"Tapi aku takut suntik Mbok. Bagaimana kalau Paimo saja,?"
"Lah, sing ate sunat sopo, sing suntik sopo, pelo" Sambil memukul Pundak Kabul
"Wis-wis, aku juga baru ada uang lebih ini. Ini bu buat biaya-biaya pembetulan." Pak Sarmin menyodorkan tiga lembar lima puluh ribuan dan beberapa lembar lima ribuan.
"Sebenarnya, dulu, setelah Bapakmu mencari kayu sama paimo dulu dan menginjak hewan aneh, malamnya aku bermimpi bertemu Mbah Wekmu, katanya, kelak anakmu yang lahir adalah laki-laki dan Kalau bisa sebelum umur satu tahun sunatlah dia, karena kalau melebihi satu tahun, kemaluannya akan berbentuk aneh."
"Dan jangan lupa, ingatkan Suamimu, untuk tidak lagi mengambil pohon kering di tanah rampasan kompeni itu, cari di kebun atau di sungai dekat rumah. Jangan sekali-kali main ke hutan itu, sengketa terus isinya." Tambah Mbok Sinap menyampaikan mimpinya ketemu Kakek Kabul
"Wah, Bapak berarti nyolong kayu? Dan akhirnya kemaluanku rompang begini." Kabul menundukkan kepalanya sedih, kepala itu memandangi kepala yang lain di dalam sarungnya. "Kamu yang sabar ya kepala, besok kamu dibetulin"
"Wis, ayo makan, aku wis tobat, lagian sekarang aku juga ndak pernah cari kayu ke hutan itu, tapi ke gunung Limbuk." Bela Pak Sarmin.
"Hah, podo ae, nyolong kayu" Serga Paimo
"Wis,wis, ayo mangan maneh, ndang turu. Sesuk do sekolah" Ucap Mbok Sinap
_________
Siang itu, setelah Kabul pulang dari sekolah, ia lalu pergi ke Pak Mantri bersama Mbok Sinap. Ia benar-benar disunat, dibetulkan ndlawir-ndlawirnya. Tak terasa sakit, bahkan setelah selesai disunat, Kabul menggunakan sarung dan petat sebagai pelindung kemaluannya, agar tak bergeser dengan sarung. Ia jalan kaki, bersama Mbok Sinap, sesampainya di rumah, Mbok Sinap membaca doa, mulutnya komat-kamit dan mengusapkan tangannya ke kemaluan Kabul, lalu terucap "Dadio kayu sing apik, dadio bibit sing beneh, dadio uwong sing sembodo, dadio prio lan wanito sing asah asih lan asuh, bussss," Ia meniup kemaluannya Kabul lalu menutup sarungnya lagi.