Oleh karena itu, Sekolah Menegah Atas dari keputusan Kepala Sekolah bersama Komite Sekolah selalu membuat beraneka rincian biaya yang kalimatnya bisa aneh-aneh dan bisa setiap sekolah berbeda strategi kalimatnya seperti :
- Iuran Bulanan (Ini sudah baku dan lumrah selama tidak ada Subsidi Pemerintah),
- Iuran Osis/Tahun (Tidak lumrah, inikan kebutuhan organisasi siswa),
- Tabungan Siswa/Tahun (Tidak lumrah),
- Iuran Perpustakaan/Tahun (Tidak lumrah),
- Iuran Asuransi/Tahun (Tidak lumrah),
- Iuran Lintas Sektoral/Tahun (Ini lucu dan tidak lumrah),
- Iuran Laboratorium/Tahun (mungkin bisa lumrah),
- Titipan Karya Wisata/Tahun (Sudah diambil diawal,Tidak lumrah),
- Cicilan LKS-Lembar Kerja Siswa (Sangat tidak lumrah).
Jumlah b. sampai i. bisa bervariasi sejumlah Rp. 200.000,- s/d Rp.300.000,-. Bahkan ada yang menetapkan bahwa kenaikan kelas harus ada pendaftaran ulang dari para murid, seperti kondisi murid baru. Pembodohan model seperti ini tentu untuk memback-up rekayasa pengelembungan biaya yang akan dibebankan kepada para orangtua murid.
Jika ada pribadi Komite Sekolah yang kritis dan selalu menyuarakan aspirasi para orangtua murid, maka sang anggota tidak akan lama bisa betah menjadi anggota KS serta bisa saja diganti dalam waktu cepat oleh Kepala Sekolah (KepSek).
Bila didalam suatu lembaga pendidikan terjadi rekayasa dan pembodohan seperti ini, tentu para murid akan mengetahui permainan kotor dan karangan konyol seperti ini yang tentunya akan berdampak kepada kualifikasi para anak didik kita kedepan. Sekolah saya saja dahulu juga melakukan trik manipulasi untuk pembiayaan sekolah tanpa melalui musyawarah dan permufakatan yang baik serta aspiratif.
Pendidikan Nasional di Indonesia sudah sedemikian parahnya. Belum lagi permasalahan sekolah Internasional palsu bohong-bohongan seperti RSBI yang menggunakan atas nama Internasional dengan fasilitas ruang ber-AC, ber-proyektor, ber-laptop, berpura-pura berbahasa Inggris tapi kualitas pendidikan rendah. Selanjutnya membebani para orangtua murid dengan biaya pendidikan sangat mahal. Sudah saatnya UU No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem pendidikan Nasional diuji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Beginilah kalau para anggota DPR-RI yang tidak berkualitas sebagai wakil rakyat menghasilkan UU No.20 tahun 2003 yang berdasarkan pesan seponsor atas nama Uang Yang Maha Kuasa. Maka Rakyat-lah yang disengsarakan oleh DPR-RI. (Ashwin Pulungan)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H