Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Penulis - Neras Suara Institute

Ngopi, Jagong dan Silaturrahmi

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Allah Tidak Cerewet, Kita Saja yang Banyak Maunya

28 November 2024   20:17 Diperbarui: 28 November 2024   20:31 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Allah Tidak Cerewet Seperti Kita (Sumber: Caknun.com)

Kompasiana - Allah Tidak Cerewet Seperti Kita adalah salah satu karya Emha Ainun Nadjib yang penuh renungan mendalam, Bahasa penuturannya erat dengan bahasa yang sederhana namun sarat makna. Melalui buku ini, Cak Nun mengajak kita untuk duduk bersama, membicarakan Tuhan tanpa basa-basi, tanpa kaku, tetapi dengan cinta, kebijaksanaan, dan pandangan yang menyejukkan.

Membaca buku ini, seakan melihat bagaimana manusia sering kali lebih "rempong, ribet, penuh drama, overthingking dan lain sebagainya" dibandingkan Tuhan sendiri, apalagi dalam urusan agama, kita terkadang menjadi lebih "menghakimi" daripada Sang Maha Pengasih.

Cak Nun mengurai gagasannya bahwa Allah tidak "cerewet" seperti manusia yang gemar mengomentari, mengatur, dan menilai segala sesuatu berdasarkan ukuran, persepsi dan perspektifnya.

Relasi antara manusia dan Tuhan, dipertegas oleh Cak Nun, bahwa ada ruang kebebasan dan kelapangan yang kerap kita lupakan. Agama semestinya membawa kedamaian, bukan tekanan atau ketakutan yang berlebihan.

Walaupun dalam praktiknya, manusia sering kali mempersulit dirinya sendiri dengan terpaku pada aturan, simbol, dan formalitas semata, hingga lupa bahwa Tuhan lebih peduli pada kejujuran hati dan ketulusan niat.

Tuhan Tidak Kaku, Manusia saja yang terlalu formal

Salah satu tema utama buku ini adalah bagaimana manusia sering kali memandang Tuhan sebagai sosok yang penuh tuntutan dan perhitungan. Padahal, Tuhan adalah Maha Pengampun dan Maha Memahami.

Cak Nun mengingatkan bahwa hubungan dengan Tuhan bukanlah tentang soal angka yang kerap menghitung berapa rakaat sholat, berapa banyak sedekah, atau berapa ayat yang kita baca setiap hari, melainkan soal kedalaman hubungan spiritual dan niat yang tulus.

Ia dengan jenaka menyinggung kecenderungan sebagian orang yang merasa paling benar dalam beragama, sibuk menghakimi orang lain karena perbedaan cara beribadah, atau bahkan menjadikan agama sebagai alat untuk menunjukkan keunggulan diri. "Kita ini sering lebih sibuk menghitung dosa orang lain daripada introspeksi dosa kita sendiri," sindirnya.

Dengan gaya khasnya, ia mengajak kita untuk berhenti cerewet tentang hal-hal kecil dan kembali pada substansi keimanan yaitu cinta kepada Tuhan dan sesama manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun