Mohon tunggu...
Bang Bams
Bang Bams Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Tidak semua Tulisan itu Benar & Tidak semua Kebenaran itu harus Dituliskan, tapi Kejujuran lebih baik daripada Keguguran. (Ngaco)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Orang Miskin dan Kemiskinan di Indonesia [Antara Harapan dan Kenyataan]

10 Oktober 2011   18:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:06 823
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sudah lebih dari 60 tahun Indonesia mengenyam kemerdekaan, sudah berganti-ganti pemegang tampuk kekuasaan. Setiap pemegang kekuasaan tertinggi di negeri ini punya warna dan ciri khas tersendiri dalam memimpin dan mengendalikanroda pemerintahannya. Namun, dari rezim soekarno hingga SBY, ada satu kesamaan yang tak kunjung hilang-hilang dari indonesia ini. Dia adalah orang miskin dan kemiskinan. Ada banyak bentuk kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk memotong laju pertumbuhan orang miskin yang tiap tahun selalu saja mengalami peningkatan, tak kunjung berhenti. Mungkinkah kebijakan yang dilakukan pemerintah tidak sanggup membendung atau tidak ada niatan penuh dari pemerintah untuk meredamnya. Hanya sekedar janji-janji untuk memperindah kebijakan pemerintah dimata masyarakat. [caption id="attachment_136159" align="aligncenter" width="417" caption="Orang miskin dan kemiskinan"][/caption]

Sangat ironis, negara yang gemah ripah loh jinawi , melimpah berbagai sumber daya alam, rakyatnya hidup di bawah garis kemiskinan. Padahal saat ini pertumbuhan konsumsi kendaraan pribadi baik mobil ataupun motor terus meningkat, masih ditambah lagi dengan pertumbuhan rumah mewah yang harganya berkisar antara ratusan hingga milyaran rupiah. Pertumbuhan rumah mewah ini sudah merambah kawasan-kawasan yang seharusnya bukan untuk lokasi bangunan tapi area serapan air yang memiliki fungsi sendiri. Lalu bergulir pertanyaan , kenapa jumlah rakyat miskin juga meningkat dan semakin menjamur? Berarti di negara ini hukum disparsitas sosial tengah bekerja dengan cepat, mesin-mesin penggeraknya terus berputar hingga menghasilkan banyak produk kemiskinan.

Negara yang memiliki kewajiban menyejahterakan rakyatnya hanya mampu memberikan angin surga harapan dan ditambah dengan tidak adanya keadilan bagi rakyat. Rakyat dibiarkan terlantar dengan kemiskinan yang melekat dikehidupannya. Indonesia menjadi surga indah bagi kaum kapitalisme global yang notabene memiliki modal-modal besar secara ekonomi dan sangat berpengaruh pada sandiwara perpolitikan. Atur sana, atur sini dan pemerintahan hanya menjadi boneka yang digerakkkan untuk laba sebesar-besarnya. Tapi, bagi rakyat kecil yang termarjinalkan, indonesia ibarat neraka yang mempunyai rantai penderitaan yang tak berujung, hanya kematianlah yang dapat melepaskan mereka dari rantai yang membelenggu itu, bukan pemerintah.

Tidak kunjung berhenti benih-benih kemiskinan yang lahir dari rahim ibu pertiwi yang kelak akan seperti masyarakat pendahulunya, masyarakat melarat secara ekonomi dan masyarakat marjinalisasi social. Ironis dan kronis kemiskinan di indonesia, sudah sampai pada stadium akhir kemiskinan yang bersemayam pada rakyat. Ekonomi politik indonesia tidak menciptakan masyarakat sejahtera namun semakin membenamkannya dalam jurang kemiskinan yang dalam, terjal dan gelap tanpa setitik cahaya harapan.

Bila masyarakat malas bekerja maka bisa disebut kemiskinan yang membudaya tapi bila pemerintah membiarkan ekonomi politiknya terus mencetak kesenjangan struktural yang membuat kaum miskin semakin miskin, maka sah-sah saja jika disebut kemiskinan struktural. Ini karena yang dibolehkan memiliki mesin ekonomi dan kekuasaan hanya kaum ekonomi makro (kapitalisme) yang notabene memiliki uang melimpah ruah. Dan akhirnya menciptakan ketimpangan secara ekonomi dan kelas-kelas dalam kehidupan bermasyarakat.

Maka jangan heran kalau grafik orang miskin dan kemiskinan terus menanjak naik. Kaum miskin akan semakin menderita, tubuh-tubuh rapuhnya tak mampu membendung laju mesin kekuasaan negara, mereka mati tertindas bersama impian-impiannya untuk mengarungi hidup dengan lebih layak. Bukan menjadi kaya seperti impian mereka kaum kapitalis yang rakus. penguasa tidak sungguh-sungguh mengentaskan rakyat dari comberan kemiskinan. Pemerintah hanya memberantas orang miskin bukan kemiskinannya. Penguasa hanya larut dalam kekuasaannnya untuk mengisi kantong pribadi dan keluarganya. Orang miskin dibuang jauh-jauh dan kemiskinan terus dipupuk. Pemerintah malu jika banyak orang miskin di indonesia namun tidak kunjung mencegah faktor-faktor pencetak kemiskinan. Iklim ekonomi dan politik indonesia sangat kondusif untuk menimbun pundi-pundi uang para pemilik modal dan politisi wakil rakyat.Mereka berprinsip “Cuek is The Best” dengan kemiskinan yang menimpa rakyatnya. Hanya uang yang terus dipikirkan dan tentu juga nasib partai dimana mereka berpayung. Karena mereka adalah perwakilan partai bukan perwakilan rakyat yang lantang menyuarakan suara-suara rakyat. Saat kampanye partai baru mereka ingat bahwa timbunan orang miskin sudah menggunung, mereka menggumbar janji-janji indah tapi syarat dan ketentuan tetap berlaku.

Bagi politisi dan partainya rakyat ibarat borok menjijikkan yang patut dihilangkan dan tak menguntungkan. Kemiskinan adalah komoditi dan menjanjikan saat kancah peperangan kekuasaan bergulir. Semua parpol sangat berhasrat untuk memakai slogan partai pengentas kemiskinan saat berpidato didepan massa pendukung dan semua itu dilakukan agar calon yang mereka usung sampai hingga pucuk pimpinan tertinggi di negara ini. Namun itu hanya janji-janji mulut yang diwujudkan bila ingat.

Lalu siapa lagi yang perduli dengan orang miskin dan kemiskinannya? Mungkinkah hanya orang miskin yang perduli dengan orang miskin, karena mereka senasib sepenindasan?

Kapan semua akan berakhir?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun