Insiden pembagian sedekah yang menimbulkan korban jiwa saat open house di rumah pribadi Jusuf Kalla di Makassar, Selasa (29/7/2014) lalu, mengingatkan kita pada kejadian mengenaskan peristiwa 'Zakat Maut' di Pasuruan, Jawa Timur, pada tahun 2008 silam.
Atas terjadinya insiden ‘Zakat Maut’ pada 15 September 2008 di mulut Gang Pepaya, Jalan Wahidin Selatan, Kelurahan Purutrejo, Kecamatan Purworejo, Kota Pasuruan tersebut, maka pada Selasa (2/6/2009) Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pasuruan yang menyidangkan perkara tersebut akhirnya menjatuhkan putusan tiga tahun penjara kepada terdakwa H Ahmad Faruq.
Majelis hakim yang diketuai Sutarjo didampingi dua anggotanya yakni Ratna dan Ahmad Rifa’i menganggap terdakwa telah lalai ketika melaksanakan pembagian zakat sehingga mengakibatkan 21 orang meninggal dunia dan 12 orang luka-luka.
Majelis hakim menetapkan kalau Ahmad Faruq telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 359 dan 360 KUHP. Dalam pasal 359 menyatakan kalau kelalaian terdakwa mengakibatkan orang meninggal dunia. Sedangkan pada pasal 360 menyebutkan kalau kelalain terdakwa menimbulkan orang luka-luka.
Sedangkan, pada dakwaan primer pada pasal 338 terkait pembunuhan tidak terbukti dilakukan terdakwa. Putusan yang dijatuhkan majelis hakim ini lebih ringan dua tahun dari tuntutan jaksa penuntut umum yang meminta pidana terhadap terdakwa selama lima tahun penjara.
Dalam amar putusannya, salah satu hal yang memberatkan terdakwa adalah terdakwa tidak mampu mengatur jalannya pembagian zakat. Sedangkan hal yang meringankan yaitu terdakwa diantaranya telah memberikan santunan kepada keluarga korban.
Terlepas dari putusan tiga tahun yang ditetapkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pasuruan tersebut, Jusuf Kalla yang waktu insiden ‘Zakat Maut’ terjadi menjabat Wakil Presiden mengatakan peristiwa tewasnya 21 orang dalam pembagian zakat Pasuruan merupakan hal yang sangat tragis.
“Ini peristiwa paling tragis. Suatu upaya niat baik tapi hasilnya tragis,” kata Jusuf Kalla di Jakarta, Selasa (16/7/2008) sebagaimana dikutip Antara seraya berharap di kemudian hari tidak ada lagi peristiwa tragis seperti ini.
Itu kata Jusuf Kalla sekitar 6 tahun lalu. Apa yang dikatakan Jusuf Kalla sebagai peristiwa paling tragis dan diharapkan di kemudian hari tak ada lagi peristiwa seperti itu, Selasa (29/7/2014) justru terjadi di rumah pribadinya, di Jalan Haji Bau, Makassar.
Memang, jumlah korban saat insiden pada acara open house di rumah Jusuf Kalla ini tak sebanyak kasus ‘Zakat Maut’ di Pasuruan. Menurut pemberitaan di sejumlah media, korban di Jalan Haji Bau ini hanya tercatat satu orang meninggal dan 6 orang luka-luka. Adapun korban yang meninggal adalah Radika (11), seorang anak warga Jalan Daeng Tantu, Kelurahan Rappokalling, Kecamatan Tallo, Makassar. Radika meninggal karena terinjak-injak massa saat mengikuti acara open house tersebut.
Sebagaimana Ahmad Faruq kepada keluarga korban yang meninggal, Jusuf Kalla juga memberikan santunan. Diwakili Fattimah Kalla santunan tersebut langsung diberikan kepada orang tua almarhum Radika, Muh. Talib dan Halwiyah. Santunan yang tak disebutkan jumlahnya itu diserahkan Fatimah Kalla saat mendatangi ruang jenazah Rumah Sakit Stella untuk melayat jenazah Radika. Turuf mendampingi Fatimah Kalla saat itu diantaranya Solihin Kalla dan Wali Kota Makassar Ramdanny Pomanto.
Selain kasus ‘Zakat Maut’ Pasuruan, insiden yang terjadi di rumah pribadi Jusuf Kalla ini juga mengingatkan kita akan komitmen Joko Widodo dan Jusuf Kalla tentang “Kesetaraan di Depan Hukum”. Ketika semua tentu masih ingat betul apa yang disampaikan keduanya saat debat Capres dan Cawapres pertama mengusung tema “Pembangunan Demokrasi, Pemerintahan yg Bersih, & Kepastian Hukum", yaitu menegaskan akan menegakan supremasi hukum, semua orang setara di depan hukum.
Sebagai penutup dan terkait dengan apa yang ditegaskan Joko Widodo dan Jusuf Kalla saat debat tersebut, pertanyaan yang muncul adalah “Akankah Joko Widodo dan Jusuf Kalla benar-benar bernyali dan dapat menjadi ‘imam’ dalam mengimplementasikan komitmen mereka yang akan menegakan supremasi hukum dan menjadikan semua orang setara di depan hukum tersebut terkait dengan insiden open house di kediaman pribadi Jusuf Kalla tersebut?”
Bagi Joko Widodo, bernyali dan dapat menjadi ‘imam’ dimaksud, misalnya dengan mengeluarkan pernyataan tegas; “Karena semua orang setara di depan hukum, maka insiden yang terjadi di kediaman pribadi Jusuf Kalla itu harus diproses sesuai ketentuan sebagaimana peristiwa ‘Zakat Maut’ di Pasuruan pada tahun 2008”.
Bagi Jusuf Kalla, bernyali dan dapat menjadi ‘imam’ dimaksud, misalnya dengan mengeluarkan pernyataan tegas: “Karena semua orang setara di depan hukum, maka sebagai pihak yang menggelar kegiatan open house yang menewaskan Radika, saya bertanggungjawab penuh dan siap diproses sesuai ketentuan sebagaimana peristiwa ‘Zakat Maut’ di Pasuruan pada tahun 2008”.
Atau, hukum di negeri ini memang hanya tajam ke bawah?
Wallahualam bissawab
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H