Judul diatas disimpulkan dari pidato SBY pada tanggal 10 Desember 2012 dalam sambutan Presiden RI pada puncak peringatan "Hari Anti Korupsi Sedunia" Tahun 2012 di Istana Negara. Acara ini dihadiri oleh jajaran Kabinet Indonesia Bersatu II, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad, Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo, Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono, Jaksa Agung Basrief Arief, Ketua BPK Hadi Poernomo, pimpinan MPR, para kepala daerah, serta para undangan pejabat teras lainnya.
Pidato SBY 10 Desember 2012 untuk sambutan "Hari Anti Korupsi Sedunia" membahayakan serta memperlemah pemberantasan Korupsi di NKRI
Bagian transkrip pidato itu adalah : "Terus terang pengalaman impiris kita selama delapan tuhun lebih ini, saya menganalisis ada dua jenis korupsi. Pertama, memang korupsi itu diniati oleh pelakunya untuk melakukan korupsi, ya sudah good bye. Tetapi ada juga kasus-kasus korupsi terjadi karena ketidak-pahaman seseorang pejabat bahwa yang dilakukan itu keliru dan itu berkategori korupsi. Maka negara wajib menyelamatkan mereka-mereka yang tidak punya niat untuk melakukan korupsi, tapi bisa salah di dalam mengemban tugas-tugasnya, tugas yang datang siang dan malam, kadang-kadang memerlukan kecepatan pengambilan keputusan, memerlukan kebijakan yang tepat. Jangan biarkan mereka dinyatakan bersalah dalam tindak pidana korupsi".
Bagian transkrip ini memiliki beberapa sasaran pembenaran dan pembelaan untuk bisa dimanfaatkan bagi perlindungan kejahatan kedepan :
- Sdr. Boediono yang saat ini sebagai Wakil Presiden RI dan kasusnya terjadi disaat Boediono menjabat Direktur Bank Indonesia dalam kasus Bank Century,
- Sdri. Sri Mulyani Indrawati yang saat itu sebagai Menteri Koordinator Ekonomi dan Keuangan RI dan juga terlibat dalam kasus Bank Century,
- Diri sendiri dari Sdr. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang kemungkinan kuat terlibat dalam keputusan puncak kasus Bank Century,
- Sdr. Andi Alfian Mallarangeng mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) yang baru saja mengundurkan diri dan kini menjadi tersangka KPK kasus manipulasi proyek APBN Hambalang,
- Sdr. Anas Urbaningrum Ketua Umum Partai Demokrat terlibat banyak kasus manipulasi APBN untuk kepentingan Partai, kelompok dan diri pribadi.
Seluruh rakyat Indonesia sangat paham, bahwa pembantu Presiden RI atau pejabat tinggi negara baik di pusat pemerintahan maupun didaerah dalam NKRI ini, adalah merupakan SDM yang mumpuni dan mampu memimpin organisasi pemerintahan serta mereka semua adalah orang-orang yang diharapkan oleh negara dan bangsa serta seluruh rakyat dapat melakukan pengawasan serta pembenahan terhadap jalannya roda pemerintahan termasuk pengawasan realisasi APBN dan APBD. Justru para pejabat pemerintah diangkat sebagai pimpinan adalah untuk dapat mengendalikan serta mengawasi segala sesuatu yang berkaitan dengan kelangsungan pemerintahan di NKRI ini. Apabila ada pejabat yang tidak paham terhadap kemungkinan adanya korupsi pada jajaran yang dia pimpin, maka pejabat tersebut adalah pejabat tolol, bodoh, bloon yang pantas secepatnya dipecat dari jabatannya.
Kalau SBY membenarkan adanya kinerja pejabat yang tidak paham bahwa yang dilakukannya berkategori korupsi, maka pejabat itu adalah pejabat yang sangat tidak cerdas dan sangat tidak pantas memegang jabatan tersebut. Apalagi pejabat yang tidak paham yang dilakukannya berkategori korupsi, negara wajib menyelamatkan mereka para pejabat yang tidak cerdas itu. Ini adalah pernyataan konyol yang disampaikan oleh seorang Presiden RI dan sejarah NKRI sudah mencatatnya berupa "Pidato Presiden Yang Sangat Konyol" yang disampaikan pada acara sambutan puncak peringatan "Hari Anti Korupsi Sedunia" Tahun 2012 di Istana Negara. Apalagi dalam alinea transkrip pidato itu ada mengatakan "bahwa memberantas korupsi itu adalah sebuah upaya dan agenda berkelanjutan never ending goal, unfinished agenda. Itu yang harus kita pahami kata Presiden SBY.
Banyak dari rakyat Indonesia menyesalkan serta menyayangkan pidato SBY tersebut dan rakyat banyak menyatakan bahwa "pemerintah SBY akan membela pejabat yang melakukan tindak pidana korupsi karena kesalah-pahaman atau ketidak-tahuan atas kebijakan yang diambil sehingga berkategori korupsi". Korupsi yang dilakukan koruptor adalah tindak kejahatan pidana dan itu merupakan musuh terbesar dari seluruh rakyat Indonesia. Semua pajabat di NKRI ini wajib paham terhadap seluruh undang-undang (UU) dan perangkat aturan yang berkaitan dan pejabat itu diamanatkan oleh seluruh rakyat adalah sebagai figur pelaksana UU. Justru seluruh rakyat mengharapkan bahwa pejabat itu diangkat adalah untuk bisa mengawasi dan bisa menjalankan roda pemerintahan dengan efisien dan efektif serta dapat memberantas korupsi berdasarkan UU. Kalau ada pejabat yang tidak paham bahwa yang dilakukannya adalah keliru dan berkategori korupsi maka itu adalah dipastikan tindakan pidana korupsi yang sangat melanggar UU Korupsi yang berlaku.
Seharusnya Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menarik kembali pidatonya atau meralat pidato tersebut agar tidak menjadi preseden yang buruk dikemudian hari bagi penegakan hukum dan penindakan korupsi yang berkelanjutan di NKRI kedepan (never ending goal, unfinished agenda). Pidato SBY ini sebenarnya sangat berbahaya dalam memperlemah semangat pemberantasan Korupsi di Indonesia. (Ashwin Pulungan)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H