Relasi dan komunikasi adalah dua hal yang saling beriringan. Kita tahu bahwa komunikasi kita terengah-engah atau justru lancar jaya ketika relasi itu saling berkaitan dan memberi refleksi satu sama lain.
Relasi simetris dan relasi reflektif dalam matematika memberi pandangan bahwa ada ruang dengan sudut pandang yang sama atau berbeda tetapi saling berkaitan.
Jika hidup adalah sekumpulan relasi maka perlu ada jarak, daya dan sudut pandang yang sesuai. Di mana, ketiganya berbeda tetapi saling berkaitan. Hal ini seperti norma dan etika dalam teori sosial.
Manusia terikat oleh norma dan etika, dalam ruang kerja terikat oleh etosnya. Tentu hal ini perlu penyadaran. Dan lagi-lagi perlu permenungan yang mendalam.
Alangkah indah dan eloknya jika relasi itu memiliki komunikasi yang simetris, paling tidak invers dengan kondisi sosial, kondisi batin, dan kondisi antropologinya.
Justru yang sulit adalah memahami orientasi tetapi jauh dari orientasinya. Ruangnya hanya citra-citra sosial semata. Daya dan jangkauannya hanya sebata cermin semata, bias iya, tetapi terarah? belum tentu.
Tentu hal ini sangat personal, tetapi dalam jenjang sosial agaknya perlu dipertimbangkan. Saling menjaga dan menghormati adalah bagian dari relasi simetris dan di mana puncaknya memberi refleksi atas kehidupan selanjutnya.
Pada dasarnya relasi dan komunikasi itu seperti dua mata uang. Di satu sisi memiliki simbol nilai tukar, di sisi yang lain memiliki relasi tanda atau penanda bahwa itu adalah alat tukar transaksional.
Pun demikian dalam kehidupan, agaknya yang perlu didialogkan adalah relasi dan komunikasi itu letaknya di mana? Dan bagaimana?
Jika penghormatan dan saling menghargai adalah cara dan tarekatnya, maka substansi dari relasi dan komunikasi adalah kenyamanan, kebahagiaan dan kelegaan.