Pekerja menyiapkan air untuk minuman ayam broiler di kandang peternakan ayam potong di Desa Ambarketawang, Gamping, Sleman. (KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO)
Kami dari peternak rakyat, sedang melakukan uji materi kepada beberapa Pasal dalam UU No.18 Tahun 2009 di Mahkamah Konstitusi (MK) di Jalan Medan Merdeka Barat Jakarta. Uji materi yang kami sampaikan adalah disebabkan ada beberapa pasal dalam UU tersebut yang sangat merugikan para peternak rakyat yang dibuktikan dengan banyaknya usaha peternakan rakyat yang bangkrut sebagai akibat usaha besar terintegrasi PMA kapitalis yang diperbolehkan oleh UU No. 18 Tahun 2009 untuk melakukan budi daya unggas, lalu mereka boleh pula untuk menjual seluruh hasil budi daya mereka di pasar pasar tradisional di seluruh Indonesia.
Akibatnya terjadilah benturan kepentingan di pasar tradisional antara produksi peternakan rakyat dengan produksi peternakan besar terintegrasi PMA. Dampaknya, produksi peternakan rakyat tidak akan bisa bersaing dengan harga produksi budi daya para perusahaan integrasi. Hal ini terjadi karena para perusahaan besar terintegrasi memiliki pabrik pakan sendiri, farm pembibitan sendiri dan budi daya sendiri, bahkan pemotongan sendiri. Pada kenyataannya sebelum UU No. 18/2009 hadir, berlaku UU No.6 Tahun 1967 yang melarang adanya budi daya yang dilakukan perusahaan besar terintegrasi dan para perusahaan besar terintegrasi juga tidak boleh menjual output produksinya di pasar tradisional.
Pada UU No. 6 Tahun 1967 yang diperbolehkan berbudi daya adalah usaha budi daya dari peternakan rakyat saja dan usaha rakyat ini memiliki pasar tersendiri, yaitu pasar tradisional. Para perusahaan besar PMA diundang pemerintah untuk berinvestasi di Indonesia adalah hanya untuk menyediakan keberadaan bibit DOC dan keberadaan pakan unggas, sedangkan budi daya diserahkan kepada usaha peternakan rakyat. Dengan diberlakukannya UU No.18 Tahun 2009 yang membolehkan perusahaan besar melakukan budi daya dan boleh menjual hasil budi daya mereka ke pasar tradisional ini sangat nyata UU yang menggusur usaha peternakan rakyat yang selama ini sudah membina dan membesarkan pasar tradisional.
“Mohon izin, Yang Mulia, saya membacakan keterangan Presiden atas permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
Dengan hormat yang bertanda tangan di bawah ini:
- Nama : Yasonna H. Laoly (Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia).
- Nama : Andi Amran Sulaiman (Menteri Pertanian).
Dalam hal ini, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri bertindak untuk dan atas nama Presiden Republik Indonesia yang dalam hal ini disebut sebagai Pemerintah. Perkenankanlah kami menyampaikan keterangan Presiden, baik lisan maupun tertulis yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan tak terpisahkan atas permohonan pengujian ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang selanjutnya disebut Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan terhadap ketentuan Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 33 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut UUD Tahun 1945, yang dimohonkan oleh Ashwin Pulungan dan kawan-kawan, yang memberikan kuasa kepada Syuratman Usman, S.H. dan kawan-kawan, untuk selanjutnya disebut sebagai Para Pemohon sesuai registrasi di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Nomor 117/PUU-XIII/2015 dengan perbaikan permohonan tanggal 17 September 2015……………..blaa…blaa
Terhadap uraian di atas, menurut Pemerintah perlu dipertanyakan kepentingan Pemohon, apakah sudah tepat sebagai pihak yang mengganggap hak dan/atau kewenangannya dirugikan atas berlakunya Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Juga apakah terdapat kerugian konstitusional Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi dan apakah ada hubungan sebab-akibat antara kerugian dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan untuk diuji.
Oleh karena itu, Pemerintah berpendapat Pemohon dalam permohonan ini tidak memenuhi kualifikasi sebagai pihak yang memiliki kedudukan hukum, sehingga adalah tepat jika Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi secara bijaksana menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima… blaa… blaa…
Terhadap ketentuan Pemohon sebagaimana dimaksud dalam permohonan Pemohon pada halaman 15 dalam pengajuan data kerugian yang disampaikan oleh Pemohon berturut-turut dari tahun ke tahun semakin bertambah, menurut Pemerintah hal tersebut tidaklah tepat karena kerugian Pemohon bukan disebabkan adanya pasal a quo, namun akibat dari pola budidaya yang masih dilaksanakan secara sendiri-sendiri, sehingga biaya produksinya tidak dapat bersaing.