Mohon tunggu...
Constantia Nilam
Constantia Nilam Mohon Tunggu... -

welcome world. :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Oh Tuhan, Peluk Aku ya

2 Desember 2012   06:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:19 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hujan deras itu pun kembali datang di temani petir-petir yang menyambar, mebuat kaca-kaca rumah ku ini bergetar. Terasa sepi, merasuk jiwa ketika listrik padam dan tak ada seorang pun yang menemani. Kemana perginya mereka, ayah ibu, nenek kakek, kalian dimana? Tak seorang pun menjawabku, ya karena aku hanyalah anak pertama dan hanya mempunyai adik kecil yang masih balita. Mereka, ayah, ibu, nenek, kakek, meninggalkanku bersama adikku yang masih balita ini begitu cepatnya. Umurku yang belum genap 18 tahun, sudah harus merasakan kehilangan satu per satu orang yang aku cintai. Tak punya siapa-siapa di dunia ini, kecuali adikku yang masih balita.

Namaku Sulis, dan aku seorang ABG yang masih berumur 18 tahun dan adikku bernama Wila. Dengan tertatih-tatih aku harus membantu menghidupi hidupku dengan adekku yang satu ini. Almarhum Ayah, beliau dulu seorang pensiunan dan gajinya pun tak seberapa, almarhum ibu, beliau tak mempunyai pensiunan karena dulu beliau seorang penjual, gorengan keliling di sektar kompleks. Dengan bantuan, saudara dari ibuku dan dengan aku menjual pernak-pernik dengan kain perca, aku dan adikku untungnya masih bisa bertahan hidup, dan untungnya masih saja bisa membantuku untuk kuliah.

Oh, Tuhan peluklah aku di tengah sepi ini. Sepi yang semakin lama ku rasakan, semakin masuk ke tulang. Bagaimana dengan nasib adiikku yang sebentar lagi akan TK ? Oh, Tuhan peluklah adikku yang masih belum mengetahui bahwa kedua orang tua kami telah tiada, telah Kau panggil. Ayahku terkena serangan jantung, dan Ibuku meninggal saat melahirkan adikku. Tuhan, kau sayang kami kan? Peluk kami Tuhan, dimana beban dan cobaan ini datang bertubi-tubi. Aku tahu Tuhan, banyak orang di luar sana yang lebih menderita dari padaku. Tuhan, peluklah kamu umatmu, yang merasa sendiri dan sepi.

Dan akhirnya, saat petir itu menyambar lagi, membuat adikku kaget dan tersentak dari tidurnya, mengislah ia dan selalu menanyakan "mbak, ibu mana? ayah mana? kok gak pulang-pulang." Ya, aku selalu menutupi kemana orang tua kami pergi. Ayahku meninggalkanku 2 tahun kemudian setelah ibu meninggal. Ya mungkin semua cobaan ini membuatku untuk menjadi seseorang yang harus dewasa seblum waktunya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun