Haruskah Nyawa Salim Kancil Tebusannya?
Pertambangan pasir besi dipesisir pantai selatan lumajang menjadi sorotan yang serius setelah salah satu petani penolak penambangan “ilegal” meninggal dunia dengan tragis dianiaya di depan umum bahkan anak-anak kecil yang masih dibangku sekolah pradasar (PAUD) menyaksikan dengan mata telanjang dan yang paling miris penganiayaan itu dilakukan didepan anak kandungnya. Aktifis penolak tambang yang dikenal dengan sebutan “Salim Kancil” ini berusaha mempertahankan hak kepemilikan, hak hidup, dan hak bebas berpendapat terkait dengan tambang pasir besi di desa Selok awar-awar kecamatan Pasirian kabupaten Lumajang yang dianggap ilegal oleh masyarakat selok awar-awar.
Suara lantang dan sikap tegas salim kancil dirasa mengganggu telinga para penambang yang dalam beberapa media dikatakan sebagai antek-antek kepala desa selok awar-awar (hariyono) sehingga team 12 sebutannya berusaha mengkebiri gerakan dan akses salim kancil dalam memprovokasi masyarakat untuk serius dalam menolak pertambangan ilegal tersebut walaupun akhirnya berakibat tragis pada salim kancil yakni dianiaya dan meninggal dunia setelah dianiaya sedemikian rupa oleh team 12.
Gambaran sedikit diatas menuai kepiluan bagi bangsa ini, bangsa yang dikenal besar dan sangat kayaakan hasil buminya. Dimana begitu sulitnya dan mahalnya mempertahankan hidup ditanah kelahiran sendiri sehingga nyawa adalah taruhan terahir dalam pemenuhan kebutuhan manusia. Dalam hal ini salah jika kita men-justis ini kesalahan pemerintah dan jajaranya yang kurang tanggap dalam mencari solusi atas permasalahan ini, sehingga butuh satu nyawa yang dipertaruhkan sehingga muncullah semangat untuk menyuarakan “kebenaran”. Sebenarnya bukan hanya salim kancil saja yang meninggal secara tragis dalam tragedi pemenuhan hak hidup, ada seorang buruh yang membakar dirinya kemudian terjun dari atas setadion Gelora bungkarnoyang kemudian “hanya” menjadi tanding topik di berbagai media tanpa ada penyelesaian yang kongkrit atas pemasalahan yang komplek dalah kehidupan sosil.
Banyak penyelidikan-penyelidikan ketika ada kasus yang menjadi tranding topik dalam berbagai berita nasional, namun belum secara tuntas diselesaikan, Betul!!!! Bukan murni kesalahan pemerintah yang dianggap lamban dalam penyelesaian konflik sosial ini, namun pribadi yang cenderung egois, cenderung berkompetisi dalam pemenuhan kebutuhan bisa jadi pemicu munculnya permasalahan ini, namun begitu mahalkah untuk bisa memenuhi kebutuhan sehari ditanah yang dianggap surga dengan kekayaan alam yang melimpah ruah, begitu sulitkah hidup dirumah sendiri, sehingga nyawalah sebagai taruhan terahir, sebagai jalan keluar untuk menyuarakan dan menyampaikan “bahwa hidup dirumah sendiri seperti pembantu yang menyiapakan kebutuhan tamunya, memenuhi kebutuhan majikannya yang sejatinya majikannya itu adalah pesuruhnya”
BATU, 08 OKTOBER 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H