Mohon tunggu...
Aksan Taqwin EMBE
Aksan Taqwin EMBE Mohon Tunggu... -

saat aku lupa segalanya. yang kuingat hanyalah PENA

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

esai menulis

23 Agustus 2011   09:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:32 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

                                                                                 SELANGKAH  MENUJU KARYA

AKSAN TAQWIN EMBE

 

“Melukis kata dengan pena, berbicara pena dengan karya”

 

Menulis ibarat bernafas sebagai kebutuhan hidup. Kadangkala kita tidak sadar apa yang kita lakukan atas hal itu. Kita tidak sadar melakukan hubungan antara hidung dengan oksigen. Bahkan kita tidak sadar seberapa besar oksigen yang kita hirup setiap detiknya.

 Bernafas terkadang menimbulkan penyakit. Seperti debu-debu liar yang mengganggu pernafasan memasuki rongga hidung menuju paru-paru, sehingga menyebabkan penyakit. Misalnya : Asma, paru-paru. Hal itu menjadi antisipasi individual. Jadi bernafas membutuhkan semangat yang tinggi untuk hidup. Begitu juga menulis. Menulis perlu adanya semangat dan usaha. Menjadikan menulis sebagai kebutuhan memang sangat sulit dan rentan dialami oleh orang yang kurang menggemari membaca. Bagaimana tidak? Sering kita temui sekelompok orang yang sering mengeluh tentang hal itu. Mengerjakan sebuah tugas sekolah sampai perguruan tinggi sering memplagiasi dari internet sama persis, copy-paste. Tidak ada adanya sedikit semangat untuk menuangkan gagasannya sendiri karena Gagasan seorang penulis adalah hal-hal yang menjadi kepeduliannya.

Bagaimana cara menulis? Satu yang perlu diperhatikan yaitu keinginan. Keinginan adalah sebagai modal utama untuk memacuh semangat menulis. Janganlah ragu dalam menulis apapun, tulislah semua hal walau sederhana mungkin, sesuatu yang kita rasakan, jangan ragu atas kualitas yang kita hasilkan. Tuangkan semua yang kamu rasakan dalam bentuk tulisan meskipun bagi kita tulisan itu biasa, namun dengan khurun kebiasaan kita dalam menulis, dengan pola dan hati-hati dalam menulis maka disitu nanti akan menimbulkan kata-kata yang indah dan juga kualitas tulisan yang sangat menarik.

Apakah menarik tidaknya sebuah tulisan tergantung kebiasaan?  Betul, semua perlu kebiasaan. Karena setiap apa yang dituangkan dalam tulisan perlu adanya kediplinan dan ketekunan dalam menulis. Menulis dan menulis tanpa ada kata malas, menulis walau sehari hanya satu paragraf bahkan satu kalimat atau dua kalimat sekalipun.

Bukan hanya menulis saja tapi juga membaca. Modal dalam menulis yaitu dari apa yang kita baca. Tanpa kita membaca maka kita tidak akan mendapatkan sebuah referensi-referensi dalam menulis. Menulis butuh referensi yang luas. Juga butuh ide-ide dalam kerangka karangan dalam kepenulisan. Jadi didalam membaca dan menulis harus seimbang.

 Nah, dari mana kita dapatkan semua itu dalam bsebuah wacana? Yang jelas dari tulisan-tulisan itu sednri yang harus kita baca dan pelajari. Maka dari itu hubungan antara penulis dengan apa yang akan kita baca (buku) sangat erat sekali. menulis, membaca, menulis, dan menulis.

 

Menulis yuuk....! Menulis bebas aja deh..! Yang penting berkarya.

Menulis bebas. Di dalam menulis yang sering  menjadi hambatan adalah hati dan suasana. Seringkali kita menjadi malas untuk menulis hanya karena hati dan suasana tidak mendukung, malas. Bagaimana tidak, setiap menulis yang dirasakan hanya bimbang, ragu. Tidak ada upaya untuk menggerakan tangannya pada sebuah tulisan. Yang ada hanyalah catatan harian. Lho, itu juga termasuk menulis, menulis bebas namanya.

Seperti apa yang dikatakan John Steinbeck bahwa menulislah dengan bebas dan secepat mungkin. dan tuangkan semuanya ke atas kertas. Jangan melakukan koreksi atau menulis ulang sebelum semuanya habis dari apa yang anda tuliskan. Dari statemen itu mengajak kita untuk menulis spontanitas, apapun itu. Karena untuk mengawali kelancaran dalam menulis maka kita wajib belajar. Belajar menulis secara spontanitas.

Lantas apa yang kita tulis? Nah, itu yang menjadi masalah. Bukan apa dan bagaimana yang menjadi persoalan. Namun keinginan menulis adalah sebuah modal utama yang kemudian disertai dengan tindakan secara spontanitas walaupun tulisan itu fatal kalimatnya. Dari situ nanti kita merevisi kata demi kata dalam tulisan yang patut kita ganti menjadi sebuah kalimat yang pas dibaca.

Menulis ibarat kita bernafas.

Kalau kita tidak menulis otomatis mati dong.! Kan, kita tidak bernafas?  Bukan begitu pendiskripsiannya. Sangatlah sempit jika kita menyimbolkan seperti itu. Menulis adalah kebutuhan sehari-hari. Tanpa menulis kita tidak akan dapat mengupas segala sesuatu yang terjerat pada berbagai masalah. Di kehidupan sehari-hari sampai masalah hati sekalipun.  Kita menengok di sekitar kita saja terlebih dahulu. Dari kalangan mahasiswa ataupun pelajar yang malas dan enggan untuk melakukan menulis. Mahasiswa atau pelajar kan juga menulis bahkan yang berpendidikan pendek hanya sebatas bisa membaca dan menulispun tiap harinya mengapresiasikan sebuah komunikasi dalam sebuah tulisan, contohnya sms.  Lho...bukannya sms juga menulis bebas? Iya...benar, sms juga menulis, namun tergantung kita dapat mengembangkan atau tidaknya dalam tulisan itu. Sering kita temui sebuah pesan yang memenuhi kotak masuk ponsel kita. Sebuah pesan yang terangkai kata-kata yang terkemas rapi membentuk sebuah puisi.

Puisi? Iya..puisi. Saya ambilkan satu contoh menulis yang termudah dulu saja.

 

Kebebasan Abadi

 

Kami berdiri disini

Mengoyak kesepian ,menendang kekuasaan,mendobrak ketidakadilan

Melaju atas nama hati nurani dan pengabdian

Tapi,itu bukan kami….

Kami adalah bangkai….

Bangkai yang menyenandungkan kebebasan…..

Kebebasan abadi

Berperang tapi tak berhati

Dunia kami adalah dunia kelam

Meraung,menjilat….

Tapi,,,

kami tak pernah lagi heran dengan dunia kami

bagimu negeri setelah itu

mati

karya: Nabila (komunitas sanggar sastra unrow tuban)

 

            Sebuah puisi yang menggunakan bahasa yang sangat sederhana. Puisi yang mengapresiasikan tentang kepenatan hidup, ingin bebas dalam segala hal, bukan kefanaan hidup namun ingin kehidupan yang bersih dan merasakan kemakmuran pada sebuah negara. Namun dari situ kita memiliki kebanggaan tersendiri yaitu menulis puisi walau sederhana.

Bagaimana dengan kita? Apa yang kita banggakan? Hidup ini alternatif, kita harus mampu memegang teguh sebuah pilihan. Sebuah satu pilihan yang kita gemari untuk menuju sukses. Kalau kita gemar main sepak bola, maka disitu harus menguasai bagaiman cara menjadi pemain sepak bola yang sangat profesional, begitu juga menulis. Walaupun kita hanya dapat menulis sebuah puisi.

Puisi adalah karya sastra. Hampir semua manusia normal bisa menulis sebuah puisi. Walaupun tanpa gaya bahasa di dalam tubuh puisi tersebut. Terkadang mereka dengan tegas berkata ”Tidak bisa”  Nah, kata “Tidak bisa” adalah sebuah masalah buat kita yang perlu kita pecahkan sampai tuntas di balik itu semua. Karena masalah adalah ibarat penyakit, jika dibiarkan akan semakin parah dan menjangkit ke otak dan menurunkan mental. Maka perlu kita sembuhkan.

Hampir semua seniman menyukai karya sastra, akan tetapi sebagian kecil menyukai puisi. Mereka (penikmat) sering mengungkapkan kalau mereka tidak bisa menulis puisi hanya sebagai penikmat saja. Masalah itu menjadi persoalan pada kata, karena jika orang hendak membicarakan kesusastraan Indonesia secara historis, tentu pertama-tama akan berhadapan dengan pertanyaan itu. Kebanyakan penelaah sastra seakan sengaja menghindar. Sehingga timbul berbagai argumen-argumen yang kurang berkenan. Dan atau statemen dari argumen tanpa bukti yang meyakinkan.

 

Apakah menulis membutuhkan bahasa yang indah?

 

            Menulis harus mengetahui apa yang akan ditulis. Bukan tulisan yang dinilai indah tidaknya,  namun gaya bahasa dan penempatan diksi yang tersusun secara sistematiklah yang perlu kita kuasai. Dengan cara apa kita mendapatkan diksi? Hal itu terlebih dahulu kita mempelajari bahasa. Bahasa indonesia, bahasa yang kita kuasai, sehingga kita dapat malakukan pemilihan kata seindah mungkin yang terkemas dalam sebuah tulisan. Keraguan dalam menulis sering kali bermunculan tiada henti bahkan menyala-nyala dalam pemikiran manusia untuk maju saat ini dalam menulis.

            Proses tumbuh kembang dalam menulis sangat terkait dengan faktor kesehatan atau tergantung keadaan, rasa dan suasana hati seperti apa yang tertulis sejak awal tadi. Dengan kata lain hanya orang yang mood-lah yang mampu menulis spontanitas. kembang yang optimal dan maksimal. Meskipun proses tumbuh kembang rasa itu muncul dalam keinginan dalam menulis itu berlangsung. secara alamiah, proses tersebut sangat tergantung suasana hati individu masing-masing.

 

 Ada tahap awal dalam menulis pada sebuah tulisan yaitu menulis pengalaman pribadi, sebuah tulisan pengalaman pribadi disitu akan terkemas menjadi sebuah cerita yang akan menjadi sebuah bacaan yang menarik. di dalam tulisan merupakan masa yang kritis yang akan menentukan kemampuan dan ternilai dari sikap penulis itu sendiri, pada umumnya menulis adalah cermin kepribadian seseorang itu sendiri. intelektual, sikap, nilai dan pola perilaku seseorang. tumbuh kembang dalam menulis, untuk bisa merawat dan meliarkan segala imajinasi atau wawasan yang ada pada otak dalam berpikir setiap detiknya. akan tetapi kita perlu mengetahui banyak hal yang berkaitan dengan menulis. menulis fiksi atau non fiksi.

Menulis adalah obat mujarab dalam curahan hati. bagi mereka yang sering teraniaya cinta atau mungkin tentang manisnya cinta, persahabatan atau permusuhan sekalipun, sering menulis kisahnya di buku diary yang terkunci rapat. tak seorangpun boleh mengetahui kecuali dirinya. seseorang yang menutup dan merahasiakan karya atau hasil tulisannya adalah orang yang sombong. lantas...bagaimana kita bisa tahu tulisan kita kalau tulisan itu kita kunci rapat di dalam lemari?

 

 

“Berilah arti pada setiap yang apa kamu lakukan, walau sekecil apapun”

(Mutiara Pak Har)

 

            Menulis memiliki peran yang sangat penting dan nilai yang sangat luas. setiap kaki yang kita langkahkan harus memiliki arti atau tujuan. sama halnya dengan menulis itu sendiri harus ada maksud tertentu. Menulis...menulis...dan menulis. Maka disitulah kehidupan akan menjadi indah dan bermanfaat. Ada sesuatu yang kita banggakan dari apa yang kita hasilkan.

 

 

                                                                                                            13 April 2011

Aksan Taqwin EMBE

Ketua komunitas sanggar sastra unirow tuban.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun