Mohon tunggu...
Indri Yuliani
Indri Yuliani Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Broadcaster, senang menulis dan jalan-jalan. Ada yang mau memberi saya tiket liburan gratis? ;)

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Twitter Bikin Keblinger?

1 September 2012   20:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:02 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Saya membuat akun Twitter di pertengahan tahun 2009. Alasannya adalah karena ingin mendukung gerakan Indonesia Unite saat itu, yang mengobarkan semangat persatuan dan sangat nasionalis. Waktu itu Twitter belum begitu ramai digunakan dan dibicarakan orang. Sekarang, Indonesia adalah salah satu negara penyumbang ‘kicauan’ terbanyak di Twitter. Setiap hari, kita disuguhi beraneka macam tulisan orang dengan topik pembicaraan yang berbeda-beda pula. Twitter memiliki ‘ruang’ yang terbatas, hanya 140 karakter atau huruf untuk satu buah ‘kicauan’ atau tweet-nya. Kenyataan ini tanpa sadar telah mengubah cara kita menulis; menjadi lebih ringkas dan ekspresif, namun banyak melakukan kesalahan penulisan.

Demi menghemat ‘tempat’ untuk satu buah tweet, biasanya kita menyingkat kata. Untuk menarik perhatian orang yang membaca, biasanya kita menyertakan simbol-simbol  ekspresi wajah, seperti sedih, tertawa, lelah, acuh, atau menangis.  Untuk memberikan kata atau kalimat penjelasan, kita pun lebih sering menggunakan dua tanda bintang sebagai pemisahnya dengan kalimat utama. Belum lagi penulisan kata yang disesuaikan dengan lafal penulis saat berbicara, seperti ‘ya’ menjadi ‘yach' atau 'yak’, ‘kalau’ menjadi ‘kalo’, ‘mau’ menjadi ‘mo’, ‘sampai’ menjadi ‘sampe’, dan masih banyak lagi. Masih kurang? Penulisan huruf dan tanda baca dalam jumlah yang banyak untuk menekankan suatu hal, penggunaan bahasa prokem, serta pola SPOK (Subyek – Predikat – Obyek – Keterangan) yang tidak diperhatikan lagi bahkan kadang sengaja tidak dilengkapi, juga menjadi tren penulisan di Twitter saat ini.

Sejak awal menulis ini pun, saya harus menahan diri agar tidak tergoda menggunakan penjelasan-penjelasan dalam dua tanda bintang atau ekspresi-ekspresi wajah dalam bentuk simbol, seperti tersenyum dan menjulurkan lidah. Terlihat konyol, tapi hal itu sering saya lakukan untuk membuat kalimat saya menjadi lebih ‘hidup’ dan terasa santai. Kali ini saya harus memutar otak, bagaimana membuat tulisan ini tetap menarik dibaca sampai akhir nanti tanpa semua itu.

Kesalahan-kesalahan penulisan yang terjadi akhirnya menjadi kebiasaan dan kesepakatan bersama tidak resmi yang menganut faham ‘TST’, Tahu Sama Tahu. Memang, memahami apa yang dimaksud adalah poin penting dalam komunikasi, lisan maupun tulisan. Tapi, tidakkah hal tersebut mengancam keindahan tatanan dan keberadaan bahasa Indonesia tercinta kita?

Kemajuan zaman memberikan dua efek, negatif dan positif. Positifnya, perkembangan media sosial membuat setiap orang berani menulis dan teknologi memudahkan setiap orang berkomunikasi secara menarik. Negatifnya, kaidah penulisan yang baik dan benar dalam bahasa Indonesia mengalami penurunan di media sosial.

Untungnya, saya selektif memilih akun-akun Twittter yang saya ikuti. Makanya saya masih menjumpai sajak-sajak indah berbahasa Indonesia yang ditulis dengan benar di lini masa saya. Saya juga masih memperoleh informasi-informasi penting yang ditulis dengan bahasa yang baik oleh beberapa tokoh di Tweeter. Selain informasi, membaca apa yang ada di lini masa kadang membuat perbendaharaan kata bahasa Indonesia saya bertambah. Bermedia memang membutuhkan kedewasaan. Kita sendiri yang harus mengontrol sejauh mana suatu hal akan berpengaruh terhadap diri kita, termasuk soal tatanan bahasa.

Saya tidak mau munafik dengan mengaku-aku selalu menulis dengan bahasa dan ejaan yang benar di media sosial. Saya adalah salah satu orang yang ‘terjebak’ dalam kepraktisan menulis yang salah tersebut. Makanya, saya menjadikan tulisan ini sebagai teguran untuk diri sendiri. Kalau Indonesia Unite bisa menarik perhatian saya hingga membuat akun Twitter sebagai bentuk dukungan atas aksi-aksinya, maka tulisan ini juga wujud dukungan saya atas penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, serta momentum untuk lebih mendisiplinkan diri berbahasa Indonesia dengan baik dan benar saat bermedia. Anda mau ikut?

Saya tidak mengakhiri tulisan di atas dengan simbol senyuman, padahal sebenarnya ingin, karena saya yakin anda sudah membayangkan saya melakukannya sebagai salam damai kalau ada yang tidak sefaham dengan tulisan tersebut. Yuk, kita bermain Twitter lagi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun