Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Penulis - Santri

Alumni Sekolah Kemanusiaan dan Kebudayaan Ahmad Syafii Maarif (SKK ASM) ke-4 di Solo

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pandemi di Bulan Puasa, Pasar Takjil Tetap Ramai seperti Biasa

26 April 2020   05:57 Diperbarui: 26 April 2020   05:59 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Maka Bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang munafik) ditimpa sesuatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah: "Demi Allah, Kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna".(Qs:03,62)

Ujian adalah bagian dari control terhadap keimanan dan keyakinan terhadap Tuhan. Semakin sabar dan giat dalam berusaha menghadapi ujian tersebut, maka sejalan dengan dominasi keimanannya.

Tahun ini adalah tahun di mana perubahan tradisi keagaamaan, utamanya di bulan ramadhan benar-benar menguras emosi dan pikiran. Bagaimana tidak?

Di satu sisi rindu tarawih berjamaah dilanjutkan bergumul tadarus di mushalla, tetapi pandemi menjadikan kerinduan itu berlabuh di rumah saja. Ujian atau sebaliknya? Tentu kembali kepada pribadi masing-masing.

Saya ketemu dengan seorang kawan di mushalla malam tadi. Sembari basa-basi kami berjabat tangan. Karena topiknya masih seputar physical distancing, akhirnya pertanyaan seputar itu yang menjadi topik pembicaraan. Sampai pada akhirnya ia setangah curhat seputar perekonomian dampak adanya pandemi ini. Ia adalah pemuda yang ditokohkan di kampung, menjadi panutan pemuda-pemuda yang lain karena dalamnya ilmu agama yang ia miliki.

Beberapa hari yang lalu ia jualan durian ke kota. Ia berangkat selepas ashar dan pulang larut malam. Sampai suatu waktu ia ditegur oleh salah satu perangkat desa. Bahwa ia adalah tokoh panutan, tidak sepantasnya untuk bepergian ke luar wilayah apalagi di masa pandemi ini.

Pun adanya imbauan dari pemerintah yang harus dipatuhi dan lain sebagainya. Ia menyadari itu, di satu sisi ia menyadari kesalahannya. Tetapi di sisi lain, ia menyadari bahwa ia memiliki tanggung jawab atas keluarganya.

Lalu terujar olehnya, "Jika pemerintah desa menyediakan untuk kami kebutuhan sehari-hari, ya, ndak masalah kita tetap di rumah, tetapi kalau tidak, ya ndak ada pilihan lain."

Pandemi yang kita hadapi hari ini tidak hanya berdampak pada kesehatan saja, tetapi kepada stabilitas perekonomian secara meluas. Kita tahu bahwa Negara kita juga sedang berusaha dengan segala hal untuk segera menyetabilkan kondisi tersebut. kita perlu mengapresiasi itu. Menjalin komunikasi dengan IMF atau pihak yang lain, sebagai salah satu kiat untuk mencari solusi. Tentu menjadi bagian dari usaha pemerintah dalam menangani kondisi ini.

Ujar-ujar jawa mengatakan "ngene iki wis gak ndeweni, sambate podo kabeh, mesti masalah wetteng." Apa yang kita rasakan saat ini hampir sama dengan apa yang dirasakan oleh kebanyakan orang. Apalagi kalau sudah berbicara tentang kebutuhan perut. Ada juga yang mengatakan, "Takut corona? Diam di rumah? Lalu apa yang kita makan kalau gak kerja?" simalakama memang, tetapi itulah kondisi masyrakat hari ini, ketidaksiapan menghadapi pagebluk menjadi problem yang cukup besar. Apalagi ketika berkaitan dengan kebutuhan pokok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun