[caption id="attachment_110649" align="aligncenter" width="231" caption="ganbar by anak tebidah"][/caption]
Semua orang setidaknya pernah memikirkan tentang kebenaran yang hakiki. Walaupun, pada akhirnya, sebuah idealisme akan terbentur dengan realitas kehidupan yang menuntut adanya pemenuhan kebutuhan pokok. Walaupun kebutuhan pokok telah terpenuhi, apakah seseorang akan kembali memikirkan kebenaran yang hakiki. Belum tentu!
Idealnya semua orang mengharapkan sebuah kebenaran. Namun, pada kenyataannya kebenaran bukanlah hal yang mudah. Seringkali kebenaran menipu. Karena kebenaran hanya ada di dataran kontekstual. Banyak orang mengatakan sesuatu benar, jika ia menyukainya.
Pencarian akan nilai-nilai kebenaran, seperti mencari arah mata angin. Sebutlah utara. Jika seseorang tidak pernah belajar tentang ilmu orientasi medan, niscaya ia akan tidak tahu apa itu utara. Yang lebih mending, ia akan sering salah menyebutkan arah mata angin, atau dengan kata lain ngawur menyebutkannya. Jika ia menyebutkan arah dengan tepat, itu disebut kebetulan.
Jika ilmu medan membutuhkan peta dan kompas. Ilmu kebenaran butuh hati dan insting. Seperti menyebutkan arah mata angin. Kebenaran memerlukan patokan yang jelas. Dan seperti membaca kompas, melihat kebenaran butuh belajar. Setiap orang sudah punya peta dan kompas, tinggal dipergunakan atau tidak. Orang yang tidak pernah belajar mengasah hati untuk belajar menggunakan kompas dan peta kehidupan. Seperti orang bodoh yang berjalan tanpa orientasi yang jelas.
Tetapi, peta dan kompas bukanlah satu-satunya kebenaran bersifat kontekstual dan kompas pun punya arahnya sendiri. Seperti halnya kompas yang tertarik oleh magnet lain. Kadang pemikiran kita juga tergoda oleh pemikiran orang lain, sehingga terjadi penyimpangan dari arah yang sesungguhnya.
Utara sendiri ada beberapa macam. Ada utara peta, utara magnetis, utara bumi dan utara sebenarnya. Masing-masing memiliki sifatnya sendiri-sendiri. Kebenaran selalu tergantung pada sesuatu yang melatarbelakanginya.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, saya mengibaratkan mencari kebenaran seperti mencari arah mata angin, yaitu utara. Peta yang sering dijadikan acuan. Ternyata mempunyai arah utaranya sendiri. Kemanapun kita menghadap, utara, barat, timur, selatan. Utara peta tetaplah utara peta. Sesuai dengan keterangan orientasi yang tertera di legenda. Di sini kebenaran tidak bersifat hakiki, karena ia tidak konsisten pada semua hal. Ia hanya konsisten terhadap dirinya sendiri, yaitu peta. Namun, setidaknya peta dapat memberikan gambaran tentang posisi kita. Mampu memberikan kerangka berfikir tentang dimana posisi kita saat ini.
Utara magnetis adalah utara yang merunut pada gaya tarik magnet. Magnet utara bumi ada dikutub utara. Meski kenyataannya tidak benar-benar di kutub. Dan ketika berada di utara akan terjadi sesuatu apa yang disebut inklinasi.
Apakah kebenaran seperti utara yang ditunjukkan oleh kompas. Akan menunjuk ke sumber yang terkuat, yang mempunyai pengaruh terhadap gayanya. Bukankah, jika ada magnet yang lebih dekat dan kuat ia akan condong kearahnya. Tidak jadi kearah utara. Yaiutu kearah yang sebenarnya. Pemikiran kita pun kadang seperti itu bukan!
Apakah yang dimaksud kebenaran adalah seperti utara bui yang ditunjukkan oleh jarum kompas? Mari kita lihat. Utara bumi. Hmm.. ternyata posisi bumi pun agak miring dan pepat porosnya akibat evolusi. Bumi sendiri tidak benar-benar menghadap utara, jadi walaupun kita merasa melakukan sesuatu yang paling benar karena sesuatu prosedur penggunaan kompas yang mengarah ke utara bumi, selalu ada saja penyimpangan, entah itu besar atau kecil. Akhirnya kebenaran yang hakiki masih belum kita capai.
Lalu bagaimana kebenaran itu? Mungkinkah pencarian akan kebenaran bisa di ibaratkan dengan pencarian akan utara yang sesungguhnya, yaitu True north, untuk mencari True north seseorang, pertama-tama ia harus paham akan posisi, dimana saat itu dia berada. Ia harus mempunyai gambaran tentang posisi tempat tersebut. Jika tidak, maka ia tidak akan mampu melakukan orientasi selanjutnya.
Setelah sadar akan posisinya, ia harus tahu berapa meridian kemiringan bumi. Setiap tempat besarnya berbeda-beda, karena bumi tak sepenuhnya bulat. Hal ini kembali membuktikan bahwa kebenaran adalah kontekstual, tetapi sesuatu yang kontekstual pun harus mempunyai patokan.
Mencari True North adalah pekerjaan yang tiada akhir. Sanggupkah anda melaksanakannya? Ataukah realita akan kembali membenturkan anda untuk lebih mengutamakan pemenuhan kebutuhan yang lebih real?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H