Tulisan ini adalah refleksi pembacaan shalawat burdah bab 1 pasal 1-4
Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan kebahagiaan dan cinta yang tercurahkan di sepanjang bulannya. Oleh sebab itu kata Nabi, bulan ramdhan dalah bulan dengan penuh kemuliaan.
Kemuliaan bagi siapapun yang menyambutnya dengan sukacita maka Tuhan mengharamkan masuk ke dalam neraka. Dengan kata lain ada kebahagiaan yang dijanjikan oleh Tuhan. penyambutan itu ibarat perjumpaan dengan kekasih yang dirindukannya.
Ibarat Majnun yang mendamba kekasihnya, mendengarkan suaranya dari balik dinding istana. Begitu juga menyambut ramadhan yang datang dengan segala kemuliaan. Ia ditunggu karena keagungannya, ia dipuja karena bulan yang memiliki berjuta-juta karomah.
Seperti halnya kekasih yang sedang menunggu perjumpaan-perjumpaan dengan kekasihnya. Ia akan mengadu kepada siapapun, bahwa ia mengingat kekasihnya, yang meneteskan air mata bercampur darah. Ia juga mengadukan bahwa karena angina berhembus dari arah kadzimah, atau karena kilat di malam hari yang gelap? Sehingga ia sangat merindu.
Begitulah kerinduan yang ia adukan, yang oleh al-Bushiri atau Muhammad bin Said al- Bushiri yang sangat merindu dan mendamba kanjeng Nabi Saw.
Maka ketika bertemu dengan kekasih, ia akan mencumbu dengan kasih dan sayang. Namun ketika lama tak bertemu, maka ia akan menangis sejadi-jadinya sambil mencucurkan air mata darah, sehingga ia menjadi seperti orang yang pesakitan.
Begitulah seharusnya, menyambut Ramadhan. Bulan yang dieluh-eluhkan. Di sana juga ada sejarah besar tentang turunnya Al-Quran. Yang mana menjadi petunjuk bagi kita semua.
Oleh sebab itu, ramadhan adalah bulan yang dinanti, kekasih yang ditunggu kedatangannya. Sehingga sangat sedih jika tak menjumpainya. Bahkan akan menanggung pilu dan beban yang menyesakkan dadanya.
Ketika perjumpaan itu datang, maka akan riuh rendah segala upacara penyambutan. Dari Sadran, Slametan, Pegengan dan Padusan juga menjadi sebuah ritus suci menyambut datangnya kekasih.