Mohon tunggu...
Ashwin Pulungan
Ashwin Pulungan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Semoga negara Indonesia tetap dalam format NKRI menjadi negara makmur, adil dan rakyatnya sejahtera selaras dengan misi dan visi UUD 1945. Pendidikan dasar sampai tinggi yang berkualitas bagi semua warga negara menjadi tanggungan negara. Tidak ada dikhotomi antara anak miskin dan anak orang kaya semua warga negara Indonesia berkesempatan yang sama untuk berbakti kepada Bangsa dan Negara. Janganlah dijadikan alasan atas ketidakmampuan memberantas korupsi sektor pendidikan dikorbankan menjadi tak terjangkau oleh mayoritas rakyat, kedepan perlu se-banyak2nya tenaga ahli setingkat sarjana dan para sarjana ini bisa dan mampu mendapat peluang sebesarnya untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang produktif dan bisa eksport. Email : ashwinplgnbd@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Konspirasi Kotor Bikin UU No.18 Tahun 2009

13 Desember 2014   15:51 Diperbarui: 20 Agustus 2015   08:27 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

UU No.18 Tahun 2009 inilah, yang meluluh lantakkan usaha budidaya peternakan rakyat terutama unggas diseluruh Indonesia hingga kini. Peternakan Rakyat sudah tidak dapat berperan lagi secara utuh seperti semula. Hal ini bisa terjadi karena ada Pasal dalam UU ini yang membolehkan secara syah bahwa PMA dapat melakukan usaha budidaya peternakan unggas dan dapat pula menjual sepenuhnya hasil produksi mereka didalam pasar Indonesia termasuk pada pasar tradisional disamping PMA sudah lama memiliki usaha Breeding Farm dan pabrik pakan unggas. Sebagaimana tertuang pada UU No.6/1967, "Pemerintah mengusahakan agar sebanyak mungkin rakyat menyelenggarakan peternakan" (Pasal 10 ayat 1) telah tercabut didalam UU No.18 Tahun 2009 (tentang Peternakan & Kesehatan Hewan). Konspirasi ini diwujudkan disaat perputaran usaha perunggasan Nasional per tahun telah mencapai Rp. 130 Triliun saat itu. Menteri Pertanian disaat itu adalah sdr. DR. Ir. Anton Apriyantono (kader politisi PKS).

Konspirasi jahat pembuatan RUU Peternakan dan Kesehatan Hewan dengan cara, PMA membuat terlebih dahulu draft RUU versi PMA, lalu draft RUU dimasukkan kepada Perguruan Tinggi (IPB-Bogor) dan di IPB digodok serta diseminarkan berkali-kali sehingga seolah-olah RUU ini berasal dari Perguruan Tinggi sehingga muncullah draft baru RUU versi PT-IPB hal ini bisa dilakukan dengan cara PMA memberikan biaya yang cukup besar kepada petinggi PT-IPB dan pengurus harian Organisasi Kemahasiswaan IPB. Selanjutnya diseminarkan lagi pada beberapa Perguruan Tinggi lainnya dan terakhir di PT kota Mataram atas pembiayaan dari PMA tertentu yang sama. Lamanya penggodogan RUU di berbagai PT dijadikan alasan kuat bahwa RUU telah matang karena sudah melalui berbagai proses seminari yang panjang dan seolah sudah melibatkan semua pilar asosiasi peternakan, maka sudah sepantasnya RUU dimasukkan ke DPR-RI. Setelah RUU masuk DPR-RI pada tahun 2009 (saat itu sedang mulai Pemilu) dengan kekuatan uang, PMA membayar para anggota DPR-RI Komisi terkait agar RUU mulus menjadi UU. Ketika itu, anggota DPR-RI yang paling gigih mendukung PMA unggas adalah Dr.Ir.Suswono-kader PKS (jadi Mentan pada Kabinet SBY). Asosiasi Peternakan Rakyat yang selalu diundang pemerintah adalah asosiasi rekayasa PMA yang mengatas namakan peternak rakyat seperti GOPAN dan FMPI, kedua organisasi inilah yang menggantikan peran PPUI yang selama ini menyuarakan aspirasi peternak rakyat yang sebenarnya. Asosiasi yang memalsukan nama rakyat ini (GOPAN), adalah salah satu bentukan konspirasi PMA dengan Prof. Dr.Ir. Bungaran Saragih (mantan menteri Pertanian era Megawati SP). (banyak PT dijadikan ajang Regulation Laundring oleh PMA pada saat itu).

Sejak pergantian UU No.6 Tahun 1967 menjadi UU No.18 Tahun 2009, kondisi usaha perunggasan Nasional berubah drastis yang tadinya Peternakan berbasis ekonomi kerakyatan yang padat karya sejak tahun 1968-2009 berubah menjadi Peternakan berbasis kapital besar industri terintegrasi 2010-2012 (neo-liberalisasi). Pada saat ini, peran ekonomi kerakyatan dalam sektor perunggasan Nasional menjadi tercabut serta dihilangkan dan tidak berfungsi sama sekali. Padahal sejak tahun 1968 pemerintah telah mengeluarkan dana puluhan Triliun rupiah kumulatif untuk sosialisasi unggas ras kepada masyarakat peternak dan konsumen sejak dalam program Inmas dan Bimas unggas di masa lalu agar rakyat mau beternak ayam ras dan mau pula mengkonsumsi daging ayam ras (disinilah awal historis peran serta keterlibatan peternak rakyat dalam pembudidayaan unggas).

Ketahanan Pangan yang digagas oleh pemerintah selama ini, telah menimbulkan distorsi pada tatanan usaha perunggasan Nasional dan mempengaruhi secara kuat terhadap pasal-pasal dalam UU No.18 Tahun 2009. Pengertian ketahanan pangan pada birokrasi pemerintah ternyata berupa kemampuan penyediaan pangan yang tidak ditujukan pada kemampuan swasembada pangan dari dalam negeri, akan tetapi, dari manapun penyediaan pangan bisa didapat apakah berasal dari impor sekalipun, tidak menjadi masalah dan terpenting adalah kecukupan pangan Nasional bisa terpenuhi. Akibatnya, para pengusaha mendapat angin segar untuk terbiasa mengimpor bahan baku (jagung). Hal ini berakibat kepada pembinaan petani dan peternak didalam negeri dari pemerintah menjadi terabaikan, serta kekosongan potensi dalam negeri diambil alih oleh para perusahaan PMA apalagi UU-nya mendukung untuk itu. Perusahaan PMA unggas juga sudah lama sebagai perusahaan asing yang berperan berniaga bahan baku dan mereka juga sebagai importir besar bahan baku kebutuhan industri unggas. Walaupun PMA mengelola usaha industri unggas secara terintegrasi, tetap saja tidak terjadi efisiensi usaha perunggasan bahkan harga produksi unggas konsisten menjadi sangat mahal. Mahalnya komoditi hasil unggas pada pasar konsumen, selalu dari pihak pemerintah tidak cepat untuk mengambil tindakan antisipasi dan solusi. Jika pemerintah konsisten dengan konsep ketahanan pangan, seharusnya pemerintah mengimpor saja daging unggas dan telur dari luar negeri jika hasil industri unggas kita selalu mahal dikonsumen. Saat ini tidak ada alasan bahwa impor daging ayam dan telur ayam akan mematikan usaha peternakan rakyat karena usaha peternakan rakyat hanya tinggal ± 4% - 6% dari pangsa pasar Nasional. Selebihnya adalah penguasaan pangsa pasar secara dominan oleh industri PMA dan PMDN besar. Dalam hal mensolusi mahalnya harga daging unggas didalam negeri, pemerintah selalu enggan untuk membuka perizinan impor daging unggas karena pemerintah lebih membela serta melindungi perusahaan PMA unggas dari pada membela peternak rakyat.

1418435097491074674
1418435097491074674

Sejak peluncuran UU No.18 Tahun 2009 hingga kini, para perusahaan besar unggas terutama para perusahaan PMA terintegrasi, telah mendominasi pangsa pasar unggas Nasional sebesar ±80% dan perusahaan PMDN ±16% lalu peternakan rakyat mandiri yang masih bertahan hanya tinggal ±4% saja itupun tinggal menghitung hari menuju kebangkrutannya. Bisa dibayangkan berapa besarnya kerugian peternak rakyat serta pemerintah dalam sektor perunggasan ini. Pada kenyataannya, telah terjadi penciptaan pengangguran dari para peternak rakyat disamping kerugian modal yang dideritanya serta kerugian keterampilan budidaya unggas. Selanjutnya pemerintah telah menyia-nyiakan dana kumulatif ratusan triliun rupiah yang berasal dari rakyat sejak sosialisasi ayam ras hingga tahun 2009. Pada saat ini dengan berlakunya UU No.18 Tahun 2009 fungsi Pemerintah Pusat dan Daerah cq. Kementerian Pertanian RI dan Dinas-Dinas Peternakan hanya mengurus peternakan PMA terintegrasi alias kacungnya industri investasi asing dan mereka masih digaji dari uang rakyat, ironinya pemerintah tidak mengurus rakyatnya dan bangsanya sendiri (blunder) untuk bisa berpeluang usaha budidaya peternakan rakyat. Peta usaha perunggasan Nasional inilah yang membuktikan, bahwa apapun kebijakan Pemerintah saat ini untuk mengatakan pembangunan peternakan unggas di Indonesia, tidak ada artinya bagi rakyat, karena keterlibatan rakyat dalam usaha peternakan unggas sudah tidak ada lagi. Yang mendominasi usaha perunggasan Nasional adalah para perusahaan industri kapitalis PMA dan PMDN. Jadi keberadaan pemerintah khususnya Kementerian Pertanian dan para Dinas Peternakan di daerah adalah untuk mengurus para perusahaan industri asing PMA dan PMDN itu. Mengherankan, keberadaan eksistensi Pemerintah ini dibiayai gaji dan fasilitasnya oleh seluruh rakyat dalam APBN dan APBD, tapi pemerintah tidak memberdayakan ekonomi rakyatnya sendiri, malah investasi asing industri besar PMA difasilitasi.

Setelah unggas ayam ras menjadi potensi ekonomi yang perputarannya telah mencapai ±Rp. 360 triliun/Tahun saat ini, dan potensi yang besar dan tetap terus bertumbuh cepat itu, tiba-tiba setelah berpotensi ekonomi cukup besar, porsi ekonomi ungggas diserahkan begitu saja secara aklamasi kepada PMA melalui UU No.18 Tahun 2009. Jika saat ini ada perubahan kenaikan dan penurunan harga bahan baku unggas seperti DOC dan Pakan, itu artinya hanya berdampak sangat kecil pada posisi jumlah peternakan rakyat yang tidak lebih dari ± 4% - 6% dari pangsa pasar Nasional.  Artinya perubahan apapun dalam harga bahan baku unggas saat ini, tidak akan signifikan merubah manfaat ekonomi perunggasan Nasional terutama bagi peternakan rakyat yang hanya tinggal ± 4% - 6% dari posisi pembudidayaan tahun 1968-2009 jumlah peternak pembudidaya diseluruh Indonesia tercatat mencapai ± 80.000 peternak .

Lucunya, perunggasan Nasional yang telah dilakukan secara terintegrasi oleh para perusahaan PMA dan bahkan telah menguasai pangsa pasar Nasional ±80%, hasil industri unggas tidak juga bisa menciptakan efisiensi harga protein unggas di dalam negeri seperti daging ayam dan telur ayam tetap saja berada pada posisi harga di konsumen yang sangat mahal. Secara manajemen intern perusahaan PMA, mereka sebenarnya memiliki efisiensi yang tinggi dan keuntungan yang sangat besar. Hal ini bisa terjadi karena usaha perunggasan dijalankan secara monopoli, oligopoli dan kartel melanggar UU No.5 Tahun 1999 tentang "Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat". Bahkan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) tidak mampu dan tidak mau secara gigih untuk mendapatkan bukti-bukti pelanggaran tersebut. PPUI dalam kepemimpinan H.Alie Abubakar HA.(Alm) sudah beberapa kali menyampaikan pengaduan ke KPPU sejak Januari 2003. Malah ekonom Faisal Basri ketika itu sebagai petinggi KPPU mengatakan pada konperensi pers-nya tidak ditemukan perbuatan Monopoli dan Kartel dalam usaha perunggasan Nasional. Betapa besarnya keuntungan pertahun yang bisa diperoleh para perusahaan industri PMA memeras konsumen Indonesia selama ini sejak sebelum tahun 2009 yang lalu hingga kini dan pemerintah terlihat pura-pura tidak tahu.

Mengapa harga daging & telur ayam mahal dikonsumen saat ini ? ada beberapa sebab :

    1. Adanya monopoli usaha (±80% pangsa pasar Nasional) dalam tata-niaga unggas yang di pegang serta dikuasai oleh perusahaan asing PMA sehingga persediaan dapat dengan mudah direkayasa berkurang-berlebih apalagi menjelang hari-hari besar,
    1. Adanya kartel sehingga harga produksi dan harga bahan baku peternakan untuk para peternak diluar kelompok para perusahaan monopoli dan kartel akan mendapatkan harga yang serempak mahal,
    1. Para perusahaan monopoli PMA, selalu memanfaatkan adanya daya beli masyarakat yang bersifat sementara musiman (hari besar agama, lebaran, natal) seperti dari dampak adanya realisasi BLSM (Balsem), KKS, KIS, serta adanya alasan kenaikan BBM bersubsidi,
    1. Semua yang terjadi pada butir 1.,2. dan 3. diatas, adalah didukung oleh UU No.18 Tahun 2009 tentang Peternakan & Kesehatan Hewan yang membolehkan para perusahaan industri besar termasuk PMA perunggasan melakukan usaha secara terintegrasi penuh (monopoli) serta boleh memasarkan sepenuhnya hasil produksi budidayanya kepasar dalam negeri. Akibatnya banyak peternak unggas pembudidaya yang mati usaha (perhatikan UU No.18/2009 Pasal 2, Pasal 29 ayat 1, Pasal 36 ayat 1),
    1. Besarnya perusahaan industri PMA perunggasan mengeluarkan biaya siluman untuk menyogok para pejabat pemerintahan di Kementerian terkait (regulator) dan pejabat dari instansi penegakan hukum lainnya agar pelanggaran hukum mereka bisa ditutupi dan tidak dikenai sanksi hukum,
    1. Pemerintah termasuk KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) tidak dapat lagi mengawasi serta menegur para perusahaan yang melakukan upaya kejahatan ekonomi disektor perunggasan karena UU-nya sudah merestui dan membuka peluang besar terhadap adanya kejahatan ekonomi dalam masyarakat. Bayangkan saja perputaran pada sektor perunggasan per tahun saat ini sudah mencapai Rp.360Triliun dan dikuasai oleh pelaku Monopoli & Kartel PMA ±80% (penegakan hukum yang sangat lemah).

Hadirnya beberapa investasi asing dalam sektor usaha perunggasan di Indonesia, ternyata tidak bisa mengefisienkan harga daging ayam dan telur di konsumen sehingga bisa terjangkau dan mencukupi untuk semua masyarakat Indonesia. Anehnya, kehadiran para perusahaan PMA dan PMDN malah memahalkan harga produksi unggas Nasional dan bahkan menjadi termahal didunia. Untuk apa pemerintah mengundang PMA model pengusaha rampok seperti ini ? Kalau tidak bisa mengefisienkan harga produksi perunggasan Nasional ? Malah pemerasan dan eksploitasi konsumen Indonesia telah terjadi lama dan dibiarkan oleh Pemerintah cq. Kementerian Pertanian RI.

Selama ini, para perusahaan industri perunggasan PMA, hasil produksinya berupa karkas bersih belum dikenakan PPn-PPh secara benar dan objektif. Kalaupun ada pengenaan PPn terhadap produksi mereka hanya sekedarnya dan kemungkinan kuat selama ini ada permainan manipulasi PPn dari tonase karkas bersih. Memperhatikan tabel peta tataniaga unggas diatas, pendapatan Pemerintah dari sektor perunggasan akan cukup besar dari perputaran uang sejumlah Rp.360,-Triliun/tahun. Bayangkan saja kalau para perusahaan industri unggas PMA menguasai ±80% pangsa pasar Nasional artinya uang yang berputar di industri perunggasan PMA ada sebanyak Rp.288Triliun se-tahunnya akan cukup besar pajak yang bisa didapat sebagai pemasukan Negara dari sektor usaha perunggasan. Perhatikan tabel "omzet bisnis unggas ayam ras Nasional" peluang pajak PPn dan PPh dari industri PMA ada sebesar Rp. 51 Triliun/tahun. Manipulasi Pajak dan kejahatan ekonomi yang selama ini terjadi di sektor usaha perunggasan diduga kuat adanya permainan uang suap antara PMA dan petugas Pajak yang dimainkan dari bagian uang Pajak yang seharusnya masuk kepada kas Negara sehingga kekayaan dan nilai potensi Nasional berpindah ke luar negeri secara mudah dan kotor yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk dana investasi pemberdayaan membangkitkan nilai potensi ekonomi rakyat. (Ashwin Pulungan)

Manipulasi Pajak Dalam Usaha Industri Perunggasan Nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun