Mohon tunggu...
Leny Maryouri
Leny Maryouri Mohon Tunggu... -

PhD Candidate, Curtin University, Pengamat Transportasi dan Pendanaan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kritik dan Solusi Program Pengadaan Bus Terpusat untuk Pengembangan Bus Rapid Transit (BRT) di Indonesia

29 Juli 2015   23:00 Diperbarui: 11 Agustus 2015   22:45 1188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

http://finance.detik.com/read/2015/07/29/092944/2977685/4/jokowi-dan-jonan-akan-tengok-proses-produksi-1000-bus-bantuan-di-ungaran

http://finance.detik.com/read/2015/07/29/181520/2978427/4/bus-bantuan-pemerintah-made-in-ungaran-harganya-rp-117-miliar

Gambar 2: Bus Damri

 

Pengadaan bus sebanyak 3000 bus dengan harga per bus adalah Rp.1,2 Milyar maka anggaran untuk pengadaan bus ini mencapai Rp.3,6 Trilyun atau lebih.

Pengadaan bus dengan anggaran Negara untuk mendukung mass transport sudah cukup bagus namun ada beberapa Kritik atas pengadaan bus tersebut melingkupi :

  1. Pengadaan bus yang terpusat sehingga biaya transport atas pengiriman bus ke daerah menjadi bagian dari APBN menjadi sebuah pemborosan.
  2. Kurang pembedayaan Dinas Perhubungan tingkat Provinsi atau Kota, belajar dari tahun-tahun sebelumnya dengan program yang ada bahwa ketidak diperdayakannya Dinas Perhubungan menyebabkan kurang ada synergy dan kesinambungan, kurang ada program dan kebijakan level daerah yang kurang pas sehingga bus hasil pengadaan relative mubazir/mangkrak atau tidak dipergunakan secara semestinya.
  3. Pemerintah Daerah yang mendapatkan Hibah Bus dari Kemenhub mengalami kesulitan dalam penyediaan anggaran berupa pembangunan halte yang mengikuti design bus dan juga pembangunan fasiltas lainnya. Serta mengalami kesulitan dalam pemilihan rute operasional bus hibah yang sesuai dengan demand dan kapasitas bus serta geometric jalan, serta kesulitan pengalokasian anggaran subsidi O&M BRT.
  4. Belum mempertimbangkan system management dan kelembagaan atas BRT dan belum mempertimbangkan ketersediaan SDM yang akan mengoperasikan dan maintenance (O&M) BRT. Saat ini Kemenhub masih hanya memperhitungkan PT Damri sebagai lembaga operator yang utama. PT Damri yang ada saat ini juga level manajemen terpusat yang akan cukup sulit memenuhi standard kebutuhan angkutan umum di daerah. Kendala dari hasil pengadaan bus terpusat yang telah berjalan, O&M kurang optimal serta kelangsungan pembiayaan tidak terjadi, system subsidi juga kurang jelas. Sampai saat ini belum ada BRT di Indonesia yang berkembang dan memberikan pelayanan memuaskan pada masyarakat. Tidak terlihat rencana pengembangan atas BRT itu sendiri di tiap daerah.

Solusi untuk peningkatan pelayanan trasportasi perkotaan dengan bus system di kota-kota besar Indonesia meliputi :

  1. Kemenhub harus konsentrasi pada kebijakan, standard prosedur, standard pengadaan, standard management operator BRT, tidak perlu terlalu teknis apalagi sampai teknis pengadaan bus dan pembagian bus ke daerah-daerah. Kemenhub harus mencitapkan vision yang lebih besar untuk pengembangan angkutan massal secara menyeluruh dan menciptakan system integrasinya. Sehingga apabila Kemenhub masih menyibukan diri dengan pengadaan bus, artinya telah mengecilkan kewenangan dan fungsi Kemenub itu sendiri.
  2. Pengadaan bus dilakukan per provinsi atau di-distribusi-kan pada daerah untuk menumbuhkan peran aktif synergy Dinas Perhubungan Provinsi/Daerah dalam perencanaan dan menciptakan kebijakan pendukung. Serta adanya perencanaan subsidi BRT apabila diperlukan.
  3. Pemerintah Daerah tetap menganggarkan pembanguanan dan pemeliharaan jalan dan fasilitas umum penunjang angkutan umum. Pemerintah Daerah lebih memahami demand/ calon penumpang bus pada rute-rute tertentu untuk disesuaikan dengan ukuran dan kapasitas layanan bus.
  4. Untuk menciptakan system kelembagaan dan O&M yang berkesinambungan maka perlu Pendirian BUMD Pengelola BRT. Karena besarnya wilayah dan populasi Indonesia maka tidak semua terfokus pada PT. Damri, dengan pengembangan manajemen di daerah diharapkan SDM yang tersebar di daerah akan terakomodasi sehingga sense of belonging dari SDM daerah akan tumbuh dan berkembang.
  5. Anggaran APBN untuk pengadaan bus system bisa berupa Penanaman Modal Pemerintah (PMP) untuk BUMD Pengelola BRT.
  6. Untuk mendorong dan mempercepat pengelolaan yang professional dan berkelanjutan maka BUMD Pengelola BRT didorong (encourage) untuk Kerjasama dengan Swasta dengan pola Public Private Partnership (PPP). Kerjasama PPP dengan Perusahaan Swasta yang sudah memiliki pengalaman O&M Bus. Pola operasional bisa dengan Leasing Bus pada periode konsesi. Apabila Leasing 5 tahun maka Konsesi dengan Perusahaan Swasta cukup 10 tahun, atau 2 kali masa leasing. Dengan pola ini, maka pemanfaatan APBN yang menjadi PMP akan lebih optimal, PMP senilai Rp.3,6 Trilyun (setara 3000 bus) sebagai Equity BUMD Pengelola BRT bisa untuk mendapatkan Leasing Bus 3 kali lipat atau Rp.10,2 Trilyun (setara 9000 bus). Sehingga penyelesaian atas pengurangan kemacetan dan pengembangan angkutan umum berbasis bus pada kota-kota di daerah akan jauh lebih optimal dan berkelanjutan.
  7. Pada waktu mendatang, depo pemeliharaan bus, pabrik karoseri bus bisa dikembangkan di daerah.

 

Terima kasih

Semoga bermanfaat.

 

Perth, 29 July 2015

Leny Maryouri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun