Mohon tunggu...
Solihul Hadi
Solihul Hadi Mohon Tunggu... profesional -

Ada Cerita, nada dan tangisan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Terperangkap pada Penyesalan

5 Maret 2012   13:02 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:28 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Ada kata-kata, perasaan dan segudang angan-angan yang hendak kau perbincangkan. Ada kata-kata disana, disebuah impian yang semestinya kau pahami terlebih dahulu. Merasakannya sebagai sesuatu yang kau pahami dan sadari. Aku sendri hanya ingin kau tahu dan pahami, sebagaimana waktu-waktu kita berakhir pada ketiadaan yang semakin rindu dan sangat semakin rindu.

Jari-jari ini tidak pernah bosan untuk berteriak dalam tulisan-tulisan hening tanpa suara, semuanya adalah harapan agar kau dapat mendengarkannya. Agar kau tahu apa yang aku harapkan, agar kau paham apa yang sebenarnya ada dalam benak dan hati ini. Seandainya kau mendengar, maka ada harapan yang indah kelak saat kita sudah berbagi kemunafikan pada jaman yang entah berbeda. Aku hanya ingin kau tegar, terpuruk dalam alunan kerinduan palsu yang kau nyanyikan dalam bait kesedihan setiap hari. Walau Kau curahkan pada dinding ratapan dan semestinya orang-orang tidak tahu. Maka aku mendengarnya.

Aku mendengar kau merindukan kekasihmu, rasanya hanya seperti sayatan dari belati beracun. Aku mendengarmu sangat kehausan dari hasrat yang ingin kau balas dengan birahi. Sedangkan aku mendengarmu dari kebagahiaan dan pepatah yang mesra bersama dan tanpa hadir bayanga-bayangan gelap yang lapar.

Kemudian bait-bait berserupa dengan mahluk bersayap namun malu-malu, mencoba terbang mencapai jarak dan angin kemarau. Kedinginan senja yang menggetarkan sendi dalam kesendirian diri itu hanya bertiup searah bait-bait itu untuk samapi padamu. Aku berdoa, agar tuhan menyampaikannya. Aku selalu berdoa dalam lumpur hati yang kotor, mendoakanmu untuk sampai pada pepatah-pepatah tua renta dan tak berarti.

Hingga malam gelap gulita tiba pada kelelahan mahluk di bawahnya, kau tetap tak mengerti. Kau tak mampu mendengar bait-baitku, kau buta dan kau adalah mahluk paling tuli yang pernah aku lihat. Kau campakan aku dalam bait setanmu, menghinanya dalam langkah kaki tegak yang sangat biadab. Kau hanya kekasih yang terlupakan dan tidak pernah meratap kelu dari apa saja yang sudah aku sampaikan.

Kemudian sampailah ragaku pada ketiadaan itu, saat aku mengerti bahwa jiwa ini salah hingga datang buta dan tuli. Aku salah menilaimu, aku salah dan kemudian aku salah lagi. Aku hanya ragu dan kemudian yakin bahwa dirimu hanya seorang kekasih yang tiada dalam harapan.

Nyatanya kau masih ada kerinduan yang membara dalam kasih untuk diriku sendiri, kau mendoakan ku sehingga kau datang dalam ingatan dan mimpi-mimpiku, kau meniupkan sumpah serapah yang indah, penuh syukur dan kebaikan yang damai hanya untuku lagi. Kau melantunkan bait-bait itu seraya aku selalu ada di sampingmu, bercanda mesra dan penuh gairah yang liar.

“Aku masih disini sayang, menunggumu hingga tengah malam tiba” Sayangnya aku tidak tahu, aku terperangkap pada penyesalan yang dalam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun