Mungkin benar Tuhan memiliki rencana besar untuk seluruh umatnya, mungkin takdir selalu memutar dengan indah. Namun apa yang terjadi dengan Syafir Elman adalah sesuatu yang tidak pernah bisa saya mengerti.
Eman , begitu ia di sapa. Adalah warga Makassar, kelurahan Batua raya yang mengalami penyakit kelainan pada persendian tulang hingga ia tidak dapat menggerakan tubuhnya dengan normal. Eman yang baru berusia 8 tahun ini ditinggal begitu saja oleh kedua orangtuanya, hanya karena pengobatan untuk dirinya selama ini tidak membuahkan hasil yang berarti bagi kesembuhan Eman.
Semua berawal dari malam 8 september 2014 lalu. Eman yang terbaring tak berdaya di atas ranjang harus menerima kenyataan bahwa kedua orangtuanya meninggalkannya sendiri. Kedua pasutri yang diketahui bernama Andi Amir dan Wati tersebut hanya membawa serta adik perempuan Eman, Zahra yang baru berusia 4 tahun. Sementara Eman ditinggal begitu saja, hingga Salman seorang warga yang datang menagih iuran kos, menemukan Eman nyaris meregang nyawa akibat dehidrasi dan kelaparan. Melihat pemandangan miris tersebut, Salman segera menggotong tubuh kurus lunglai Eman menuju puskesmas terdekat untuk mendapat pertolongan.
Adnan Zulfikar, seorang rekan kerja Andi Amir yang mengetahui kabar mengenai Eman langsung mendatangi puskesmas di mana Eman di rawat. Menurut penuturan Adnan, Andi Amir pernah mengatakan kepada dirinya bahwa ia dan keluarga akan pulang dan mencari nafkah ke kampong halaman Wati, di Toli-toli. Sama sekali tidak terlintas di pikiran Adnan bahwa kedua pasutri tersebut akan meninggalkan Eman sendiri dengan keadaan yang memilukan.
Beberapa orang warga kini kebingungan untuk mengusahakan pengobatan Eman bahkan Kadissos pemprov Makassar Drs. Affandi Anwar mengatakan bahwa pihak pemprov maupun pemkot tidak memiliki wewenang memberi pengobatan kepada Eman, selain Eman sebenarnya memiliki keluarga, ketersediaan dana yang minim serta pengetahuan yang tidak cukup untuk mengobati penyakit kelainan tulang langkah yang dialami Eman menjadi alasan mengapa Eman hingga kini masih bertahan di dalam kamar kos berukuran 5x5, dengan makan dan minum seadanya.
Sebuah komunitas sosial (PELMAD) atau Pelopor Madani yang didirikan oleh beberapa aktivis sosial serta para alumnus Univesitas Muslim Indonesia akhirnya memberi saran yang cukup memberi harapan baru untuk kesembuhan Eman. Muhammad Azwar Al Ashad, selaku pendiri komunitas mengatakan kepada pihak lurah Batua raya bahwa kesembuhan Eman kini memang bergantung pada bantuan dana dari tangan-tangan ringan yang ingin mewujudkan kesembuhan Eman. Namun informasi tentang apa yang terjadi pada Eman lah yang kini menjadi harapan yang sebenarnya.
“ Bila orang-orang di luar sana tahu apa yang terjadi pada Eman, sudah pasti mereka akan memberi pertolongan itu, sebab ini bukan tentang memberi bantuan untuk skedar bertahan hidup tapi inilah yang dikatakan sebagai memberi kehidupan baru bagi mereka yang benar-benar berada pada hidup yang mengiris hati untuk didengarkan.” ungkap Azwar.
PELMAD yang kini tengah menggalang dana untuk kesembuhan Eman telah mengumpulkan sebanyak Rp. 8.012.600 sejak pertama menyebar informasi tentang Eman melalui pamphlet dan beberapa selebaran yang kemudian dibagikan di beberapa titik keramaian di kota Makassar. Namun jumlah tersebut belum mampu membayar biaya perawatan dan pengobatan Eman yang semakin hari tulangnya semakin digerogoti kanker.
Maka lewat media kompasianan ini saya mengajak para saudara-saudara kompasianer untuk membantu kesembuhan Eman, meski hanya dengan jumlah terkecil sekalipun namun sumbangan beserta doa adalah harapan baru bagi kehidupan orang lain, bagi hidup anak-anak kita termaksud Eman yang telah ditinggal pergi kedua orangtuanya.
REK : BRI.032601009627532
Atas nama Hartini Zahimu ( Bendahara Pelmad)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H