Mohon tunggu...
Ashwin Pulungan
Ashwin Pulungan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Semoga negara Indonesia tetap dalam format NKRI menjadi negara makmur, adil dan rakyatnya sejahtera selaras dengan misi dan visi UUD 1945. Pendidikan dasar sampai tinggi yang berkualitas bagi semua warga negara menjadi tanggungan negara. Tidak ada dikhotomi antara anak miskin dan anak orang kaya semua warga negara Indonesia berkesempatan yang sama untuk berbakti kepada Bangsa dan Negara. Janganlah dijadikan alasan atas ketidakmampuan memberantas korupsi sektor pendidikan dikorbankan menjadi tak terjangkau oleh mayoritas rakyat, kedepan perlu se-banyak2nya tenaga ahli setingkat sarjana dan para sarjana ini bisa dan mampu mendapat peluang sebesarnya untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang produktif dan bisa eksport. Email : ashwinplgnbd@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

"Inilah Kebohongan Itu"

27 Juni 2011   15:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:07 784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Penyusun : Ashwin Pulungan

Kita bersama amat sangat dikagetkan membaca realisasi pembangunan Indonesia yang tertuang dalam APBN, bahwa lebih 60% dari APBN terkuras untuk membiayai anggaran rutin. Seperti gaji PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan Ongkos biaya perjalanan dinas para PNS. Dan lebih mengagetkan lagi bahwa ternyata dana alokasi yang di alirkan ke daerah berupa APBD, 90% juga di tujukan untuk membiayai anggaran rutin yaitu murni membiayai para pegawai negeri sipil di daerah serta biaya perjalanan mereka.
Ternyata APBN bukan lagi ditujukan untuk mensejahterakan rakyat dan membangun perekonomian negara, tetapi lebih utama terpakai untuk pembiayaan PNS dan aktifitas partai politik, baik itu di pusat dan di daerah. Permainan proyek melalui tender, adalah yang paling sering di sukai bahkan banyak perusahaan yang ikut tender adalah perusahaan miliknya para pejabat daerah dan partai poliitik. Karena permainan komisi dan fee serta manipulasi merupakan cara paling mudah dan mulus selama ini untuk mengeduk APBN kedaerah dan APBD. Tidak heran kalau kita menyaksikan tempat mukimnya para pejabat pusat dan daerah bergelimang barang-barang super mewah serta cara dan gaya hidup mereka yang berlebihan.

Kita ketahui bersama bahwa PNS serta para Partai selama ini adalah terdiri dari SDM yang amat sangat santai kerjanya dan produktifitasnya juga amat sangat rendah kerja mereka hanya datang ke kantor lalu kongkow-kongkow, ngobrol tentang materi dan strategi manipulasi anggaran malah memikirkan kesejahteraaan rakyat diabaikan. Inilah yang amat besar dibiayai pemerintah melalui APBN 60% dan APBD 90%. Sedangkan untuk pembangunan infrastruktur kurang dari 40% APBN dan kurang dari 10% APBD. Dengan kata lain yang dibangun oleh Pemerintah adalah para MALING berbaju para pejabat, para anggota DPR-DPRD, para pejabat Partai poliitik. Belum ada satupun Partai politik di Indonesia saat ini yang sungguh-sungguh mengusung aspirasi rakyat dari daerah sampai ke pusat lalu sukses dan berhasil diperjuangkan.

APBN dan APBD merupakan tulang punggung negara untuk meningkatkan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyatnya. Kalau kedua tulang punggung ini kemudian habis digerogoti para mafia anggaran negara dimana para pejabat pemerintah ada didalamnya, maka pastilah pembangunan nasional menjadi terkendala selama ini. Buruknya infrastruktur diberbagai kota dan daerah adalah dampak pelencengan APBN dan APBD kepada gaji PNS dan anggran rutin.

Berdasarkan hasil penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), serta Lembaga lainnya bahwa para politisi selama ini sering menggunakan dana anggaran APBN dalam lobi-lobi partai politik untuk pembenaran kepentingan keuangan parpol. Para parpol di Indonesia membutuhkan dana yang cukup besar untuk pemenangan Pemilu kedepan, dari peluang-peluang manipulasi APBN dan APBD inilah mereka bermain untuk mengumpulkan dana bagi kepentingan para partai politik. Bukan hanya politisi yang ada di pusat pemerintahan saja, bahkan juga di daerah-daerah. Sebab itu tidak mengherankan pembengkakan anggaran rutin hampir mengalahkan anggaran umum. Bahkan sudah umum diketahui adanya MAFIA ANGGARAN di DPR-RI. Dalam kondisi seperti ini, dipertanyakan efektifitas BPK serta badan pengawas kuangan negara lainnya.

Solusi pemberdayaan yang disampaikan pemerintah saat ini untuk mengantisipasi Moratorium TKI dan TKW pada Agustus 2011 mendatang, pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar Rp.20 Triliun untuk dana pemberdayaan SDM didaerah-daerah. Sementara pelaksana pemerintah daerah yang amburadul manajemennya bahkan berorientasi manipulasi maka dapat dipastikan program paska Moratorium  ini semata hanya dimanfaatkan oleh para pejabat daerah, para partai daerah untuk memperbesar peluang mereka untuk mengeduk dana rakyat untuk kepentingan suksesi Pemilu mendatang. Kalau kita perhatikan peluang waktu bagi pemerintah yang berkuasa saat ini hanya memiliki 2 tahun efektif kedepan menuju 2014, maka alokasi dana Rp.20 Triluin diatas akan tidak mungkin bisa efektif mencapai sasaran pemberdayaan rakyat. Malah akan menjadi bancakan manipulasi para pejabat sejak dari Kepala Desa, Camat, Bupati, Walikota dan Gubernur setempat bersama para partai dan DPRD. Dengan kata lain problema pembanguna Indonesia adalah pada para pejabat pemerintah sendiri dan mereka menjadi anti pembangunan Indonesia. Bahkan problema Indonesia adalah para pejabat tinggi pemerintah itu sendiri. Moratorium PNS juga sebagai solusi, akan tetapi tidak maksimal. Seharusnya pemerintah mengurangi PNS melalui seleksi penyaringan kualifikasi SDM.
Dengan kata lain alokasi kepada APBD sebenarnya hanya “pemborosan” APBN saja. Paling menyedihkan, adalah setiap tahun selalu terjadi peningkatan anggaran APBN, dan pada saat itu pula terjadi peningkatan permohonan dana alokasi daerah dan tentu saja tingkat kebocoranpun juga selaras membesar.

Untuk menutupi ketidak mampuan pemerintah dalam menciptakan lapangan pekerjaan yang tersistem dengan baik sejak dari daerah hingga pusat, maka tidak mengherankan  pengolahan Sumber Daya Manusia  lewat sektor informal TKI-TKW yang mendegradasi harkat martabat bangsa selama ini adalah merupakan satu-satunya pemasukan devisa paling menguntungkan negara dan ini merupakan peredam kondisi sosial masyarakat desa. Walau pemerintah tahu dampak negatif dari TKI-TKW ini, pemerintah seolah tidak memperdulikannya. Disaat terjadi kasus pemancungan Ruyati maka ini sangat mengejutkan pemerintah atas keteledorannya serta mengundang amarah masyarakat banyak maka peredamnya, pemerintah melakukan politik Moratorium TKI-TKW dengan membentuk Satgas baru (pemborosan biaya lagi) dan moratorium inipun hanya bersifat (adhoc) sementara waktu dan ini merupakan politik etis pemerintah yang berkuasa meredam kemarahan massa. Termasuk juga moratorium PNS untuk menutupi keteledoran alokasi APBN dan APBD seperti tertulis diatas.(Ashwnp).

Agar tulisn ini tidak menjadi polemik yang membuang energi, saya tetap tampilkan dengan alasan makna tulisan bermanfaat bagi banyak pembaca. Beberapa sumber didapat dari : 1. CyberNews. Kini Kementerian Keuangan tengah mempertimbangkan cara yang tepat untuk mengefisiensi anggaran negara, salah satunya dengan perampingan jumlah PNS yang menyedot 60% dari APBN. 2. Bisnis Indonesia. Bahkan, KPPOD menemukan ada sejumlah daerah yang komposisi belanja rutinnya menghabiskan lebih dari 90% APBD.  3. Inspirasi dari tulisan Della Anna.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun