Mohon tunggu...
bella setiawati
bella setiawati Mohon Tunggu... -

a virgo

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Resensi : Ibuku (Tidak Gila), Ketika Drama Bertemu Psikologi

4 Februari 2015   04:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:52 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengarang                : Anggie D. Widowati

Penerbit                    : Grasindo


Cetakan                     : 2014

Tebal                          : 310 halaman

Ulasan Buku / Sinopsis

Ibuku ( tidak ) gila adalah novel karya Anggie D. Widowati yang berprofesi sebagai penulis yang telah menerbitkan karya seperti Langit Merah Jakarta dan Laras yang menjadi novel wajib bagi mahasiswa universitas di Malaysia dalam kategori sastra asia tenggara. Novel terbitan Grasindo tahun 2014 ini merupakan karya pertamanya yang bertemakan psikologi, dimana novel ini menampilkan kisah psikologis sebanyak 310 halaman yang diangkat dari kisah nyata dibandingkan dengan karya sebelumnya yang kebanyakan membahas sisi politik dan masalah sosial.

Seorang ibu memiliki ikatan batin yang abstrak dengan putra putrinya, walaupun ada pisau yang menyakitkan mengiris ikatan tersebut, tetapi ikatan itu tidak akan pernah putus, selamanya. Hal inilah yang coba disampaikan oleh Anggie melalui novelnya kali ini.

Kisah dimulai ketika Dewa, mengetahui bahwa ibu biologisnya selama ini dirawat di rumah sakit jiwa. Hal ini membuat Dewa bertanya – tanya apa yang membuat sang ayah merahasiakan hal ini darinya selama bertahun – tahun dan alasan ibunya dirawat dirumah sakit jiwa. Kenapa ayah nya tega menaruh ibu dirumah sakit jiwa sendirian, kenapa ayah menikah lagi dan bertindak seolah – olah selama ini tidak ada apa – apa pada dirinya ? apakah ayah tidak mencintai ibu lagi ? apa ayah dan ibu tiriku berselingkuh hingga menjadi  penyebab ibu gila ? semua pertanyaan itu berkecamuk dalam pikiran Dewa dan meyebabkan dirinya tidak bisa fokus kepada kuliahnya. Nilai ujiannya hancur dan hubungan yang telah ia bina bersama pacarnya pun terpaksa harus putus ditengah jalan, keretakan hubungan keluarga antara Dewa, ayah dan mama tirinya pun tidak terhindari. Anehnya, ibunya tidak mengenali dirinya dan selalu histeris juga bertindak kasar tiap kali melihat dirinya.

Dewa pun meminta bantuan seorang mahasiswi psikologi bernama Ara untuk membantu dirinya menyusuri dan mengungkap perjalanan hidup ibunya dahulu, juga membantu dirinya memecahkan mimpi – mimpi yang sering dirinya alami, mulai dari gadis kecil yang selalu memanggil namanya didalam mimpi hingga sepatu merah dan bunga kertas ungu. Dewa yakin mimpinya ini merupakan kunci baginya untuk tahu apa yang terjadi dan rahasia apa yang sebenarnya disembunyikan ayahnya. Setelah menguak dan menelusuri masa lalu ibunya, Dewa menemukan kenyataan bahwa semua hal ini justru bermuara dari dirinya. Dewa akhirnya mendapatkan bukti bahwa sebenarnya ia memiliki adik kandung perempuan, gadis yang selalu muncul dalam mimpinya. Sekaligus mendapat kenyataan pahit bahwa sebenarnya dirinya lah yang menyebabkan kematian adiknya yang berujung kepada kegilaan sang ibu yang memiliki masa kecil kelam bersama kedua orangtuanya.

Tema yang diangkat dalam novel ini adalah mengenai gangguan psikologis yang dibumbui kisah hubungan keluarga dan juga kisah cinta. Tokoh utama dalam novel ini adalah Dewa, sedangkan tokoh kedua adalah Ara mahasiswa psikologi dan ketiga adalah ibu Dewa yang mengalami gangguan mental. Penokohannya pun menarik, dimulai dari Dewa seorang mahasiswa jurusan ekonomi yang memiliki rasa curiga yang tinggi terutama mengenai penyebab kejiwaan sang ibu dan selalu memiliki keyakinan bahwa ibunya waras, serta keras kepala. Sedangkan Ara adalah mahasiswi psikologi yang berparas cantik, memakai kacamata dan juga cerdas. Sang ibu memiliki penokohan sebagai seorang wanita paruh baya yang memiliki gangguan kejiwaan dan selalu berpenampilan berantakan. Ayah adalah seorang pejabat negeri yang berwibawa, tegas namun juga lembut dan penyayang. Novel ini mengambil latar belakang di rumah sakit jiwa, kediaman Dewa di Solo dan kampung halaman sang ibu di Jogja dimana ia menguak semua rahasia kelam masa kecil ibunya. Waktu dalam cerita ini adalah pagi, siang dan malam dengan suasana cerita yang cenderung sedih, marah dan kecewa.

Cerita memiliki alur maju mundur, ditandai dengan adanya flashback masa lalu dan kejadian yang sedang terjadi sekarang. Amanat serta nilai moral yang terkandung didalamnya yaitu kita harus menyayangi lah ibu kita apapun keadaannya, karena bagaimanapun kita adalah anak nya yang telah dikandung susah payah selama 9 bulan dan dilahirkannya dengan taruhan nyawa.Juga jangan mudah menyerah dan selalu bersyukur.

Novel ini memiliki kelebihan yaitu cerita yang disuguhkan menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan dimengerti, penjelasan masalah psikologis pun diberikan lengkap sehingga pembaca mudah memahami mengingat genre yang diangkat cukup berat. Cerita yang dituturkan pun dapat membawa pembaca merasa terlibat langsung dalam emosi – emosi yang disampaikan oleh tiap tokohnya. Sedangkan kekurangan novel ini adalah akhir ceritanya yang menggantung dan belum ada kejelasan keadaan selanjutnya mengenai sang ibu, dan malah fokus dengan kisah cinta antara Dewa dan Ara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun