Untuk menyampaikan pesan atau nilai-nilai kebaikan biasanya menggunakan ragam hal. Ada yang langsung dakwah kepada masyarakat, melalui musik, teater, tulisan dan film.Â
Di mana pesan itu disampaikan dengan ragam pesona dan kreativitas.Â
Pesan yang disampaikan secara langsung, memiliki muatan yang lugas dan tegas. Sedangkan pesan yang disampaikan secara eksplisit biasanya perlu penalaran dan pemahaman yang mendalam.Â
Seperti halnya, pesan tentang pentingnya pendidikan, baik pendidikan yang bersifat umum maupun keagamaan.Â
Dewasa ini untuk mengangkat nilai pendidikan, biasanya disampaikan melalui hal-hal yang kebanyakan orang suka. Salah satunya film. Film tentang pesantren misalnya.Â
Momentum ramadhan, menjadikan kancah dakwah semakin beragam. Banyak film yang mengangkat tema pesantren untuk menyampaikan sebuah pesan tentang apa saja yang ada di dalam pesantren, baik tentang pengasuhnya, cara mendidik, kisah-kisah menarik, bahkan percintaan.Â
Sayangnya, kebanyakan film yang menyajikan tentang pesantren, justru lebih pada kisah percintaan. Di mana endingnya bisa ditebak. Bahkan kerap kali muatan-muatan aktivitas pesantren yang tidak dijumpai di pesantren yang sebenarnya, justru dipaksakan sesuai dengan pasar film saat ini.Â
Beberapa hal yang menjadi ketimpangan sosial adalah wajah pesantren yang dijadikan tema film di pertelevisian kita saat ini justru jauh dari ruh kepesantrenan itu sendiri. Di antaranya adalah tentang kisah kasmaran santri dan anak pengasuh pesantren misalnya, atau kisah tentang santri nakal vs santri bermorla, atau kisah santri rock n roll, dll.Â
Bukan berarti tidak ada di pesantren, tetapi pertunjukan yang ditampilkan di layar kaca justru menjauhkan pada sikap dan kondisi sosial pesantren yang sebenarnya.Â
Seperti, di pesantren ada tirakatan, ada syawir, ada ruang diskusi ilmiah, jikapun ada kisah cinta itu tidak mengurangi bahkan tidak sama sekali berpengaruh terhadap aktivitas pesantren.Â
Mungkin, saya saja yang lugu, karena konsep rating dalam dunia perfilman itu menjadi kunci. Tetapi ketika budaya pesantren yang justru menjadi jauh dari nilai-nilai pesantren dalam film yang ditayangkan, hal ini menjadi sangat tidak wajar.Â