Mohon tunggu...
uki bayu sedjati uki
uki bayu sedjati uki Mohon Tunggu... -

bergiat sastra dan teater sejak muda di Bulungan, sempat lulus dan jadi dosen FISIP-UI maupun jadi wartawan, sambil terus menekuni audio-visual sampai sekarang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Libur Natal Beda dengan Libur Lebaran

27 Desember 2015   20:34 Diperbarui: 27 Desember 2015   21:29 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

23-24 Desember 2015 menyisakan keluh-kesah bagi pengendara kendaraan pribadi maupun kendaraan umum, tak hanya di jalan raya biasa tapi juga di jalan tol.
Waktu tempuh dari Jakarta ke Bandung melalui tol yang biasanya cukup 2 s/d 3 jam harus dijalani selama 8 s/d 9 jam. Dari Jakarta ke Salatiga sekitar 23jam, Jakarta-Tanjung-Karang sekitar 14 jam. Tol dalam kota DKI dari Bandara Soeta ke Ps.Minggu saja habiskan waktu 7 jam.

Obrolan berkembang di ruang publik di semua peralatan teknologi komunikasi, termasuk stasiun televisi. Bahkan polemik.
”Huh, lebih parah dari Lebaran!”Ujar pemilik mobil menggerutu.
“Mau liburan senang-senang, malah jadi pusing..,” cetus seorang Ibu.
“Ini gara-gara 2 hari libur berdekatan. Maulid dan Natal,”telaah seorang pakar.
“Kok hari libur yang disalahin.
“Iya, itu orang-orang gak bisa kendalikan nafsu buat jalan-jalan..!”
“Kenapa sih, orang Indonesia senang banget libur?”
“Heh, jangan sembarang omong. Jalanan macet itu cuma di pulau Jawa..”
“Dirjen Perhubungan Darat jadi mundur..”
“Bagus. Itu bukti tangggung jawab. Patut ditiru..”
“Mmm, bukan. Maaf, saya pikir dia gak harus mundur. Kan masalah terbesar cuma di pulau Jawa, terutama sekitar Jakarta, Jabar dan Jateng. Dirjen itu ruang lingkup tugas dan wewenangnya seluruh Nusantara..”
“Eh, kalo Dirjen HubDar mundur, mestinya pengelola tol, pejabat lalulintas, maupun LSM pengawas kebijakan angkutan, lembaga konsumen juga mundur. Kan mereka mestinya saling mengingatkan. Iya toh ?!”

Pergaulan dalam masyarakat sekarang sudah menjadi percaturan antar orang, antar kelompok/ partai/geng. Masing-masing memiliki strategi dan siasat untuk mempencundangi, secara langsung maupun tak langsung.

Kota-kota besar memang rentan terhadap pengaruh konsumerisme di segala aspek. Nafsu konsumsi lebih besar dibanding kota-kota menengah maupun kota-kota kecil.
Pengusaha besar apalagi konglomerat dengan modal gede - termasuk investasi dari luar negeri – melakukan berbagai cara untuk menciptakan gaya hidup. Dari rancangan produksi, kemasan, pemasangan iklan, sampai dengan cara menjual produk melalui berbagai cara fasilitasi kredit, tak peduli pada kecenderungan besar memanipulasi segalanya. Silakan simak data penjualan kendaraan roda dua dan roda empat. Terjadi jor-jor-an, unjuk diri, pamer kekayaan dan kekuasaan. Dengan kata lain pemilik modal memerintahkan dirut2nya, direktur2 sampai staf marketing untuk memikat, mencengkeram, menyedot peredaran uang yang dimiliki warga masyarakat. Mirip lintah menyedot darah mangsanya.
Termasuk di dalamnya mensiasati kebijakan pemerintah, mempengaruhi pejabat publik (baca: pegawai negeri maupun anggota DPR) supaya mensiasati peraturan – tentu dengan imbalan tertentu.”Tak ada makan siang gratis.” “Time is money.” Uang menjadi tuhan baru bagi insan yang tak punya malu.

“Eh, sorry nih. Yang macet berkilo-kilo meter kan jalan tol, tho. Berarti kendaraan roda empat, roda enam, roda duapuluh..”
“Ya, betul. Libur Natal berbeda dengan libur Lebaran. Kan kalo lebaran roda dua ikut andil bikin padat macet..”
“Artinya.., artinya, sebentar,” orangtua paruh baya ini berpikir,”Artinya, yang berkeluh kesah itu pemilik mobil..”
“Yap. Bukan pengendara motor..”
“Kok, itu ada pejabat publik yang bilang perlu ada “class action” terhadap pemerintah. Minta ganti rugi..”
“Menuntut? Enak aja. Asal bunyi, tuh, asbun. Jangan-jangan dia pengguna mobil yang ikut terjebak macet..”
“Ha ha ha, kena batunya ..”
“He he he he..”

Memang mentertawakan orang lain terasa nyaman, mirip katup pelepas kesumpegan. Seperti main catur di warung kopi, obral komentar, saling mengkritisi dan menyalahkan pihak lain terus terjadi. Telaah, kajian, talkshow di layar kaca, dan semacamnya, sayangnya tak menyeluruh, komprehensif – holistic
“Tadi sampeyan sebut libur Natal beda dengan libur Lebaran, tho. Ya, jelas mestinya beda..”
“Maksud kau?”
“Apa maksud?”
“Ingat. Setiap libur Lebaran maka banyak sedulur nasrani menggantikan tugas atawa dinas dari sedulur muslim, iya tho. Naa, mestinya ketika libur Natal tentunya sedulur muslim bersedia menggantikan sedulur nasrani yang libur, yang cuti..”
“Begitu yaa..”
“Maaf, saya belum jelas..?”
“Apa kau mau bilang bahwa di libur Natal tak cuma saudara nasrani yang libur, tapi juga saudara kita yang muslim?”
“Oo, yaa?”
“Wah, udah ah, Obrolan kita bisa dituduh SARA. Nanti…”
“Nei, nei. Bukan. Kitorang sedang telaah masalah manusia..”
“Ya, sampeyan betul. Kalo hanya sedulur nasrani yang libur, jalan tol gak bakal padat, macet, seperti ketika lebaran H-3 s/d H-1.
“Yes. That’s the point..”
“Wah ini pejabat-pejabat publik di kementerian-kementerian yang mengatur-mengawasi perilaku pegawai negeri harus lebih waspada. Apalagi ada yang menyebut libur akhir tahun, ikut-ikutan di negara empat musim. Jangan-jangan banyak yang bolos, manipulasi hari libur, mencurangi disiplin..?!”

Setiap pejabat tinggi di semua kementerian wajib terus menggalakkan revolusi mental pegawai negeri, dari pangkat terendah sampai staf menteri. Jangan hanya jadi slogan di baliho, spanduk, dinding ruang-ruang kerja, maupun bahan pidato. Jika pegawai negeri mentalnya beres, baik dan benar, maka terwujud pada pelayanan terhadap warga masyarakat, termasuk pengusaha. Ini bakal mengurangi sifat-sikap nepotisme-kolusi-korupsi. Sudah saatnya sebutan KKN di balik menjadi NKK. Sanksi keras dan hukum wajib ditegakkan. Mulai dari diri sendiri, saat ini!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun