Kami Membakar Hutan Untuk Hidup kami! Siapa yang marah? karena kami membakar hutan dan tanah kami sendiri, untuk mengisi perut sendiri.Presiden, Gubernur, Bupati bahkan sampai ke bawah-bawahnya tidak akan berani melarang karena kami tidak pernah meminta nasi kepada mereka. daripada kami mencuri untuk sesuap nasi, daripada kami Korupsi untuk mengisi perut sendiri. mending bakar hutan sendiri...[ Bercanda pak SBY} hehehe....
Membakar hutan untuk ladang tentunya jangan dilakukan secara membabi buta, Cukup ditanah milik kita sendiri. jangan sampai ke tanah orang lain ataupun sampai menyerang ke hutan yang dilindungi. oh ..iya, jangan lupa setelah dijadikan ladang jangan lupa ditanam dengan tanaman penggantinya kembali supaya tidak di cap sebagai pengrusak hutan. Â ini ada sedikit dokumentasi ketika "NUGAL" atau menanam padi di daerah saya.
[caption id="attachment_133162" align="aligncenter" width="614" caption="Istirahat Minum kopi dan memakan Kue sejenak"][/caption]
[caption id="attachment_133164" align="aligncenter" width="614" caption="Proses menanam selesai"][/caption] [caption id="attachment_133165" align="aligncenter" width="410" caption="Hayo ...Siapa Yang berani marah? hahaha..."][/caption] [caption id="attachment_133167" align="aligncenter" width="614" caption="Pulang dan Makan Siang Dirumah orang yang mengajak "][/caption]
Berladang dengan membakar hutan bukan tidak memiliki alasan. berladang membakar hutan karena hutan yang itu (yang hendak dibakar) sudah tidak produktif lagi atau memang belum ada tanaman yang produktif. sebagai contoh yang tidak produktif lagi adalah Karet yang sudah berpuluh-puluh tahun, sehingga ketika di toreh sedikit sekali mengeluarkan airnya untuk disadap. kemudian contoh  belum ada tanaman yang produktif adalah di dalam hutan tersebut hanya ditumbuhi tanaman-tanaman yang dianggap masyarakat tidak memberikan hasil sehingga harus adanya tanaman yang dapat menjadi penopang hidup atau menghasilkan.
Berladang bagi masyarakat kami merupakan sebagai sambilan dalam kehidupan selama satu tahun agar menghemat pengeluaran. dengan berladang maka masyarakat didaerah kami tidak lagi harus membeli beras untuk kehidupan selama satu tahun. kenapa saya katakan sebagai sambilan, Karena pekerjaan utama kami adalah menoreh / Petani karet.
ketika musim berladang tiba, masyarakat di tempat saya beramai-ramai pergi ke tempat orang yang mengajak  "NUGAL", tanpa upah uang, hanya di beri makan dan minum. budaya gotong royong inilah yang terus ada dan selalu dipertahankan sejak berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus tahun yang silam. begitu juga ketika ada yang lain  "NUGAL", maka yang sudah lebih dahulu Nugal akan berganti membantu yang akan Nugal. begitulah seterusnya.
itulah tulisan yang dapat saya tulis hari ini, kurang lebih dalam penulisan saya  mohon maaf. jika ada yang salah maka akan saya perbaiki secepatnya.
Salam
PUTRA TEBIDAH
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H