Mohon tunggu...
A. Dahri
A. Dahri Mohon Tunggu... Penulis - Santri

Alumni Sekolah Kemanusiaan dan Kebudayaan Ahmad Syafii Maarif (SKK ASM) ke-4 di Solo

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Manusia dan Cintanya

12 November 2018   00:19 Diperbarui: 12 November 2018   01:01 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mahkluk itu hijabmu dari dirimu

dan dirimu hijab dari Tuhanmu

Syaih Abdul Qadir

Kecenderungan manusia terhadap apa yang dicintainya memberikan reaksi dominan, sehingga tidak sedikit yang berusaha mendapatkan apa yang dicintainya. 

Perihal bagaiman proses untuk mendapatkannya itu tergantung pada personalnya. Jika berbicara ruang, maka akan menampung segala hal yang ditemuinya, kemudian membangun bidang yang ditempati oleh penggolongan terhadap hal-hal tersebut.

Di saat menjadi ruang, maka tidak membedakan perihal pantas atau tidak sesorang memiliki kecenderungan. Di samping fitrah maka hal itu menunjukkan bahwa ia berpikir. 

Lantas bagaimana menempatkan kecenderungan di dalam sebuah ruang, agar tidak terjadi penilaian-penilaian sepihak? Belajar menjadi semurni-murninya diri adalah ruang muhasabah. Di mana mencintai sesuatu pun wajib hukumnya namun tidak lupa menyesuaikan dengan dirinya. Dari penyesuaian itulah terbangun ruang kesadaran.Tidak sedikit yang memiliki kecenderungan dan bersikap upnormal dalam mencintainya. Keinginan yang menggebu-gebu, rasa yang membuncah tak berarah, gelora yang meradang adalah motivasi diri untuk mencapai sesuatu. Sehingga mencintai adalah proses yang sudah tercampur aduk oleh ambisi yang gagal dipahami. 

Pasalnya seseorang cenderung mencintai sesuatu yang memberinya keuntungan atas proses cintanya. Padahal mencintai adalah proses memberi.

"Mustahil seseorang mencintai tanpa ada stimulus yang mempengaruhinya." Salah satu sahabat menyela. Benar adanya, jika tanpa nafsu maka  tidak ada proses mencintai. Namun apakah mampu seseorang mengidentifikasi antara nafsu dan kecenderungan, nafsu dengan kesukaan, nafsu dengan keraguan, nafsu dengan kemauan. 

Ketidak tahuan inilah yang kemudian menyebabkan seseorang serampangan mengartikan cinta. Seseorang sembrono mengartikan proses menyintai. Dan lain sebagainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun