[caption id="attachment_110654" align="aligncenter" width="446" caption="gambar by anaktebidah"][/caption]
Globalisasi dan liberalisasi merupakan satu kesatuan yang utuh dan tak terpisahkan. Libealisasi dan desentralisasi merupakan alat-alat untuk menjalankan globalisasi, dan globalisasi sudah menyentuh sektor pendidikan di negeri ini melalui pasar bebasnya. Globalisasi tentunya harus dihadapi dengan bijak oleh negara-negara berkembang. Dan indonesia termasuk di dalamnya. Efek atau akibat dari globalisasi pendidikan dalam jangka panjang belum dapat kita identifikasi, oleh karena itu perlu adanya kebijakan-kebijakan yang antisipatif . kebijakan yang ditelurkan harus dirancang dengan cermat dan meperhitungkan seluruh aspek, jangan sampai menghancurkan atau malah meluluhlantakkan sektor pendidikan itu sendiri.
Eko Prasetyo menyatakan, “Globalisasi dan kapitalisme tidak bisa dihindari, tetapi yang harus dihindari komersialisasi kok membebani, memang biaya pendidikan mahal, tetapi siapa yang menanggung itulah persoalannya. Maka dari itu negara harus intervensi, pembukaan akses dan memberikan subsidi besar-besar, bukan malah menghentikan subsidi. Dan pendidikan dijalankan secara liar seperti sekarang ini. Jika memang kapitalisme atas pendidikan itu terjadi, maka tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pendidikan hanya untuk orang-orang yang berpunya/atau pemilik modal. Berbekal grontol dan tiwul pun belum juga cukup untuk menebus biaya pendidikan bagi rakyatkecil. Rakyat kecil hanya bisa melongo karena pendidikan tidak lagi untuk semua. Pendidikan sudah menjadi komoditi yang laku di jual guna mengeruk keuntungan. Rakyat kecil kembali menjadi budak, penghilangan hak asasi, pelanggaran terhadap ideologi kebangsaan negeri ini.
Secara konstitusi, liberalisasi tidak legal. Haram hukumnya. Pada kenyataannya konstitusi di negara kita tidak karuan, dan liberalisasi sekarang diatur. Sebelumnya diserahkan kepada mekanisme pasar, siapa kuat maka dia yang bertahan (seleksi alam-Red) dan tidak bertanggungjawab. Kapitalisme dan globalisasi pendidikan terutama terjadi di pulau jawa, muncunya sekloah-sekolah unggulan merupakan bentuk kapitalisasi pendidikan.
Dengan biaya yang melambung, untuk apa uang itu? Padahal ada bantuan dari pemerintah. Selama ini pendidikan dengan biaya melambung dianggap hal yang lumrah, kebutuhan naik, dan biaya pendidikan pun ikut-ikutan naik. Namun, naiknya biaya pendidikan tidak sertamerta menaikkan derajat kaum miskin, dan tentunya pemerataan pendidikan hanyalah sebuah ingkar dari janji-janji manis.
Ya…, kapitalisme pendidikan dengan alat-alatnya baik deswentralisasi ataupun liberalisasi pendidikan akan memenjarakan kita dalam kebodohan. Rakyat kecil tak lagi dapat mengenyam pendidikan, privatisasi dan komodifikasi sudah tentu akan berlaku. Dan kaum kayalah yang bisa melahap pendidikan dengan rakusnya, tanpa meninggalkan sisa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H