Mohon tunggu...
dedy zulkifli
dedy zulkifli Mohon Tunggu... Wiraswasta - wiraswasta

orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Prahara di Hutan Sibayak (Dua)

13 Desember 2011   07:09 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:23 1121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_230493" align="aligncenter" width="560" caption="Batang pohon yang di belah-belah untuk di jadikan papan."][/caption]

Foto dan Teks: Dedy Zulkifli T

Sekitar seminggu yang lalu tulisan saya tentang prahara di Hutan Sibayak mendapat tanggapan dari salah seorang yang bekerja di Dinas Kehutanan Sumatera Utara. Seorang teman (dengan ijin saya) mensharekan tulisan saya via facebook kepada beliau. Saya lalu di telepon untuk membantu mereka menunjukan lokasi pembalakan seperti yang saya tuliskan. Dan saya pun menyanggupinya. Maka di hari Kamis kemarin meluncurlah saya dengan tiga personel polisi hutan ke Tahura (Taman Hutan Raya) Bukit Barisan di Desa Tongkoh, Kab. Tanah Karo.

Tiba di disana, beberapa personel polisi hutan sudah berkumpul. Salah seorang yang ternyata adalah Kepala Seksi Pengamanan Hutan menyapa ramah. Rupanya pihak polisi hutan sudah melakukan penyelidikan beberapa minggu sebelumnya. Penyelidikan ini pun juga didasari oleh laporan seorang warga dari Dusun Sumbaikan II yang lokasinya memang tidak jauh dari penebangan. Adapun laporan tersebut adalah bahwa selama ini sebuah mobil beberapa kali keluar dari hutan dengan membawa kayu yang sudah terpotong berbentuk papan. Dimana mobil beroperasi dari jam satu dini hari hinga pukul lima pagi.

[caption id="attachment_230499" align="aligncenter" width="184" caption="Pangkal pohon yang di tebang."]

1358933846919277811
1358933846919277811
[/caption]

Tahura

Sebelumnya, mengenai lokasi penebangan, berdasarkan koordinat GPS yang saya berikan ke pihak polisi hutan, ternyata lokasi penebangan masuk di dalam kawasan Tahura yaitu Hutan Sibayak. Kawasan Tahura ini adapun, terdiri dari kelompok hutan, yakni hutan lindung yang meliputi Sibayak I, Simancik I, Sibayak II, Simancik II, dan Sinabung serta kawasan konservasi yang terdiri dari Cagar Alam/Tawan Wisata Sibolangit, Suaka Margasatwa Langkat Selatan, Taman Wisata Alam Lau Debuk-debuk dan Bumi Perkemahan Sibolangit dengan luas sekitar 51.600Ha.

Dengan jumlah personel polisi hutan sepuluh orang, kami lalu bergerak kelokasi penebangan dengan mengendarai mobil patroli. Memasuki pertigaan antara Lau Gedang dan jalan ke puncak Gunung Sibayak, kondisi jalan berbatu dan menurun terjal hingga membuat laju mobil berjalan pelan. Tidak lama kemudian terhampar luas lahan pertanian yang di dominasi kopi dan sayuran. Kepala seksi keamanan yang memimpin operasi terkejut bukan main. “Lima tahun lalu tidak seperti ini keadaanya” katanya pada saya. Dan saya pun lebih terkejut, ini karena sekitar lebih dari sepuluh tahun yang lalu semua masih dalam kondisi tertutup pepohonan besar. Dalam batin saya, bagaimana bisa keadaan ini dibiarkan dimana ratusan hektar hutan beralih fungsi menjadi lahan pertanian. Untuk mencegah salah sangka saya menanyakan lagi, benarkah ini semua masih berada dalam kawasan tahura? Sang kepala seksi keamanan hutan itu mengngguk mengiyakan. Maka lengkaplah prahara di hutan sibayak. Kami belum lagi tiba di TKP (titik penebangan yang saya jumpai) namun sudah menjumpai pemandangan yang memprihatinkan. Lahan pertaninan itu sudah hampir menjangkau puncak Dolok Pintau (1882 mdpl) dengan kemiringan lahan yang cukup ekstrim (rawan longsor).

[caption id="attachment_230501" align="aligncenter" width="336" caption="Seorang pelaku penebangan di bawa turun ke kampung."]

13589340521664905399
13589340521664905399
[/caption]

Tertangkap Basah

Mobil terus bergerak perlahan ke arah Dusun Sumbaikan II atau lebih di kenal dengan nama Lau Gedang. Samar-samar terdengan suara chainsaw di kejauhan. Sang kepala operasi memberi aba-aba pada anggotanya untuk bersiap-siap melakukan penggerebekan. Semakin dekat dengan dusun, suara mesin chainsaw semakin jelas terdengar. Di tengah perkampungan yang di huni sekitar tiga puluhan kepala keluarga itu, mobil di hentikan dan dengan sigap beberapa personil polisi hutan berlari kearah suara tersebut. Sedangkan yang lainnya dari arah yang berlainan bergerak dengan formasi mengepung. Rupanya ada beberapa warga yang berteriak menginformasikan hadirnya para polisi hutan itu. Namun terlambat salah seorang kedapatan hendak melarikan diri berhasil dibekuk beberapa ratus meter dari dusun. Kemudian seorang lagi yang tertangkap sedang membawa kayu yang sudah berbentuk papan. Namun begitu mesin chainsaw masih saja meraung-raung. Hanya dalam beberapa saat dua orang lainnya tertangkap tangan dengan membawa mesin chainsawnya. Keempat nya kemudian di bawa turun ke Lau Gedang. Dari keterangan mereka di ketahu bahwa ada satu orang yang berhasil melarikan diri

Karena kebetulan mereka warga Lau gedang maka di beri kesempatan untuk berkemas mengambil barang-barang dan menjumpai sanak familinya. Pihak polisi kehutanan kesulitan saat harus bertemu kepala dusun. Hal ini agar ada yang mendampingi warganya saat hendak di periksa. Setelah bertanya dengan beberapa warga, baru di ketahui bahwa sang kepala dusun lagi berada di Berastagi untuk berobat. Setelah meninggalkan alamat dan nomor yang bisa di hubungi maka mereka berempat yang kedapatan menebang pohon ini di bawa ke pos polisi hutan di Tahura. Sementara itu, rencana ke lokasi penebangan terpaksa di hentikan dulu karena hari yang semakin sore, di tambah lagi harus membawa empat warga dusun maka akan mengalami kerepotan tentunya.

[caption id="attachment_230502" align="aligncenter" width="336" caption="Dusun Sumbaikan II"]

1358934193637053040
1358934193637053040
[/caption]

Lau Gedang

Dalam perjalanan pulang saya berbincang lagi dengan kepala seksi pengamanan hutan. Bagaimana sebenarnya status kawasan hutan didusun lau gedang itu, karena menurut mereka bahwa pohon itu berada diladang mereka. “ Tidak ada itu. Dusun itu seharusnya tidak boleh ada dalam kawasan Tahura. Mereka saya tanya tidak ada yang bisa menunjukan surat kepemilikan tanah secara sah ” tegas sang kepala operasi. “ Umumnya mereka adalah orang pendatang” lanjutnya lagi. Lalu kenapa bisa sampai terbentuk kampung di sini tanya saya. “ itulah yang jadi polemik. Pihak pemerintah daerah seharusnya berkoordinasi dulu dengan dinas kehutanan dalam pembentukan sebuah kampung baru. Memang benar secara administrasi wilayah ini masuk dalam Kabupaten Deli Serdang, namun secara hukum masuk dalam kawasan Tahura yang memang tidak bisa sembarangan di masuki” katanya.

Lau gedang atau Dusun Sumbaikan II pada saat saya pertama kali datang yakni tahun 2000an adalah sebuah perladangan yang tidak terlalu luas. Saat itu yang ada adalah ladang jeruk dan beberapa sayuran. Sementara itu Lau (bahasa karo artinya sungai) Gedang sendiri adalah nama sebuah sungai yang berhulu dari Deleng (gunung) Uncim (1840 mdpl). Saya kesana dalam rangka mengikuti pendidikan dari organisasi kampus yang bergerak di bidang kepecintaalaman. Disana kami hanya menjumpai satu keluarga dan sebuah pondok. Itu pun mereka tidak menetap. Karena mereka juga tinggal di Berastagi. Kemudian keadaan hutannya pun masih lebat dan rapat. Hingga kami pun tidak mudah menembusnya.

Di tahun berikutnya saat saya kesana, penebangan besar-besaran pun terjadi sampai-sampai polisi langsung turun tangan dan menghentikan semua penebangan tersebut. Jalaur pendidikan yang kami lalui itu pun sudah terbuka dan terhalang busukan kayu. Setelah itu saya sudah pernah tidak kesana lagi.

[caption id="attachment_230503" align="aligncenter" width="336" caption="Lau gedang yang terkenal dengan pohon tua dan hutan yang rapat kini terbuka nyaris botak."]

13589342651113880586
13589342651113880586
[/caption]

Kawasan Tahura Bukit Barisan, terutama Hutan Lindung Sibayak I dan II adalah salah satu penyanggah resapan air yang melindungi kota medan dari banjir. Mengingat Kota Medan masih berbenah masalah drainase di musim penghujan ini, sudah tentu jangan lagi dibebani oleh hancurnya Hutan Sibayak. Bentuk kontur Kota Medan yang seperti mangkok akan membuat bencana kebanjiran yang semakin parah.

Vitalnya kawasaan Taman Hutan Raya ini sudah seharusnya mendapat perhatian yang serius dari Gubernur Sumatera Utara. Pembiaran-pembiaran yang ada selama ini di lakukan sudah selayaknya di evaluasi. Ratusan hektar hutan milik negara yang beralih fungsi tidak perlu tunggu lama lagi untuk di reboisasi. Sedangkan untuk keberadaan kampung di hutan lindung perlu ditangani dengan hati-hati agar tidak terjadi konflik sosial. Jangan lagi sampai semuanya menjadi hancur. Dan kerugian yang akan kita alami semakin banyak.

Salam Kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun