Mohon tunggu...
Ahmad Burhan Hakim
Ahmad Burhan Hakim Mohon Tunggu... -

-Penggiat diskusi Malang School (center of international relations studies) dan Madzhab Djaeng (multicultural n social sciene)

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Eksekusi Mati Terpidana Narkoba dan Hubungan Bilateral

17 Mei 2015   23:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:53 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Pelaksanaan hukuman mati bagi terpidana kasus narkoba di Indonesia beberapa waktu terakhir menjadi topic pembahasan bahkan menjadi headline surat kabar baik daerah maupun nasional baik cetak maupun elektronik. Persoalan pelaksanaan hukuman mati tersebut menuai banyak pro dan kontra. Pasalnya banyak diantara terpidana kasus narkoba yang di vonis mati adalah warna negara asing. Mereka berasal dari berbagai negara yakni Nigeria (afrika), Brazil, Perancis, Belanda, Australia dan beberapa negara tetangga seperti Filipina. Pemerintah Brazil beberapa waktu yang lalu menarik kedutaan besarnya di Indonesia lantaran warga negara mereka dieksekusi mati oleh pemerintah Indonesia. Aksi tersebut tentunya membuat hubungan bilateral Indonesai-Brazil menjadi terganggu. Perancis dan Belanda bereaksi dengan mengirimkan nota keberatan terhadap pemerintah indonesia dengan kasus yang sama yakni vonis mati terhadap warga negaranya.

Australia sebagai negara tetangga Indonesia bereaksi terhadap eskekusi mati warga negaranya. Sebelum pelaksanaan eksekusi mati pemerintah Australia melakukan berbagai macam pendekatan dan melakukan tekanan politik kepada pemerintah Indonesia agar warga negaranya tidak di vonis dan dieksekusi mati. Dalam kasus ini penulis melihat ada semacam national prestige yang dikejar oleh pemerintah Australia, maksudnya adalah pemerintah Australia ingin menunjukkan pada dunia dan khsusunya kepada Indonesia bahwa mereka negara kuat, maju dan modern. Sehingga warga negara mereka adalah warga negara yang istimewa di dunia. Pemerintah Australia sampai mengancam akan melakukan berbagai tindakanpolitik baik secara high politic maupun low politic apabila Indonesia tetap melaksanakan hukuman mati bagi warga negaranya.

Persoalan serperti ini harus dibaca oleh pemerintah Indonesia dengan konteks yang berbeda mengenai hubungan bilateral dan persoalan kedaulatan negara berupa kedaulatan hukum. Apabila pemerintah Australia berhasil melakukan tekanan terhadap Indonesia yang berujung pada pemerintah Indonesia tidak jadi melakukan eksekusi mati, maka hal ini kan berdampak buruk pada citra Indonesia dimata internasional. Mengapa demikian? Tentunya ketegasan pemimpin Indonesia dalam hal ini adalah presiden, harus di uji, apakah sanggup untuk terus melaksanakan eksekusi mati ataukah malah harus menyerah dengan tekanan-tekanan yang dilakukan oleh pemerintah Australia. Bagi penulis bukan persoalan seberapa besar bantuan yang diberikan Australia terhadap Indonesia, atau seberapa strategis posisi Australia terhadap Indonesia. Persoalan ini harus di pinggirkan untuk sementara, mengingat narkoba adalah persoalan kejahatan kemanuasiaan, suatu persoalan yang mengakibatkan banyak nyawa melayang yang disebabkan oleh narkoba.

Indonesia harus tegas dalam pelaksanaan eksekusi terpidana mati atas kasus narkoba, tidak peduli mereka warga negara Australia, Belanda, Francis atau negara lainya. Persoalan kedaulatan hukum negara menjadi factor yang dominan dalam melihat kasus tersebut. Indonesis tidak perlu takut dikucilkan di dunia internasional lantaran melakukan eksekusi mati. Sebaliknya Indonesia akan menjadi credit point apabila eksekusi mati terhadap terpidana narkoba dilaksanakan. pertama Indonesia akan dianggap tegas dalam memutuskan persoalan narkoba, dengan demikian akan membuat effect jera pada para pelaku kasus narkoba untuk datang ke Indonesia,Kedua, Indonesia akan dianggap benar-benar melakukan perang terhadap narkoba dan tidak pandang bulu terhadap siapa saja yang terlibat kasus narkoba.

RI Tidak Perlu Takut Untuk Eksekusi Mati

Pada tanggal 29 april2015 di Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah sebanyak delapan terpidana mati yang telah dieksekusi, adalah Andrew Chan (warga negara Australia), Myuran Sukumaran (Australia), Raheem Agbaje Salami (Nigeria), Zainal Abidin (Indonesia), Rodrigo Gularte (Brazil), Silvester Obiekwe Nwaolise alias Mustofa (Nigeria), Martin Anderson alias Belo (Ghana), dan Okwudili Oyatanze (Nigeria). [1] Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) menyatakn pemerintah RI tidak perlu kwatir atas tindakanya dalam mengeksekusi mati terpidana narkoba. Menurutnya ada lima alasan untuk pemerintah RI agar tak gentar dalam melaksanakan hukuman mati tersebut,Pertama, Pemerintah RI yang baru saja sukses menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika (KAA) ke-60, sedang diuji apakah pelaksanaan kedaulatan negara hanya sebatas retorika atau betul-betul direalisasikan. Sebab, kata Hikmahanto, dalam Dasa Sila Bandung--hasil KAA pertama 1955--prinsip non-intervensi terhadap negara-negara di Asia dan Afrika, merupakan prinsip yang masih relevan pada masa kini dan pada saat akan melaksanakan hukuman mati. Kedua, kata Hikmahanto, protes pemerintah Perancis dan Australia tidak lebih dari sikap negaranya yang tidak mengenal hukuman mati. Agar pemerintahnya dapat mempertanggungjawabkan mandat yang diberikan rakyatnya, mereka harus menyuarakan protes. Bahkan ancaman pelaksanaan hukuman mati.

Ketiga, lanjut Hikmahanto, suara keras dari pemerintah Perancis, Australia, dan Brazil disebabkan di negara tersebut sedang ada pertarungan politik untuk menduduki kursi kepemimpinan. Sehingga isu hukaman mati di Indonesia menjadi komoditas empuk. Keempat, saat ini Indonesia sedang dipojokkan Perancis dan Australia terkait pelaksanaan hukuman mati. Tapi hal itu berbeda dilakukan Australia, di mana akhir Maret lalu Tiongkok melaksanakan hukuman mati atas warga Australia. Namun Australia tidak melakukan tekanan kepada Tiongkok seperti yang dilakukan terhadap Indonesia. Kelima, sambung Hikmahanto, soal pernyataan Sekjen PBB Ban Ki Moon yang membuat pernyataan di luar tugas dan fungsi sebagai Sekjen PBB. Sekjen PBB bukanlah presiden dari negara-negara dunia yang dapat mengeluarkan perintah.[2] Lima alasan yang disampaikan oleh Himahanto tersebut patut menjadi landasan atau refrensi bagi pemerintah indonesia untuk tegas melakukan hukuman mati terhadap terpidana kasus narkoba.

Apa yang disampaikan oleh Hikmahanto terkait naik turunya hubungan bilateral hampir sama dengan yang disampaikan oleh Prof. Salim Said, yang menyatakan bahwa hubungan bilateral antar dua negara layaknya sebuah kondisi pacaran, ada masanya kedua belah pihak ngambek, kadang putus kadang nyambung.[3] Negara seperti Belanda, Perancis, dan Australia yang warganya dieksekusi mati tidak akan sampai melakukan pemutusan hubungan diplomatic dengan indonesia, paling banter yakni penarikan pulang dubes mereka masing-masing. Namun seiring berjalanya waktu semua akan berjalan dengan normal kembali. begitu kata prof. Salim Said dalam suatu wawancara di salah satu televise swasta nasional. dia diminta untuk memberi tanggapan terkait eksekusi mati terpidana narkoba yang banyak melibatkan warga negara asing.

Bagi penulis, keputusan pemerintah Indonesia untuk tetap melakukan eksekusi mati pada terpidana kasus nerkoba seperti ayng dijelaskan di awal adalah sebuah tindakan berani dan patut diberikan apresiasi. Indonesia seolah tidak menghiraukan tekanan dari beberapa negara tersebut. sikap seperti menujukkan bahwa Indonesia bukan negara lemah, Indonesia bukan negara kompromistis terhadap kejahatan narkoba. Secara tidak langsung tindakan seperti ini akan menaikkan profil Indonesia di mata internasional.

[1] http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/15/04/29/nnj502-rekanrekan-duo-bali-nine-gelar-doa-bersama-di-nusakambangan diakses pada 1/05/2015

[2] http://news.liputan6.com/read/2221676/5-alasan-pemerintah-tak-perlu-gentar-melaksanakan-eksekusi-matidiakses pada 1/05/2015

[3] http://www.kompas.com/fq/?q=salim+said&sort=time&sortime=0&siteid=0&start-date=&end-date=&lipsus=None&sort=time diakses pada 1/05/2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun