Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Penulis - Neras Suara Institute

Ngopi, Jagong dan Silaturrahmi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Paradoks Guru Profesi dan Asumsi Pengabdian

22 November 2024   09:51 Diperbarui: 22 November 2024   10:13 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pengajaran dalam Pendidikan (Sumber: Kompas.com/Kompasimage)

Kompasiana - Kasus-kasus pelaporan guru oleh wali murid yang semakin marak menunjukkan tantangan besar dalam pendidikan. Di satu sisi, guru dituntut menegakkan disiplin dan membentuk karakter siswa; di sisi lain, tindakan mereka sering disalahartikan sebagai kekerasan. Misalnya, kasus Supriyani di Konawe Selatan menggambarkan bagaimana teguran fisik sederhana bisa berujung hukuman berat karena sensitivitas sosial dan hukum.

Filosofi ta'lim dan ta'dib serta prinsip ing ngarsha sung tuladha, ing madya mangun karsha, tut wuri handayani kini diuji. Guru sebagai teladan harus mampu membimbing tanpa melampaui batas moral dan hukum. Namun, masyarakat dan pemerintah juga perlu memahami konteks tindakan guru dan memberi mereka perlindungan yang memadai.

Membangun dialog antara guru, siswa, dan orang tua adalah solusi utama, agar disiplin tidak lagi dipersepsikan sebagai ancaman, tetapi bagian integral dari pendidikan karakter.

Di tengah dinamika pendidikan modern, guru menghadapi tantangan besar: menjalankan tugas mendidik dengan risiko disalahartikan. Peran mereka, sebagaimana digariskan dalam filosofi Ki Hajar Dewantara, mengharuskan mereka menjadi teladan, pembimbing, sekaligus pendorong kemandirian siswa. Namun, kasus-kasus pelaporan wali murid belakangan ini seolah menjadi cerminan renggangnya hubungan antara guru, siswa, dan orang tua.

Kasus Supriyani di Konawe Selatan menggambarkan betapa rapuh posisi guru. Niat menanamkan disiplin melalui teguran berujung pelaporan hukum. Kejadian serupa terjadi di berbagai daerah, di mana tindakan mendidik dianggap berlebihan oleh orang tua yang mungkin melihat tindakan itu melalui lensa berbeda. Ketegangan ini menunjukkan adanya pergeseran budaya dalam memandang otoritas guru.

Namun, apakah pelaporan selalu solusi? Tanpa dialog, upaya mendisiplinkan siswa berpotensi kehilangan makna. Guru bisa merasa dibatasi dalam menjalankan tanggung jawab moralnya. Di sisi lain, siswa mungkin kehilangan sosok pembimbing yang berani menegur demi kebaikan mereka.

Tantangan terbesar adalah adanya pergeseran persepsi tentang disiplin. Di masa lalu, tindakan tegas guru diterima sebagai wajar. Kini, dengan meningkatnya kesadaran hukum dan media sosial, batas antara disiplin dan kekerasan semakin kabur. Dalam kasus Supriyani, misalnya, teguran fisik kecil memicu reaksi berlebihan yang berujung pada hukuman pidana.

Ketidakseimbangan ini juga menunjukkan kurangnya pemahaman akan konteks. Misalnya, dalam filosofi ing madya mangun karsha, guru seharusnya membimbing siswa secara partisipatif. Tetapi jika otoritas guru terus digugat, bagaimana ia dapat efektif dalam menjalankan peran tersebut?

Kita perlu memulihkan harmoni ini. Dialog terbuka antara guru dan orang tua, pemahaman yang lebih luas tentang batas disiplin, serta kebijakan perlindungan yang adil bagi semua pihak adalah jalan ke depan. Guru adalah penjaga nilai-nilai luhur, bukan ancaman yang harus dibatasi oleh ketakutan hukum. Mari ingat, mereka tidak hanya mengajar, tetapi membentuk masa depan bangsa.

Maraknya pelaporan terhadap guru mencerminkan perlunya redefinisi peran guru dalam konteks pendidikan modern. Disiplin adalah bagian dari pendidikan karakter, tetapi harus dilakukan dengan cara yang relevan dan adaptif. Dengan memperkuat sinergi antara guru, orang tua, dan kebijakan, kita dapat menjaga esensi pendidikan tanpa mengorbankan martabat guru. Ini bukan hanya tugas seorang guru, tetapi tanggung jawab bersama sebagai bangsa yang menjunjung tinggi pendidikan.[]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun