Indonesia merupakan Negara yang memiliki cadangan gas alam terbesar didunia 152,89 TSCF (Triliun Standard Cubic Feet) disamping masih banyak lagi sumber cadangan diberbagai daerah lainnya (Blok Natuna, Blok Cepu dll). Sebanyak 104,71 TSCF merupakan cadangan terbukti dan 48,18 TSCF merupakan cadangan potensial. Anehnya pengelolaan usaha gas dilaksanakan atau dikontrakkan kepada pihak investasi asing (seperti Exxon Mobil) oleh PT. Pertamina.
Gas bumi sebagai sumber energi dan sumber bahan baku memiliki peran penting di Indonesia saat ini dan masa mendatang. Potensi gas bumi yang dimiliki Indonesia berdasarkan status tahun 2008 mencapai 170 TSCF dan produksi per tahun mencapai 2,87 TSCF, dengan komposisi tersebut Indonesia memiliki reserve to production (R/P) mencapai 59 tahun. Yang kini masih dalam studi tercatat ada lagi cadangan sebesar 453,30 TSCF (potensi shale gas) yang tersebar pada 11 daerah. Hal ini dikatakan Direktur Pembinaan Usaha Hulu Ditjen Migas Kementerian ESDM, Edy Hermantoro, dalam Round Tabel Discussion tentang Renegosiasi Harga Jual Gas Bumi dan Permasalahannya di Warung Daun Cikini Jakarta (21 Juni 2012).
Dengan potensi sangat besar cadangan gas ini serta produksi nyata, tidaklah mungkin harga gas untuk konsumsi energi rumahtangga bagi rakyatnya sendiri di Indonesia mencapai harga semahal seperti sekarang ini. Pasti ada yang salah urus, salah manajemen atau adanya kemungkinan manipulasi.
[caption id="attachment_303755" align="aligncenter" width="599" caption="Pemerintah salah me-menejemen energi nasional. Sebagai negara yang memiliki cadangan gas terbesar dunia, rakyat Indonesia sulit menggunakan gas untuk memasak"][/caption]
Kita akan menjadi bingung, mengapa ada gas bernama LPG (Liquefied Petroleum Gas) dan LNG (Liquefied Natural Gas) ? Secara singkat, LPG adalah bagian produksi (bisa sebagai by product) dari penyulingan minyak mentah menjadi BBM yang terdiri dari komposisi Propane (C3H8) 30% dan Butane (C4H10) 70%. Sedangkan LNG berasal dari gas alam yang sudah terjadi sendiri di alam. Komposisi LNG adalah propane, ethana, Iso-butana, normal-butana, iso pentana +, serta ada kandungan H2S. LNG dapat disimpan dalam temperature yang sangat rendah dalam - 150 derajat C dengan tekanan 17 bar.g. Jadi secara ekonomis, harga produksi LNG akan sangat lebih murah dari harga produksi LPG. Seharusnya Pemerintah mengambil kebijaksanaan untuk secepatnya menukar LPG dengan LNG karena akan lebih ekonomis lebih murah dan efisien. Mengapa Pemerintah mengutamakan LPG dalam mengawali konversi mitan ke gas ? Ini merupakan grand design untuk mengelabui konsumen kedepan LNG isi sebenarnya akan tetapi terlanjur disebut LPG sehingga harganya bisa mahal tergantung mahalnya produksi BBM Nasional. Bisa jadi selama ini, isi tabung gas yang kita pakai berisi LNG akan tetapi masih disebut LPG (elpiji). Disini keterbukaan, kejujuran PT.Pertamina sebagai BUMN di perlukan untuk transparan.
Pada saat konversi Minyak Tanah (Mitan) ke gas LPG (tahun 2007), pemerintah mengatakan dengan gencarnya "Tujuan utama konversi mitan ke LPG adalah untuk mengurangi subsidi mitan yang sudah berlangsung cukup lama membebani keuangan negara dan LPG menjadi pilihan karena biaya produksi LPG jauh lebih murah kalori LPG lebih tinggi dibanding mitan". Besaran subsidi mitan ketika itu dinyatakan pemerintah sudah mencapai Rp. 25 Triliun dan akan membesar sesuai dengan kenaikan harga minyak mentah dunia. Keputusan Menteri ESDM No.3175 K/10/MEM/2007 dan Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2007 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Penetapan Harga Liquefied Petroleum Gas (LPG) Tabung 3 kg, mengokohkan PT. Pertamina mengemban amanat untuk menjaga kestabilan pasokan LPG 3 kg ke masyarakat serta menyediakan infrastruktur LPG 3 kg. Bahkan PT. Pertamina telah dibayar mahal oleh Pemerintah untuk melakukan pendistribusian LPG 3 kg yang nilainya jauh lebih besar ketika mendistrbusikan mitan. Dengan kata lain, atas berhasilnya Pemerintah menkonversi dari mitan ke LPG selogan yang selalu dikumandangkan adalah "Konversi Minyak Tanah ke LPG menggerakkan perekonomian dan menghemat energi". Sampai dengan 2010 selama ±3 tahun, pemerintah berhasil mencapai penghematan sebesar Rp. 19,34 Triliun. Artinya, kerugian sebanyak Rp. 25 Triliun dapat tertutupi dengan penghematan Rp. 19,34 Triliun.
Kemudian, LPG 12 kg, 50 kg untuk kebutuhan industri dan sektor komersial, diberikan hak kepada PT.Pertamina untuk bebas  menentukan harga sesuai dengan harga keekonomian tanpa adanya subsidi dari Pemerintah. Tentu perhitungan dagang telah dikaji oleh PT.Pertamina sebagai monopoli perdagangan gas di Indonesia dengan biaya harga pokok, harga distribusi dan keuntungan yang telah ditetapkan. Dengan posisi dagang seperti ini (monopoli usaha), PT.Pertamina tidak mungkin mengalami kerugian dalam perdagangan gas LPG 12 kg dan 50 kg.
Gas LPG yang keseharian kita pakai, merupakan merek dagang produksi PT.Pertamina dengan komposisi Propane 30% dan Butane 70%. Kita selama ini, tidak akan bisa mengetahui tanpa penelitian, apakah yang berada didalam tabung gas yang kita beli selama ini masihkah memakai LPG-kah atau sudah sepenuhnya memakai LNG yang jauh lebih murah harganya.
Sangat mengejutkan, PT. Pertamina (Persero) yang merupakan BUMN dalam enam tahun terakhir sejak tahun 2007 dikatakan oleh manajemen PT. Pertamina mengalami total kerugian mencapai Rp. 22 Triliun. Dalam tahun 2013 ini saja mengalami kerugian Rp. 5,7 Triliun. Jadi dimana pernyataan adanya penghematan Rp. 19,34 Triliun (2007-2010). Dalam hal ini, masyarakat disuguhkan dengan pernyataan kerugian PT.Pertamina yang tidak transparan serta adanya alasan kenaikan harga gas internasional serta didukung oleh Pemerintah.
Pernyataan Menko Perekonomian Hatta Radjasa baru-baru ini adalah sangat ngawur, dengan mengatakan "Pihak pemerintah tidak memiliki kewenangan melarang PT.Pertamina (Persero) menaikkan harga LPG 12 kg, hal itu adalah murni kebijaksanaan perusahaan"
Pernyataan Menko Perekonomian ini mengundang tertawaan banyak orang, karena semua orang tahu PT. Pertamina adalah BUMN dan penentuan pimpinan PT.Pertamina ditentukan oleh Pemerintah. Bahkan PT. Pertamina sebagai operator distribusi gas disamping BBM di Indonesia ditetapkan dengan UU, Kepmen dan Perpres.