Dipeternakan khususnya sektor perunggasan, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (DJPKH) sejak Pak Suhaji (alm), Pak Erwin Soetirto (alm) hingga Pak Muladno dan yang sekarang Direktur Jenderal Peternakandan Kesehatan Hewan, Drh. IKetutDiarmita MP,tidak/belum MAMPU SAMPAI KINI untuk memiliki data akurat tentang keberadaan jumlah rinci GGPS, GPS, PS pada masing masing perusahaan Breeding Farm yang ada di Indonesia.
Kalau kita membutuhkan data perunggasan atau data peternakan, selalu tidak sama antara DJPKH dengan BPS, begitu juga data yang dimiliki oleh Kementerian Perdagangan. Masing masing instansi ini memiliki data yang saling berbeda. Dapat dibayangkan bagaimana kalau mereka rapat koordinasi untuk membuat sebuah keputusan bagi kepentingan masyarakat yang bisa berjangka panjang adalah sungguh sangat fatal kerugian yang dapat diderita serta ditanggung oleh rakyat. Â
Akibat dari pemilikan data dari Pemerintah yang tidak akurat, bermunculanlah keputusan amburadul yang sangat memihak kepada para oknum IMPORTIR yaitu untuk menutupi kekurangan didalam negeri, Indonesia harus impor bahan pagan ini dan itu. Selanjutnya ada pula keputusan yang merugikan para pelaku Breeding Farm yaitu pemusnahan (Cutting) sebagian indukan bibit unggas untuk mencegah kemungkinan terjadinya over supply.
Selanjutnya, masih bermain kotornya para broker pedagang perantara di berbagai sentra pasar dalam negeri untuk perdagangan hasil unggas didalam negeri. Merekalah yang menjadi biangkerok naik dan turunnya harga Live Bird-LB (ayam baru panen) yang berdampak kepada mahalnya harga karkas di konsumen. Selalu terjadi harga LB di peternak sangat murah, akan tetapi harga karkas daging ayam dan telur mahal di konsumen.
Untuk melaksanakan AUDIT SEMUA BREEDING FARM saja dalam pekerjaan yang sederhana, masih sangat tidak MAMPU. Padahal manajemen perbibitan khusus unggas adalah sangat penting. Agar bisa membuat berbagai keputusan pengaturan di perunggasan secara benar dan solutif yang berkeadilan bagi semua pihak pilar perunggasan dan masyarakat. Pada sisi lain data rutin yang diberikan kepada Pemerintah selalu yang diberikan adalah data karangan (bukan data sebenarnya) yang dilakukan oleh pelaku Breeding Farm. Mengapa ini bisa terjadi, karena sikap lemah dan suka kompromistik negative dari para oknum pemerintah selama ini.
Jika Audit saja tidak berjalan dan tidak/belum mampu dijalankan, apalagi melakukan solusi permasalahan peternakan yang lebih besar serta rumit yang solusinya memerlukan sistem perlibatan semua pihak terkait. Selanjutnya, apalagi mau mensolusi kepada akar permasalahan di peternakan yaitu UU yang tidak berkeadilan  UU No.18/2009 Jo. UU No.41/2014 yang bisa melibatkan Menteri Pertanian, Presiden dan pihak Legislatif. Atau apalagi mau mensolusi permasalahan mahalnya harga daging sapi dan permasalahan mahalnya harga pakan unggas atau memandirikan Indonesia sebagai sentra daging dunia dan sebagainya.
Usul untuk masukan kepada Dirjen PKH I Ketut Diarmita bersama Menteri Pertanian RIÂ Andi Amran Sulaiman serta Kementerian terkait, untuk mensolusi permasalahan turun naiknya harga komoditas perunggasan, penulis mengusulkan di perunggasan agar segera membuat HET (Harga Eceran Tertinggi) dan HEB (Harga Eceran Bawah) untuk harga DOC-FS, Pakan Unggas semua jenis dan Ayam Panen (Live Bird) per Kg tanpa pengecualian, diusulkan dalam ketentuan PERPRES {Peraturan Presiden} atau KEPPRES. Hal ini penting untuk mempersempit peluang para Broker dan pedagang nakal mengambil untung yang besar secara tidak bermoral. (Ashwin Pulungan)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H