...elok bukit silih berlarian, biru langit bersih tak berawan, kawanan burung rawa berhamburan mencari makan...
Untuk kesekian kalinya saya harus menjalani sebuah tugas luar kota, banyak hal yang dijumpai sepanjang perjalanan, seperti uniknya budaya, indahnya bentangan landscape, hingga menikmati legitnya makanan tradisional. Rasanya sangat disayangkan jika pengalaman perjalanan ini saya nikmati seorang diri.
Sebagai seorang yang berkecimpung di dunia kepelatihan saya kerap beraktifitas hingga luar kota, meliputi Jawa, Sumatera, Sulawesi, Hingga Kalimantan. -semoga suatu saat bisa berkesempatan berbagi dan menimba pengalaman hingga Indonesia Timur-
Hampir tiga tahun rutinitas seperti ini berlangsung, entah sudah berapa banyak Desa, Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi yang sudah dikunjungi dengan beragam entitas di masing-masing wilayah tersebut yang sudah saya nikmati. Tentu menjadi sesuatu yang sangat disayangkan ketika Avontur -petualangan- ribuan mil ini hanya berujung diantara selintas mata tanpa dipatri dalam sebuah catatan untuk nostalgia.
Kali ini saya akan sedikit bercerita tentang perjalanan ringan menuju Kota Bondowoso, mungkin sebagian besar dari kita sudah tidak asing dengan kota yang satu ini, kota yang disebut juga sebagai kota Tape -makanan berbahan dasar singkong yang diolah dengan cara fermentasi sehingga memiliki tekstur yang lembek, memiliki paduan rasa anatara asam dan manis-, perlu kita ketahui makanan tape khas Bondowoso ini memiliki nilai keunikan tersendiri, bukan dari fermentasinya melainkan dari sistem pengolahannya yang tingkat kematangannya dapat diatur sesuai dengan waktu yang diinginkan dengan akurasi waktu yang tepat.
Bondowoso merupakan salah satu kota yang menjadi afirmasi bagi keindahan Kawah Ijen meskipun sebenarnya ia berada pada territorial Kabupaten Banyuwangi, hal ini dikarenakan dataran tinggi Ijen merupakan batas timur geografis dari kawasan Bondowoso.Kawah Ijen atau Kaldera Gunung Ijen, dengan gagah menjulang setinggi 2.799 mdpl (9.180 kaki). Gunung dari jenis Stratovolcano ini tercatat pada 1999 kali terakhir meletus, hingga saat ini ia masih berstatus aktif dan sudah beberapa kali mengamuk tercatat pada 1796, 1817, 1913, 1939 dan 1999.
Setidaknya Ijen adalah satu dari sekian banyak hal yang dapat kita nikmati ketika menyambangi Kota Bondowoso, sepanjang perjalanan banyak yang dapat saya nikmati terutama bentang landscape, nyatanya di timur jawa ini tidak kalah menarik dengan wilayah Indonesia bagian tengah. Sebut saja kawasan arak-arak, track tanjakan yang berkelok diapit barisan pohon jati yang mematung kekeringan. Untuk melewati kawasan ini seorang pengemudi wajib dalam kondisi fit, dan penuh kehati-hatian pasalnya ini bagian track paling berbahaya sepanjang lintasan Surabaya – Bondowoso, tikungannya tajam hamper tidak lebih dari 45º hamper mirip dengan cadas pangeran di kawasan Jawa Barat. Belum lagi jurang di sisi kiri dan kanan, namun sepanjang jurang ini sudah dihiasi rambu-rambu sebagai panduan pengemudi.Batuan cadas dengan rimbunan ilang-ilang yang tampak mengering akan banyak kita jumpai sepanjang tanjakan arak-arak ini. Jika kita beruntung maka kita bisa melihat bagaimana indahnya pemandangan timur jawa dari dataran tinggi hutan jati, akan jauh lebih indah jika panorama ini dinikmati saat malam hari, bentangan dan kerlip titik lampu di sepanjang mata memandang bakgemintang yang tumpah ruah dipermukaan bumi, atau seperti kita berdiri dibibir danau menyaksikan refleksi gemintang yang berpendar bersama riak gelombang disapu angin.
Ah.. Nampaknya saya begitu menikmati pemandangan di bukit arak-arak tadi, hingga masih hangat dan segar dalam ingatan. Tidak hanya itu jika kita melewati Probolinggo dan kebetulan senja mulai merungkup bersiaplah anda akan segera menikmati hidangan langit PLTU Paiton, anda akan terkagum-kagum bahkan terpana menyawang keindahan PLTU Paiton di malam hari, sebuah kombinasi yang sempurna dalam pesona gulita, lampu-lampu yang sejatinya sebagai penerangan terlihat seperti sebuah rajutan kain songket yang disulam begitu apik, hingga tersanding keindahan malam yang acap menimbulkan decak kagum. Samar-samar terlihat seperti sebuah istana yang kokoh dibangun di bibir pantai utara, seperti lukisan malam yang sengaja disuguhkan untuk kami nikmati.
Singkat cerita, sepanjang perjalanan fikiran saya liar mengembara untuk mencari lokus sejarah tentang Bondowoso, selintas ingatan saya tertuju pada “Bandung Bondowoso” apakah ada kaitan penamaan Kota Bondowoso dengan cerita rakyat Bandung Bondowoso? Entah lah.. tapi jujur saja sepenjang perjalanan entah berapa kali melalui smartphone saya berusaha mencari-cari pertautan tentang dua hal ini.
Saya coba mengurai apa yang saya temukan dalam banyak referensi dalam dunia web, Bandung Bondowoso adalah seorang sakti mandraguna dikenal juga dengan nama Rakai Pikatan. Sosok Bandung Bondowoso ini tidak bisa dilepas dengan kisah berdirinya komplek Candi Sewu dan Candi Prambanan dan yang pasti tidak bisa dipisahkan dengan kisah seorang Lara Jonggrang.