[caption id="attachment_214181" align="aligncenter" width="630" caption="Upacara di puncak Sinabung"][/caption]
Teks & Foto: Dedy Zulkifli
Kabut tipis pelan-pelan menerpa sekelompok anak muda yang perlahan turun menuju tempat terbuka dekat kawah sinabung. Garis cakrawala yang kuning jingga sekejap menjadi tontonan yang menarik untuk di saksikan. Kesemuanya seperti sepakat untuk diam sejenak menunggu bangunnya sang mentari. Namun tidak lama, beberapa dari mereka tersadar dan mengeluarkan kamera. Entah itu ponsel atau kamera digital, dengan antusiasnya bergantian untuk berfoto sembari memegang bendera merah putih. Waktu saat itu menunjukan pukul 05.45 wib, dimana beberapa anak muda lainnya terus bermunculan dari balik semak perdu untuk melaksanakan upacara bendera dalam rangka peringatan hari sumpah pemuda.
****
[caption id="attachment_214183" align="alignright" width="346" caption=" Menyaksikan sunrise"]
Minggu(28/10), pukul 00.30 wib. Saya dan tiga rekan lainnya menyusuri jalan menuju pintu rimba Gunung Sinabung. Dari camping ground dekat Danau Lau Kawar kami sudah di bekali oleh panitia penyelenggara dengan beberapa roti dan minuman. Namun begitu kami tetap juga membawa beberapa makanan untuk berjaga-jaga.
Pendakian Gunung Sinabung ini merupakan ide seorang teman dengan niat ingin melakukan upacara peringatan hari sumpah pemuda di puncak Sinabung. Awalnya menargetkan jumlah peserta sekitar 200 orang. Namun tanpa di sangka, ternyata banyak peminat yang ingin ikut. Hingga jumlah peserta kurang lebih 350 orang. Di Sumatera Utara, khususnya Medan, pendakian massal ini sudah lama tidak di selenggarakan. Paling tidak satu dekade terakhir. Jadi, ketika ide ini terdengar maka saya sangat mendukung dan ingin ikut. Di samping mulai berkurangnya minat mendaki gunung di sumatera utara, harapan saya, pendakian massal ini menjadi momentum untuk menggairahkan aktifitas mendaki gunung.
Tidak ingin setengah-setengah, kegiatan ini tidak hanya di khusus kan bagi mahasiswa pecinta alam atau kelompok pecinta alam. Seluruh elemen masyarakat pun boleh ikut asal tahu mengukur diri. Maka berbondong-bondong anak muda berbagai latar belakang datang. Bahkan dari beberapa daerah di luar Medan seperti dari Kab.Langkat juga ikut bergabung. Dan demi menjaga hal-hal yang tak di inginkan panitia merangkul Sat Brimob dan Basarnas yang menerjunkan langsung beberapa personilnya hingga ke puncak. Dan ditambah juga beberapa personil paramedis dari kelompok Tim Bantuan Medis (TBM) Fakultas Kedokteran USU, Medan.
[caption id="attachment_214186" align="alignright" width="336" caption=" Di Shelter Satu"]
Hampir 12 tahun lamanya saya terakhir kalinya mendaki Gunung Sinabung. Tidak seperti gunung terdekatnya Sibayak, dalam sebulan saya bisa mendaki beberapa kali. Maka, untuk pendakian kali ini hanya mengingatkan potongan-potongan memori yang hampir banyak lupanya. Maka saya pun berjalan di belakang mengikuti rekan lainnya yang terakhir mendaki bulan lalu.
Pada prinsipnya saya paling tidak setuju mendaki gunung di malam hari atau pun dini hari. Namun untuk mencapai pagi hari agar bisa upacara maka mau tak mau pendakian yang memakan waktu 4-6 jam ini harus di lakoni. Apa boleh buat, waktu tidur di pakai untuk berkeringat dengan menyusuri jalan menanjak yang gelap.
Tidak jauh dari pintu rimba atau di Shelter Satu beberapa panitia melakukan pendataan tim yang ingin ikut upacara. Hal ini disebabakan tidak semua pendaki bakal ikut upacara. Kebetulan waktu itu sedang weekend sehingga banyak pendaki lain yang kebetulan hanya ingin camping di puncak.
Lepas Shelter Satu jalan mulai menanjak. Dengan jalur yang banyak di seraki akar pepohonan langkah harus hati-hati agar tidak tersandung. Pelan-pelan kami berjalan di jalur pendakian yang cukup jelas ini.
Menjelang shelter Dua, hari mulai hujan. Walau tidak deras namun cukup membuat dingin. Saat tiba di Shelter Dua beberapa panitia sudah berjaga-jaga. Bagi peserta yang kebutuhan airnya habis bisa mengambil di sumber air yang tidak jauh. Begitu pun jika ada peserta yang kelelahan dapat beristirahat sejenak.
Saya dan rekan lainnya tidak berhenti lama di shelter dua. Kami langsung beranjak agar dapat mencapai puncak sebelum fajar.
Gunung sinabung yang memiliki tinggi 2.460 meter dari permukaan laut (mdpl) ini adalah jenis gunung api yang terakhir meletus tahun 2010. Walau masih lekat dalam ingatan gemuruh Sinabung yang menggempaarkan itu, untuk kali ini Gunung Sinabung sudah cukup aman di daki. Namun begitu, pemerintah juga tidak mau kecolongan lagi dengan tetap melakukan pengawasan terhadap aktifitas gunung.
[caption id="attachment_214190" align="alignright" width="336" caption="Di Shelter Tiga"]
Di Shelter Tiga rupanya sudah banyak peserta yang berkumpul. Mereka rata-rata sedang beristirahat. Ada yang sedang memasak, juga ada yang tertidur kelelahan di alas yang sekedarnya. Memang tidak bisa di pungkiri jalur yang menanjak tanpa bonus ini memang menguras banyak tenaga.
Melewati jalur yang banyak di tumbuhi pandan, jalur kini berganti batuan cadas. Miringnya gak tanggung-tanggung, 60 – 80 derajat. Walau hujan mereda namun bebatuan yang basah ini menjadi momok yang cukup mengerikan. Kami bergerak sangat hati-hati memanjati bebatuan yang agak berlumpur dan sedikit tajam.
Saya agak terkejut saat menjumpai beberapa orang menarik sebuah bambu yang diameternya cukup besar dibebatuan cadas ini. Walau agak kelelahan, perlahan bambu itu tertarik ke atas. Batang bambu ini bakal di jadikan tiang bendera saat upacara nanti.
Di batuan cadas, jalurnya lumayan panjang dan terbuka. Jadi, saat menoleh keatas akan tampak sinar senter yang mengular di pegangi para pendaki. Begitu juga bila melihat kebawah, akan menyaksikan juga cahaya kelap-kelip penerangan para pendaki.
Saya beberapa kali istirahat di jalur sembari memegangi bebatuan cadas. Dalam kegamangan langit gelap, angin berhembus pelan dengan dinginnya. Serba salah jadinya, diam beristirahat hanya membuat badan kedinginan. Sementara jika terus bergerak, nafas jadi tersengal-sengal membuat kepala rasanya berputar-putar. Maka cara satu-satunya merayap pelan-pelan memanjati batu dan istirahat sebentar saja.
Pukul 05.45 Wib akhirnya tiba di Puncak Sinabung. Kerumunan orang pecah ke beberapa lokasi. Ada yang menuju ke arah pilar puncak sinabung, ada yang turun di dataran tepi kawah juga ada yang duduk kelelahan di ujung semak-semak perdu. Sementara itu ada juga terlihat beberapa tenda pendaki yang sudah bermalam di hari sebelumnya.
[caption id="attachment_214191" align="aligncenter" width="378" caption="Di puncak Sinabung"]
“Pas waktunya!” jerit saya tertahan. Bumi terlihat seperti terbelah secara horizontal oleh sinar jingga kekuningan. Dan kabut tipis perlahan-lahan menjauh. Dengan meletakkan tas disamping kiri, saya beranjak ke arah tepi kawah untuk mengabadikan sunrise di puncak.
****
Pukul 08.20 Wib panitia memanggil pendaki untuk bergabung di dataran yang agak luas ditepi kawah untuk berkumpul. Upacara rupanya hendak di mulai. Disini panitia juga mengajak pendaki lain yang mungkin tidak sempat ikut mendaftar.
Angin berhembus agak kencang membawa kabut ketengah-tengah lapangan upacara, namun berlalu dan kembali cerah. Awalnya saya agak ragu, apakah para pendaki ini bakal masih mau mengikuti upacara mengingat beratnya medan pendakian. Dan ternyata ratusan pendaki itu pun bergerak jua ke tengah lapangan. Hanya sebentar saja mereka sudah berbaris rapi membelakangi kawah Sinabung. Segera pimpinan dan pembina upacara mengambil posisi masing-masing. Disini beberapa personel Brimob dan Basarnas turut andil membantu dan mengarahkan upacara.
[caption id="attachment_214192" align="aligncenter" width="384" caption="Berbaris rapi"]
[caption id="attachment_214193" align="aligncenter" width="384" caption="Hormat bendera"]
[caption id="attachment_214194" align="aligncenter" width="384" caption=" "]
Lagu indonesia Raya bergema di nyanyikan ratusan pendaki dari berbagai usia dan kalangan ini. Puncak sinabung yang berlangit cerah seperti memberi semangat akan masa depan bangsa. Dalam amanatnya pembina upacara mengingatkan kepada para pemuda (pendaki) akan perlunya karakter kebangsaan dimana persatuan dan kesatuan haruslah lebih di kedepankan.
Kurang dari satu jam, upacara sudah selesai. Para pemuda itu berangkulan dan bersalaman. Setelah semuanya bubar, kembali langit di datangi kabut namun kali ini sang kabut betah memeluk puncak. Dan perlahan-lahan para pendaki itu pun turun di balik semak-semak perdu.
[caption id="attachment_214197" align="aligncenter" width="336" caption="Foto bersama"]
Sebelum beranjak mengikuti yang lain saya mencoba menikmati suasana puncak yang sudah di selimuti sang halimun. Entah mengapa hati ini tergetar, upacara yang sesaat itu seperti mendapat restu alam. Semoga menjadi pertanda yang baik ditengah cobaan bangsa saat ini.
Akhirnya kaki pun saya ayunkan untuk melangkah turun. Dalam semilir angin gunung, masih terngiang lagu Indonesia Raya.
….
Indonesia Raya merdeka, merdeka
Tanahku negeriku yang kucinta
Indonesia Raya merdeka, merdeka
Hiduplah Indonesia Raya…
Sinabung, 28 Okt 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H