Hampir aku melupakan masa lalu ku yang suram. Dari bagai sebagaian yang runyam untuk memikirkan disaat seperti ini. Bukan. Bukan waktunya untuk mengeluh. Aku harus tetap maju dan menghadapi setiap kenyataan ini. Ini adalah dimana dunia merupakan bagian kecil setetes kenikmatan yang berada di surga. Dan benar sekali ini merupakan penjara umat manusia. Bagi yang beriman akan merasa bahwa mereka di dunia sesalu merasa terbatas. Sedangkan mereka yang menganggap dunia adalah surga selalu merasa bebas tak berpenghalang.
Aku tak seharusnya berhenti disini. Tidak begitu seharusnya. Akku harus mencapai impian itu. Melihat dari seberapa jauh aku melangkah. Aku tidak akan mengakhiri usahaku yang terlanjut ku bulatkan.
Bukan berarti gagal kau akan menyerah. Mencoba untuk bercermin dan bernegoisasi dengan bayangan ku. Membuat janji agar saling membantu. Saling mengingatkan bahwa yang kita perjuangkan tak akan berakhir dengan sia- sia. Bersepakat untuk tetap saling membagi ide, dan membantu agar tetap berdiri setelah terjatuh.
Kini hanya ada aku dan bayangan ku. Tidak ada seorang pun yang akan mengakui usahaku. Mereka-mereka berpaling dari apa yang ku katakan. Bukankah seharusnya sebagai teman itu saling mendukung ? Tapi entah perubahan apa yang terjadi pada dunia sehingga setiap orang lebih menguntungkan individu. Perubahan yang terjadi sudahlah sangat jauh dari budaya sebagai makhluk sosial. Mereka menjatuhkan dan saling menjatuhkan. Hampir tak terlihat bisa mengira masih ada orang yang mau membantu sesamanya.
Ah,,,. Peduli apalah mereka. Apapun yaang terjadi. Yang ada di kehidupan ku terhadap kenyataan dunia ini, hanya ada aku dan bayangan ku yang saling membantu. Cukuplah merupakan barang berharga aku memiliki bayangan yang dapat aku ajak bicara. Bayangan dimana akan meniru perkataa di depan cermin. Dan sudah lebih dari cukup.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H