Mohon tunggu...
Ashwin Pulungan
Ashwin Pulungan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Semoga negara Indonesia tetap dalam format NKRI menjadi negara makmur, adil dan rakyatnya sejahtera selaras dengan misi dan visi UUD 1945. Pendidikan dasar sampai tinggi yang berkualitas bagi semua warga negara menjadi tanggungan negara. Tidak ada dikhotomi antara anak miskin dan anak orang kaya semua warga negara Indonesia berkesempatan yang sama untuk berbakti kepada Bangsa dan Negara. Janganlah dijadikan alasan atas ketidakmampuan memberantas korupsi sektor pendidikan dikorbankan menjadi tak terjangkau oleh mayoritas rakyat, kedepan perlu se-banyak2nya tenaga ahli setingkat sarjana dan para sarjana ini bisa dan mampu mendapat peluang sebesarnya untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang produktif dan bisa eksport. Email : ashwinplgnbd@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Mahkamah Tidak Agung

10 Juli 2011   17:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:47 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Arthur Hangewa merupakan hakim pada Pengadilan Negeri Tanggerang pada 29 Desember 2009 yang telah memutuskan kasus Prita Muliasari dinyatalan bebas dari tuntutan jaksa selama 6 bulan penjara sebagai tuduhan penghinaan atas pencemaran nama baik kepada RS.Omni International tidak terbukti. Prita diancam Jaksa dengan pasal 27 ayat (3) UU No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) pada 2 tahun yang lalu. Malah sekarang MA yang dipimpin Harifin A Tumpa menerima kasasi Jaksa untuk Prita (kontradiksi atas putusan hakim Arthur Hangewa serta rasa keadilan masyarakat) tertuang dalam putusan kasasi MA bernomor register 822 K/PID.SUS/2010  tertanggal 30 Juni 2011,  menyatakan Prita Mulyasari bersalah dalam dugaan pencemaran nama baik atas RS Omni International dan Prita terancam kurungan kembali selama 6 Bulan.  Kejadian ini sangat mencederai rasa keadilan masyarakat dan merupakan preseden terburuk bagi Pengadilan di Indonesia. Kepercayaan masyarakat luas kepada MA menjadi hilang bahkan sirna.

Prita hanya mempublikasikan keluhannya terhadap pelayanan kesehatan yang buruk dilakukan oleh RS. Omni International, dan keluhan itu nyata terjadi dialaminya serta bukan fitnah dimana seharusnya manajemen RS. Omni lah memperbaiki kinerjanya sehinga konsumen kesehatan lainnya tidak mengalami laku salah selanjutnya dari RS. Omni International. Seharusnya RS. Omni International yang melakukan pelayanan buruk mendapatkan sanksi hukum cukup berat. Apalagi setatus International-nya dinyatakan palsu dan diragukan. Juga kesalahan RS.Omni International merekayasa medical report milik Prita. Tapi malah Prita sebagai konsumen kesehatan terus mendera kenyataan hukum dari peradilan kita yang sungguh sangat buruk (pelanggaran Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang  Perlidungan Konsumen).

UU ITE dinyatakan berlaku efektif pada tahun 2011 dalam UU No.11 tahun 2008 sedangkan kasus Prita berlangsung pada periode tahun 2009 harusnya ini menjadi konsideran bagi MA. Ditambah lagi dukungan jutaan masyarakat kepada Prita yang simpati kepadanya dan ini merupakan gambaran nyata cetusan simpati publik selaras nilai-nilai rasa keadilan masyarakat.

Jaksa di Indonesia adalah sebagai lembaga yang menyalurkan rasa keadilan masyarakat yang tertuang dalam UU, begitu juga hakim. Seharusnya Jaksa paham terhadap simpati/dukungan nyata masyarakat selama dukungan tersebut selaras dengan ketentuan yang berlaku.

Suatu yang mengherankan, salinan Putusan MA menerima kasasi Jaksa berdasarkan surat pengajuan kasasi kepada MA bernomor W29.U4/55/HN.01.11/III/2010, ternyata hanya dipublikasikan secara tidak lengkap melalui website dan salinan tersebut belum sampai ke PN Tanggerang bahkan kepada Prita. Akan tetapi kekisruhan MA ini telah terlanjur menjadi bahan perdebatan oleh banyak kalangan. Malahan telah tersiar kemungkinan Prita akan ditahan tanpa dia menerima salinan putusan MA.

Walaupun Prita bersama kuasa hukumnya bisa mengajukan PK, akan tetapi jika MA tetap bersikukuh dengan penerimaan kasasi Jaksa ini, MA terlalu membuang energi dan masih banyak Mega kasus lebih prioritas yang perlu penanganan MA. Wajarlah pada masyarakat akan timbul beberapa sakwa sangka yaitu :

Pertama dalam tubuh organisasi MA masih bercokol Mafia Peradilan/Mafia Hukum yang segalanya diukur dari uang. Bila HAKIM melakukan kejahatan dan terlibat Mafia atau menyalah-gunakan jabatan Hakimnya untuk kepentingan pihak yang membayar, siapa atau badan mana yang bisa menjadi tempat melapor dan penindakan ?

Kedua kemungkinan adanya permasalahan di bidang administrasi sebagaimana yang juga terjadi di MK didalam ungkapan Panja Mafia Hukum Komisi III DPR-RI.

Ketiga MA bisa dimanfaatkan sebagai bagian ajang pengalihan perhatian masyarakat dari kasus-kasus besar  PD seperti kasus heboh Nazaruddin yang mempermalukan PD karena memanipulasi APBN melalui proyek yang dimenangkan oleh perusahaan yang dimiliki petinggi PD dan pemenangannya secara curang.

Mahkamah Agung telah menunjukkan kualifikasi penanganan hukum yang amburadul dan Mahkamah Agung bukanlah mahkamah yang agung di Indonesia tapi lebih cocok sebagai Makamah Amburadul Agung.

Bila Kasus Prita ini tetap di laksanakan MA, bisakah MA dan Kejaksaan Agung diperiksa oleh DPR Komisi III ? (Ashwp)

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun