Kebijakan setiap pemerintahan pada hakikatnya memang harus dikritisi, dengan anggapan bahwa setiap pelaku pemerintah memiliki latar belakang pengetahuan, organisasi, watak dan sudut pandang masing-masing dalam menerapkan kebijakannya sebagai pelaku pemerintahan. Seperti halnya kepemimpinan pak Joko Widodo yang belum menginjakkan usia setahun kepemimpinan sudah mulai abanyak kecaman atas kebijakan-kebijakanyang diterapkan oleh beliau, salah satu contoh ketika dollar menempatkan dirinya pada nominal rupiah yang dianggap begitu mahal dan melemahkan nominal dari rupiah itu sendirisehingga memberikan dampak pada pemenuhan ekonomi masyarakat “katanya”. Padahal jika dilihat secara objektif kawasan mana yang memang benar-benar merasakan dampak dari melemahnya nominal rupiah maka dapat dilihat pada kawasan perdagangan, kawasan perbank-kan, kawasan masyarakat dengan perekonomian tinggi sampai sedang, dan kawasan masyarakat dengan tingkat perekonomian rendah.
Ketika melihat pada kawasan perdaganagan yang dihuni oleh masyarakat dengan tingkat perekonomian tinggi dan menengah maka dampaknya adalah semakin mahal harga barang impor atau produk luar negeri dan semakin murah barang eksport dari dalam negeri, sebenarnya bagi pengusaha import ya malah keuntungan yang besar disamping misalnya barang yang diimport kualifikasinya termasuk barang kebutuhan pokok. Akan tetapi bagaimana sebenarnya dengan masyarakat yang ada pada level perekonomian rendah? Mereka memang tidak bisa memenuhi kebutuhan skundernya namun untuk pemenuhan kebutuhan primernya seperti beras, jagung ,singkong, sayuran dan lain sebagainya mampu diatasi, dalam hal ini tidak menyangkut pautkan “pemulung dan pengemis”konteksnya berbeda. Karena yang bagi masyarakat pinggiran, masyarakat dengan level perekonomian rendah yang terpenting adalah memikirkan kesejahteraan keluarga dengan cara menjalani aktivitas bertani, melaut dan lain sebagainya. Pertanyaannya “ Lho mengaka para aktivis buruh menyuarakan aspirasinya yakni kenaikan HR atau gaji”? jika dilihat lagi sejarah maka banyak sekali contok dari aksi buruh ini sudah ada sejak zaman orde baru dan disusul dengan era reformasi, yang mana tema dan pokok aspiraasi adalah penaikan gaji. Memang kebutuhan manusia itu selalu bertambah setiap jamnya bahkan setiap detiknya, akan tetapi dampak dari semakin naiknya harga dolar maka otomatis bertambah pula pendapatan yang di peroleh oleh buruh, apa lagi pengusaha sudah otomatis. Persoalannya sekarang adalah bukan pada apa yang melatar belakangi aksi-aksi tentang kuatnya dan lemahnya nominal dollar dan rupiah, akan tetapi “Bagaiman” seharusnya memebentuk kerjasama yang saling menguntungkan antara pemerintah, pengusaha, buruh dan masyarakat secara umum. Jika setiap pelaku kerjasama sudah berbicara dan berfikirtentang memanusiakan manusia, memberikan secara benar dan layak hak hidup maka akan ada Balance dalam penerapan kebijaka, pelakukebijakan dan obyek kebijakan.
Batu 08, Oktober 2015
Dan jangan kemudian dipukul rata bahwa ketika tidak mengkritik bahkan menentang pak Joko Widodo maka disebut Pro Asing, Pro presiden dan lain sebagainya. Akan tetapi marilah menelisik dan melihat dengan sudut pandang yanglebih objektif.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI