Ilustrasi - produksi jagung (KOMPAS/RUNIK SRI ASTUTI)
Jagung sudah merupakan bagian 7 komoditas strategis yang perlu fokus untuk dikembangkan bersama masyarakat petani-peternak: padi, jagung, kedelai, bawang merah, cabai, sapi/kerbau dan tebu. Malah komoditas jagung masuk dalam Perencanaan tahun 2016, yaitu program dan kegiatan Kementerian Pertanian RI yang dirancang untuk mendukung Nawacita Bidang Kedaulatan Pangan.
Memang kalau kita perhatikan secara konsep di Kementerian terkait, kelihatannya kita sangat siap, akan tetapi dalam implementasinya di lapangan bisa berantakan tanpa mencapai target yang diinginkan. Setiap Kementerian terkadang suka membuat konsep yang mengait dengan gagasan Presiden dan menempelkan kata gagasan itu pada setiap program dan konsep mereka lihat saja betapa indah kelihatannya kalimat “Nawacita Bidang Kedaulatan Pangan”. Tapi ketika direalisasikan, hasilnya selalu tidak seindah kalimatnya.
Baru-baru ini, terjadi ribut Nasional tentang jagung gara-gara Permentan No.57/2015 yang ingin mengalihkan importasi jagung dari swasta kepada Bulog dan jika masih ada pihak swasta yang mengimpor jagung, itu adalah ilegal walaupun mendasari impornya dengan ketentuan lama seperti Surat Keputusan Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Produksi Tahun 2002 yang mengatur tentang impor jagung sebagai bahan baku pakan ternak. Setelah keluarnya Permentan No.57/2015, semua swasta yang merencanakan impor jagung harus ada rekomendasi dari Kementan RI.
Upaya Menteri Pertanian Amran Sulaiman untuk mengatur impor jagung ini, dimaksud adalah untuk mempermudah pengawasan komoditas jagung dan diarahkan kepada satu badan yang berwenang mengimpor jagung adalah Bulog. Budaya lama importasi yang telah dilakukan pihak swasta ini, terutama pihak pabrik pakan ternak unggas besar, bisnis bahan baku pakan mereka menjadi terhalang. Akibatnya, dibuatlah konspirasi dengan membeli secara Nasional semua persediaan jagung dalam harga yang menaik secara terkendali bertahap hingga menaikkan harga jagung Nasional sampai pada harga Rp6.500,-/kg pipil kering dari harga semula Rp3.150,-/kg.
Kenaikan harga jagung yang tinggi ini dijadikan alasan bagi pabrik pakan unggas untuk menaikkan harga PAKAN unggas dan kenaikan harga DOC sehingga terjadilah dampak perekayasaan harga karkas unggas di pasaran konsumen dengan pembentukan harga karkas Rp38.000,-/kg s/d Rp40.000,-/kg. Perekayasaan harga hasil unggas dari pabrikan besar ini menimbulkan reaksi spontan dari semua para peternak ayam ras Broiler dan Layer (petelur) dan ada di beberapa daerah para peternak digiring untuk demo dan mengecam mahalnya harga jagung karena adanya Permentan No.57/2015 buatan Menteri Pertanian Amran Sulaiman.
Malah para pendemo dipolakan menuntut turunnya Menteri Pertanian dan ini sangat sesuai dengan keinginan para pelaku pabrik pakan terintegrasi dalam tata niaga perunggasan Nasional. Karena bisnis bahan baku jagung mereka terganjal oleh Permentan No.57/2015 buatan Menteri Pertanian Amran Sulaiman. Waspada para petani dan peternak, jangan terpancing untuk diperkuda oleh kepentingan politik ekonomi bisnis pemain besar.
Bukti perekayasaan yang dilakukan kelompok pabrikan besar makanan ternak unggas dan merupakan perusahaan terintegrasi total mencapai ±80% menguasai pangsa pasar Nasional, dalam periode waktu cepat setelah adanya para utusan asosiasi perunggasan yang dikerahkan ke DPR RI (terjadi RDPU) serta berbagai rapat lanjutan dengan para petinggi Kementerian, lalu media terprovokasi bahwa hanya harga jagunglah penyebab utama kenaikan komoditas unggas padahal bukan itu saja. Setelah terjadi ribut Nasional tentang jagung, tiba-tiba harga karkas bisa dipaksa turun dengan diawali turunnya harga ayam hidup (Live Bird) di kandang peternak hingga mencapai harga Rp19.800,- s/d Rp20.000,-/kg hidup. Selanjutnya, harga jagung juga bisa turun secara tiba-tiba mendekati harga sewajarnya (Rp3.650/kg). Terbukti bahwa para PMT memiliki persediaan jagung selama 3 s/d 5 bulan ke depan.
Inilah bentuk konspirasi para perusahaan besar PMT (Pabrik Makanan Ternak) besar terintegrasi mengobok-obok persediaan protein hewani unggas secara Nasional dengan merekayasa mahalnya harga jagung. Ini semua bisa dilakukan oleh para pabrikan besar perunggasan terintegrasi karena mereka menguasai bahan baku pakan unggas ±98% Nasional dan menguasai ±80% pangsa pasar unggas Nasional. Semua ini merupakan permainan harga yang sangat mengganggu konsumsi rakyat di Indonesia dan ini adalah tugas KPPU untuk mengungkap kejahatan ekonomi ini.
Pada Desember 2015, beberapa PMT besar integrator yang tergabung dalam wadah asosiasi GPMT (Gabungan Perusahaan Makanan Ternak), memaksakan untuk mengimpor jagung dengan dalih tidak ada regulasi yang jelas melarang impor jagung dan hal ini dilakukan adalah untuk menepis dan melawan ada dan berlakunya Permentan No.57/2015 (1 Desember 2015). Pada periode itu, mereka berhasil mengimpor 675.000 ton jagung dari Amerika Latin dan sebanyak 17.000 ton masuk ke gudang PMT melalui Pelabuhan Tanjung Mas Semarang (Jateng) dan empat pelabuhan terdekat lainnya. Sisanya sekarang ini (658.000 ton) sedang menumpuk di gudang pelabuhan Surabaya. Menurut informasi, sebagain besar PMT pengimpor jagung itu adalah dari Integrator terbesar satu dan dua importasi ini masih didasari dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Produksi Tahun 2002 (yang dicabut Mentan pada 5 November 2015).
Pada bulan awal Maret-Mei 2016 mendatang, akan ada panen raya jagung di beberapa daerah. Berdasarkan Permentan No.57/2015, Perum BULOG harus mengutamakan membeli produksi jagung dari para petani sehingga bagi petani jagung ada kepastian pasar. Untuk menjaga kualitas dan stabilitasi harga jagung, Bulog bekerja sama dengan Dewan Jagung Nasional. Diharapkan BULOG memiliki peran utama dalam menstabilkan harga komoditi jagung dan sebagai katup pengontrol dalam importasi komoditi pertanian termasuk jagung Nasional. Diharapkan melalui BULOG, produksi jagung dari dalam negeri dapat memenuhi kebutuhan jagung untuk industri Nasional pakan ternak. Selanjutnya BULOG diwajibkan segera membangun berbagai sekala silo-silo di beberapa daerah untuk menjaga kualitas dan tingkat kekeringan jagung pipil dari masyarakat petani jagung.