segan segan menggusur orang miskin bukan menggusur kemiskinan demi keuntungan ekonomi untuk kaum pemodal. Maka tidak peduli pula apa yang terjadi adalah "pembangunan 'di' Indonesia" , bukan "pembangunan Indonesia", rakyat Indonesia hanya sbg penonton pembangunan yang dilakukan oleh orang2 asing di negerinya sendiri.