Semua berawal dari mimpi, semua tentang mimpimu, mimpiku dan mimpi kita. Entah, berapa lama sudah ku berlari menembus awan-awan yang berlalu lalang ada di pikiranku, andai kau bisa ku genggam kan ku sadarkan kau dan berkata "hai, kembalilah, jangan kau pergi lagi, lihat aku ada disini." Masihkah kau ingat semua cerita dan mimpi tentang kita? ya, semua mimpi tentang kita, mimpi yang ada di atas langit walaupun masih ada langit, dan mimpi yang sudah kita urai bersama diiringi derasnya air hujan dan air mata kita yang tak sengaja terus saja mengalir dengan derasnya.
Aku si anak lebay yang seperti halnya membesarkan masalah, dan kalian boleh memanggilku Kuas. Aku seperti halnya kuas, yang selalu menari-nari diatas lembaran kertas putih. Jika ku menggoreskan warna yang terlalu banyak shade, Â kertas itu menjadi seonggok kertas yang diatasnya berwarna gelap, tetapi jika ada seseorang menggoreskanku dengan warna tin yang terang kertas itu akan berubah menjadi cerah. Begitu juga halnya ketika, ada seseorang yang mencampurkan harmonisasi warna itu dengan sangat menarik, kalian bisa melihatku menjadi sesuatu yang menarik pula. Seperti halnya yang sudah banyak orang katakan padaku, bahwa aku si anak "lebay", terserah mereka berkata apa, aku hanya melihat apa yang ku lihat dan ku menjalani apa yang perlu ku jalani. Dan kau, orang yang pernah bermimpi bersamaku, sebut saja kau Sajak.
Kau Sajak, tak banyak kata yang pernah kau utarakan, tak pernah banyak rangkaian kalimat kau utarakan padaku. Tetapi setiap sedikit saja kau berkata, pancaran dari bola matamu bisa membuat hatiku menari-nari, atau jika kau merasa kecewa merasa sedih merasa terluka, kau hanya bisa terdiam tetapi tetap, tatapanmu memberikan ku isyarat untuk segera memintamu kembali. Aku dan kau Sajak, seperti halnya kita berada di dunia berbeada, aku yang selalu banyak bicara, banyak berucap, banyak bertingkah, dan kau yang selalu diam, berusaha menyimpan semua perasaanmu sendiri.
Haii, Sajak, janganlah kau pergi dengan segenap luka yang pernah aku goreskan di hatimu. Biarkan ku memberikan warna tin, warna yang cerah di hatimu terlebih dahulu. Bolehkah ku, genggam tanganmu lagi agar ku bisa menatap matamu yang sendu? Aku kangen semua tentang kita, kangen antara kau dan aku, kangen dengan mimpi kita dahulu. Mimpi kita, yang ingin bahagia bersama, menangis bersama, dan mimpi yang telah kita lukiskan di angan-angan kita bersama. Hai, Sajak janganlah kau berpaling dariku, lihatlah betapa banyak pengorbanan yang telah kita lakukan bersama, hapuslah luka yang pernah kita lakukan bersama, ingtalah cerita indah tentang kita. Ingatlah, tawa kita yang selalu kita urai saat kita bersama dahulu, banyak orang yang iri dengan kita. Hai Sajak, ingatkah mimpi kita dahulu? Aku memang lebay, yang terlalu membesarkan masalah apa yang aku lihat dan aku alami, aku tak tahu bagaimana ku sampaikan rasa luka hati itu.
Tetapi Sajak, mimpi kita yang membuatku tegar, canda, tawa kita yang bisa menghapus semua luka di hati yang pernah aku atau kau goreskan sendiri. Sajak, apakah kau percaya bahwa air hujan dan air mata kita bisa menghapus semua luka dihati? Aku ingin kau percaya Sajak, bahwa semua mimpi kita bisa kita gapai. Mimpimu yang ingin menjadi seseorang, yang ingin membanggakan orang tuamu, yang ingin menjadi pebisnis yang sukses, dan semua mimpimu itu akan selalu aku dukung dan tak pernah ada niatku untuk mengubah mimpimu itu. Sajak, aku juga mempunyai mimpi yang tak kalah hebat dengan mimpimu itu, aku ingin menjadi dosen, aku ingin menjadi, designer terkenal dan ingin membantu ekonomi di keluargaku. Sajak kita mempunyai mimpi bersama, yang selalu aku ingat walaupun hujan air mata sudah mengalir deras dan mimpi kita juga yang membuatku bertahan. Sajak, jika memang mimpi kita masih kau ingat, genggamlah, lanjutkanlah mimpimu terlebih dahulu, tapi kau jangan lupakan mimpi kita, banyak masalah yang sudah kita jalani dan hadapi janganlah kau diam, karena semua itu tak kan menyelesaikan. Sajak, bicaralah, katakanlah semua padaku, jika memang hatimu seperti kertas putih itu jikalau kamu sedih biarkan ku goreskan warna cerah di hatimu, janganlah kau diam Sajak. Bantulah aku untuk menopang semua beban hidup ini, semua ini anggap sebagai pelajaran yang pahit, agar suatu saat kita tak akan mengulangi lagi ya Sajak. Sajak pilihlah yang menurutmu terbaik, jalani apa yang ada yang telah kamu pegang. Sajak, biarlah ku menari-nari lagi di hatimu mewarnai harimu dengan warna-warna cerah agar ku bisa lihat senyummu kembali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H