Mohon tunggu...
Khoirul Anam
Khoirul Anam Mohon Tunggu... -

Seorang pemuda otodidak yang berupaya menjadikan hidup bernilai lebih.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Misteri Masjid Tiban Istimror Kauman

10 Desember 2011   10:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:34 6345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Warga Desa Kauman, Kauman, Tulungagung, Jawa Timur pagi itu dihebohkan dengan sebuah bangunan berbentuk masjid yang muncul secara tiba-tiba. Padahal, sore harinya di lokasi tersebut sama sekali tidak terdapat bangunan. Tentu saja hal ini menyita perhatian masyarakat luas. Tanda tanya besar pun meliputi benak mereka. Siapakah yang mendirikannya?

Usut punya usut, masjid tersebut ternyata didirikan oleh seorang waliyullah bernama Hasan Ghazali. Warga Kauman menjulukinya Mbah Ageng Withono. Withono berasal dari kata Jawa wiwite ono, permulaannya ada. Artinya, beliau adalah penyebar agama Islam pertama di desa Kauman. Mbah Hasan Ghazali sendiri berasal dari daerah Klaten, Jawa Tengah.

Alkisah, Mbah Ageng Withono semula hendak menyebarkan agama Islam di daerah pegunungan Wilis. Namun, dakwah beliau tidak berlangsung lama karena mendapat perlawanan sengit dari masyarakat Hindu di daerah tersebut. Mbah Ageng diteror dan diserang sedemikian rupa hingga akhirnya hijrah ke desa Kauman. Meski demikian, Mbah Ageng berhasil mengislamkan dua orang bernama Mendung Gelo dan Barat Tigo. Keduanya kemudian dibawa serta Mbah Ageng ke desa Kauman.

Setelah tinggal di Kauman, beberapa waktu kemudian Mbah Ageng mendirikan sebuah masjid yang konon tidak diketahui saat pembangunannya. Warga Kauman hanya menyaksikan masjid tersebut sudah berdiri kokoh di pagi hari. Padahal, sore harinya di lokasi tersebut sama sekali tidak terdapat bangunan. Karena muncul tiba-tiba, masjid tersebut kemudian diberi nama Masjid Tiban Istimror. Di masjid inilah Mbah Ageng Withono mengawali kegiatan dakwahnya menyebarkan agama Islam di desa Kauman dan sekitarnya.

Mbah Ageng Withono dalam menyebarkan agama Allah tidak sendirian. Beliau ditemani saudaranya, Hasan Mimbar dan Abdul Kohar. Beliaubertiga adalah putra Mbah Madali (Tawangsari ) bin Mursyidin (Mojoagung) bin Siti Munawaroh binti Sunan Drajat bin Sunan Ampel bin Sunan Asmoro Qondi bin Maulana Jumadil Kubro Troloyo. Mbah Ageng Withono juga memiliki santri kinasih bernama Mustaham yang merupakan cucu dari R. M Karebet (Jaka Tingkir). Beliau juga memiliki sahabat karib bernama Imam Muntoha dan seorang pendekar tangguh bernama Gemblang Serang.

Dalam berdakwah, Mbah Ageng dikenal santun dan penuh toleransi. Cara dakwah demikian ternyata mendapat sambutan hangat dari masyarakat. Berlahan Warga desa Kauman dan sekitarnya beramai-ramai menyatakan masuk Islam. Desa Kauman kemudian dikenal sebagai desa religiius karena masyarakatnya menerapkan syariat Islam dengan benar dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga terciptalah suatu tatanan masyarakat yang religius dan nyaris tak pernah terjadi konflik antar sesama.

Meski dakwahnya sudah mendulang kesuksesan, namun Mbah ageng terus berjuang menyebarkan agama Islam hingga akhir hayatnya. Sayang, warga Kauman tidak ada yang tahu persis pada tahun berapa beliau wafat. Yang jelas, makam Mbah Ageng terletak di sebelah barat Masjid Tiban Istimror berdampingan dengan Mbah Hasan Mimbar. Di situ pula dimakamkan Mbah Imam Munthoha, Mbah Gemblang Serang, Barat Tigo dan Mendung Gelo.

Sempat terbengkelai

Berdasarkan penuturan seorang mursyid, Mbah Ageng Withono semasa hidupnya tidak pernah menikah, apalagi punya keturunan. Namun, di kemudian hari ada beberapa orang yang mengaku sebagai keturunan beliau. Mengenai kebenarannya wallahu a’lam, kita kembalikan saja pada Yang Maha Kuasa. Yang jelas, sepeninggal Mbah Ageng Withono, Masjid Tiban Istimror sempat terbengkelai.

Hal ini disebabkan –menurut versi yang mengatakan tidak menikah– tidak adanya keturunan yang mewarisi, di samping juga tidak ada yang berani bertindak sebagai pengelola masjid. Sebab, masjid tersebut oleh Mbah Ageng Withono diberi pengaman atau penunggu berupa jin yang bernama Mbah Ngadiman. Konon, jika bukan orang alim tidak akan kuat untuk menempati dan mengelola masjid tersebut. Karenanya, sepeninggal Mbah Ageng Withono Masjid Tiban Istimror sempat terbengkelai selama puluhan tahun. Bahkan, di lokasi tempat berdirinya Masjid Tiban Istimror terdapat makam kerabat bupati pertama Tulungagung, Tumenggung Mangoendirono yang berwasiat agar dimakamkan di situ. Sebab, konon ia prihatin dengan kondisi masjid yang tidak terawat.

Sampai suatu ketika, santri kinasih Mbah Ageng Withono, Mbah Mustaham (Mojosari) merasa prihatin dengan kondisi masjid yang didirikan oleh gurunya tersebut. Akhirnya, Mbah Mustaham memutuskan untuk memindahkan bangunan masjid ke Mojosari, Bancaan, untuk dimanfaatkan. Namun, terjadilah sesuatu yang ganjil. Bangunan Masjid yang dipindah ke Mojosari ternyata tidak dikehendaki oleh Mbah Ngadiman, seorang jin santri Mbah Ageng Withono yang ditugaskan untuk menjaga masjid. Ia marah dan mengamuk bukan main kepada warga daerah Mojosari. Warga pun resah dibuatnya. Suasana kembali normal setelah Mbah Mustaham mengembalikan bangunan masjid ke tempat semula, yakni di desa Kauman. Pengelolaan masjid kemudian diserahkan kepada H. Kholifah, putra dari Mbah Hasan Mu’min asal Pasar Gedhe Mataram bin R. Hasan Anom Mataram bin Raden Santri Muntilan secara turun menurun hingga sekarang.

Karamah

Seorang hamba yang dekat Allah swt. biasanya selalu memiliki keistimewaan yang jarang dimiliki orang lain. Begitu pula dengan Mbah Ageng Withono. Berdasarkan penuturan KH Nasrul, Takmir Masjid Tiban Istimror yang mengelola sejak tahun 1970, Mbah Ageng Withono pernah berpesan agar bangunan sumur ditinggikan, begitu pula dengan pondasi masjid.

Pesan itu kemudian terbukti ketika desa Kauman dilanda banjir bandang sekitar tahun 1976 M. Warga desa Kauman kesulitan untuk mendapatkan air bersih. Satu-satunya sumber air yang tidak tercemar hanyalah sumur Masjid Tiban Istimror. Warga pun berbondong-bondong mengambil air bersih di sumur tersebut. Anehnya, airnya seolah tidak pernah habis meski diambil seluruh warga Kauman. “Sumur tersebut hingga kini masih dimanfaatkan untuk aktifitas sehari-hari,” tutur Kiai Nasrul.

Kejadian aneh lain yang dialami Kiai Nasrul adalah ketika membersihkan area makam Mbah Ageng Withono yang terdampak banjir. Saat itu, makam Mbah Ageng tergenang air dan dipadati lumpur banjir. Kiai Nasrul bermaksud menguras air yang menggenangi makam Mbah Ageng, tapi bingung bagaimana caranya. Akhirnya, beliau memutuskan untuk menjebol tembok yang mengitari makam. Anehnya, air yang menggenangi makam mengalir keluar melalui lubang tembok, tapi entah ke mana larinya. Sebab, tembok yang mengitari makam telah dipadati lumpur banjir. “Mestinya, air tidak bisa keluar karena tertutup lumpur banjir,” jelas Kiai Nasrul.

Selain itu, semasa hidupnya Mbah Ageng juga dikenal memiliki keistimewaan yang jarang dimiliki orang.Alkisah, suatu hari Mbah Ageng bermaksud menunaikan ibadah haji ke tanah suci. Untuk menuju ke sana, beliau harus melewati sebuah lautan. Mbah Ageng berangkat dari rumahny dengan mengendarai harimau hasil taklukannya. Sesampai di bibir pantai, beliau cukup lama menunggu perahu layar yang hendak ditumpangi. Di tengah penantiannya, tiba-tiba datanglah seorang jin yang menawarkan diri untuk mengantarkan Mbah Ageng ke tanah suci dengan cara digendong. Karena sudah cukup lama menanti, Mbah ageng menerima tawaran jin tersebut. Beliau akhirnya terbang bersama jin yang kemudian hari diketahui bernama Ngadiman tersebut menuju ke tanah suci. Akan tetapi, di tengah perjalanan, tepatnya di atas permukaan laut, Ngadiman berniat jahat kepada Mbah Ageng. Beliau hendak dijatuhkan ke laut. Niat jahat Ngadiman ternyata diketahui oleh Mbah Ageng. Beliau lantas mencekik Ngadiman hingga dia minta ampun dan menyerah kepada Mbah Ageng. Sejak saat itulah, Ngadiman mengabdi kepada Mbah Ageng yang selanjutnya diamanahi oleh beliau untuk menjaga masjid.

Kisah lain, suatu ketika Tumenggung Ngabei Mangoendirono, Bupati pertama Tulungagung, mendapat surat dari pimpinan perampok yang isinya menyuruh menyiapkan harta pajak perlindungan. Jika tidak disiapkan, maka akan diserang dan hartanya akan dirampas. Takut ancaman tersebut benar dilaksanakan, Tumenggung Ngabei Mangoendirono mengadu kepada Mbah Ageng.

Benar saja, pada waktu yang telah disebutkan dalam surat yang dikirim kepada Tumenggung Mangoendirono, gerombolan perampok tersebut hendak datang ke padepokan Tumenggung. Namun, di tengah perjalanan, perampok tersebut dihadang oleh Mbah Ageng yang muncul tiba-tiba dari atas pepohonan, terbang. “Siapa kau? Berani-beraninya menghadang perjalananku,” ujar pimpinan perampok kesal. Mbah ageng menjawab, “Aku adalah murid Tumenggung di Ketandan, “ kata Mbah Ageng.

Melihat kesaktian Mbah Ageng, gerombolan perampok akhirnya mengurungkan niatnya dan kembali ke komplotannya. Mereka berpikir, jika kesaktian muridnya saja seperti itu, apalagi gurunya? Namun, di tengah perjalanan, tepatnya di Jetaan (sekarang), sang perampok berpikir jangan-jangan ini hanya untuk mengelabui semata. Mereka pun hendak kembali dan membumi hanguskan Temenggungan. Melihat gelagat para perampok hendak menyerbu Temenggungan, Mbah Ageng memerintahkan pendekarnya, Gemblang Serang untuk bertindak lebih dulu memberi pelajaran pada perampok tersebut. Kejadian ini berlangsung di daerah utara pertigaan jembatan Tawang. Mereka pun berhasil dilumpuhkan.

Kisah lain lagi, setiap hari Jumat, tepatnya selepas menunaikan ibadah salat Jumat, Mbah Ageng selalu pergi ke Sembayat, Gresik untuk mengadakan pertemuan bersama para wali membahas permasalahan umat. Belaiu pergi ke sana dengan mengendarai seekor harimau.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun