Adakah pihak asing dalam setiap investasinya di Indonesia atau mereka investasi dinegara lain bisa mendatangkan kemampuan yang sama atas investasi modal, teknologi serta marketing berjaring Internasional bagi sebuah Negara dimana mereka berinvestasi. Jawabannya tidak ada dan kalaupun ada Negara yang bisa maju kemampuan teknologinya, adalah kemampuan SDM individu warga Negara dari sebuah bangsa yang mampu memanfaatkan investasi asing tersebut pada negaranya dengan cara mencari sendiri serta memberi nilai tambah terhadap teknologi investasi asing itu. Kalimat serta persepakatan yang diumbarkan selama ini tentang "Alih teknologi, alih kemampuan, alih keterampilan" adalah omong kosong sebagai penyenang sementara.
Sudah berapa lama Indonesia mendapatkan informasi berbagai investasi yang bersifat nilai tambah, sudahkah kita mampu untuk merebut, membuat teknologinya secara mandiri ? selama sejak tahun 1970 hingga kini. Malah para investor asing tersebut masih saja berada di Indonesia dan pabriknya semakin besar jika tidak ada berbagai budaya demo buruh, bahkan mereka semangkin makmur dengan menguras bagian peluang devisa yang sebenarnya itu adalah haknya bangsa Indonesia.
Dari informasi diatas, bisa kita simpulkan, tidaklah mungkin sebuah teknologi asing bisa kita manfaatkan dengan cara mudah dalam predikat "alih teknologi" (itu bohong besar), kecuali anak bangsa Indonesia melakukan penelitian yang mendalam dan tentu melalui kemampuannya setelah mendapatkan pendidikan keterampilan dan pendidikan yang bisa mengantar anak bangsa Indonesia melakukan kemampuan penelitian secara ilmiah (Perguruan Tinggi).
Semua jenjang pendidikan Nasional Indonesia dari sejak SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi (PT) harus semata untuk melahirkan kemampuan terbukti, untuk mendatangkan manfaat bagi semua, untuk meraih kesejahteraan seluruh bangsa Indonesia. Makna kalimat ini telah tertuang pula didalam pembukaan UUD 1945.
Pendidikan adalah hal yang sangat penting bagi sebuah bangsa untuk memampukan sebuah bangsa agar bisa mandiri serta berswasembada dalam meningkatkan nilai tambah segala potensi mineral tambang, potensi daratan, potensi kelautan serta potensi udara dari sebuah bangsa dan Negara. Kebangkitan kemajuan sebuah bangsa adalah terukur dari tingginya kemampuan anak bangsa dalam mengaplikasikan penerapan ilmu pengetahuannya didalam bangsa itu sendiri. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berketerampilan dan berpendidikan tinggi, adalah asset bangsa.
Diantara bangsa-bangsa dan diantara berbagai Negara, terjadi persaingan peningkatan nilaitambah yang bertarung dalam efisiensi tertinggi serta pembentukan jaringan marketing yang menglobal dari sebuah nilai tambah dalam bentuk produk jadi yang massal. Oleh karena itu, berbagai Negara maju, dalam mendapatkan efisiensi tertinggi serta design yang presisi, sebuah produk bernilai tambah sudah dikerjakan dengan teknologi robotisasi disetiap pabrikasi mereka.
Mampukah Indonesia bersaing dengan beberapa Negara Kapitalis yang sudah memproduksi nilai tambahnya secara robotisasi dengan kita di Indonesia yang masih mengandalkan tangan manusia ? (Umpamanya). Kecuali kita juga menggunakan teknologi yang sama dengan mereka ditambah dengan kemampuan design lengkap yang lebih bagus tentunya. Sangat banyak potensi SDA yang direbut dan dieksploitasi hanya untuk kerakusan keuntungan investasi pihak asing sehingga anak bangsa tidak bisa berpeluang untuk menguasai dan memanfaatkan SDA sendiri. Apalagi ada strategi konspirasi asing secara halus yang memang menterpurukkan kemampuan SDM Indonesia melalui tangan-tangan para penentu kebijakan di Negara Indonesia sendiri. Pihak asing sangat sadar bahwa jika bangsa Indonesia memiliki kemampuan yang mandiri dan bisa mengolah SDA-nya sendiri, maka Indonesia akan menjadi Negara dan bangsa super power dunia. Bagi pihak asing hal ini ditakuti dan tidak boleh terjadi kedepan.
Penghancuran Sumber Daya Manusia Terdidik diantaranya :
1.Pendidikan di Ganggu dan Di mahalkan.
a. Pendidikan dasar, menengah, atas dimahalkan seperti yang pernah terjadi pada berjalannya secara salah RSBI (SBI) dahulu yang mengkastakan pendidikan kita, malah para petinggi sekolah senang karena mereka mendapatkan uang berlebihan dari komersialisasi pendidikan. Walaupun sekarang sudah dihilangkan pola SBI, akan tetapi pola budaya para guru dan kepala sekolah masih berjalan pengaruh budaya hedonis. Selanjutnya gonta-ganti kurikulum.