Prabowo selalu berapi-api ketika di podium, selalu mencoba menjadi seperti sang orator, Bung Karno. Tidak sedikit orang yang kepincut gaya Prabowo, terkesan tegas dan berwibawa, apalagi jika Prabowo naik kuda. Tak jarang, anak-anak muda yang tidak memahami sejarah, akan cepat terpana dengan gaya Prabowo yang tampil gagah mengelilingi barisan anak muda dengan kudanya. Sosok Prabowo terkesan sanggup melumat bahkan menghancur-leburkan negara manapun yang menghina Indonesia. Tapi Prabowo masih takut bicara di podium “Ganyang Malaysia! Linggis Inggris! Amerika, pergi ke neraka!” Benar kata bang Haji Rhoma, darah muda, darahnya para remaja. Dan Prabowo benar-benar mewarisi genangan darah anak muda yang dibunuhnya, ketika rakyat Indonesia menggulingkan Soeharto, mertuanya.
Pun sama gagahnya Calon Wakil Prabowo, Macan Asia itu (Hatta Rajasa). Aparat kepolisian pun dibuat keder, tak sanggup berdiri tegak menjalankan supremasi hukum dengan semestinya. Dibuat bertekuk-lutut di depan istana dengan sekarung masalah (baru sekarung, belum seabrek). Manakala ketika diketahui tabloid fitnah yang meresahkan masyarakat selama perjalanan Pilpres ini (Obor Rakyat) adalah pemuda yang juga menjadi salah-seorang staf khusus Presiden. Ditambah lagi dugaan Hatta Rajasa sebagai penyandang dana sekaligus inisiator dari Obor Rakyat.
Pihak Kepolisian tentu pusing bukan main, bagaimana tidak, Hatta Rajasa itu besan Susilo Bambang Yudhoyono, masih menjabat Presiden meski sedang di ujung tanduk. Besan yang didukung penuh dengan segala kekuatannya sebagai Presiden. Jika pihak kepolisian menangkap Hatta Rajasa karena dugaan keterlibatan dengan tabloid Obor Rakyat sebelum 9 Juli, tentu pesta demokrasi tak menarik lagi. Tidak lucu jika Prabowo harus gigit jari, seorang diri (setelah ditinggal istri) menghadapi pertarungan yang bagaimanapun jalan ceritanya, membutuhkan seorang Wakil.
Belum lagi, pimpinan tabloid Obor Rakyat, Setyardi Budiono adalah juga teman karib Fadli Zon (Wakil Ketua Umum partai Gerindra). Pihak kepolisian dibuat geram bukan main, tapi tidak berani menuding, betapa bodohnya sekelas jaringan oknum Istana, selevel oknum Intelejen dan oknum sayap Garuda Muda dan partai Gerindra dan Golkar, padahal juga dibantu oleh segerombolan Partai Kaum Sinting, akan tetapi bermain sangat ceroboh dan amatir. Mungkin para penggagas Obor Rakyat tidak berpikir bahwa rakyat sudah cerdas dan jeli melihat fenomena politik di negeri ini pasca rezim Orba.
Jika Kapolri memiliki rambut 1000 helai, gara-gara laporan kasus Obor Rakyat ini, saban hari rontok, berpikir-keras bagaimana cara mengolah kasus Obor Rakyat menjauh dari lingkaran Istana sejauh-jauhnya. Dalam imajinasi seorang tukang becak di tempat saya, katanya “ya ga mungkin mas polisi berani nangkep besan Presiden, kalau polisi berani, silahkan ambil becak saya!”. Saya hanya mengangguk mengiyakan, meski sedang bertaruh juga tidak mungkin mengambil becaknya, yang justru satu-satunya modal nafkah.
Tapi yang lebih menggelitik lagi, ketika Prabowo berusaha mencitrakan diri menjadi Macan Asia, berusaha keras menjadi Garuda Muda Indonesia di hadapan anak-anak muda, lantaran ia pernah bergelimpangan di barak militer, justru ia diam seribu bahasa alias entah, ketika seorang Jurnalis Amerika, Allan Nairn, menantangnya untuk menjawab secara terbuka sekaligus membongkar hasil wawancaranya dengan Prabowo terkait pelanggaran HAM berat.
Tentu pertanyaan besar bagi kita semua, mengapa seorang bekas prajurit dan bekas Komandan Jenderal Kopassus yang kini sedang berjuang keras membabi-buta dan hendak mencoba agar bisa seperti mertuanya (Soeharto), tak berani menjawab tantangan seorang Jusnalis Amerika itu? Wartawan Amerika itu datang ke Indonesia (Jakarta) seorang diri, guna membeberkan hasil wawancaranya dengan Prabowo ketika tahun 2001,
“JAKARTA, KOMPAS.com — Jurnalis Amerika Serikat Allan Nairn angkat bicara soal alasannya membuka kembali percakapan off the record dengan mantan Panglima Kostrad Letnan Jenderal (Purn) Prabowo Subianto pada tahun 2001 silam. Menurut Allan, apa yang dilakukannya memang melanggar kode etik jurnalistik. Akan tetapi, ia beralasan, hal ini dilakukan untuk kepentingan yang lebih besar, yakni bangsa Indonesia yang telah dibutakan dengan citra yang tengah dibangun Prabowo yang kini maju sebagai calon presiden.
“Kalau ada sejarah jejak rekam jenderal yang paling jahat menyiksa orang sipil, membunuh orang sipil, itulah Prabowo. Prabowo adalah jenderal dengan rekor kejahatan terburuk. Ini serius sekali. Rakyat Indonesia harus memiliki akses terhadap informasi yang saya punya ini,” ujar Allan dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (1/7/2014) malam.”
Bagaimana mungkin seorang Prabowo yang dielu-elukan penggemarnya mendadak menjadi Macan Ompong Asia dan jadi burung Emprit Muda? Kemana Prabowo yang dianggap tegas, gagah-berani dan berpidato berapi-api, naik kuda seorang diri, sekarang tengkurep di kasur seorang diri? Itulah kelemahan menjadi duda, tidak ada suplemen kata-kata keberanian dari seorang istri yang dapat menegaskan bahwa kita adalah Arjuna, laki-laki yang memiliki senjata rahasia.
Keberanian Jusnalis Amerika itu benar-benar luar biasa, menantang orang yang sedang membabi-buta mencalonkan diri ingin menjadi penguasa. Tak heran, Prabowo kalap bukan main terhadap rivalnya, Joko Widodo, meski uangnya lebih banyak, meski segala fitnah sudah dimuntahkan, meski aparatur pemerintahan disogok dengan segala macam cara, meski sudah menghalalkan segala cara, meski sudah menghina almaghfurlah Gus Dur dengan kata-kata yang sangat menyakitkan kita semua, meski kini memanfaatkan ketokohan Gus Dur juga akhirnya, tapi masyarakat Indonesia masih tidak bergeming dan kian bertambah mendukung Jokowi-JK. Sungguh, sangat menyakitkan hati.
Meski semua instansi sekolah dikirimi surat permohonan dukungan, meski PNS-PNS dijanjikan kenaikan gaji lebih tinggi lagi, meski setiap desa dijanjikan 1 Miliar (padahal sesuai dengan pasal 72 UU Desa, harusnya setiap desa rata-rata menerima 1,4 Miliar. Lalu kenapa Prabowo baru calon Presiden saja sudah berani dengan gagah berani korupsi 400 juta?), meski di Jawa Barat seluruh petugas Posyandu dijanjikan 2 juta rupiah perorang oleh Gubernur untuk pemenangan Prabowo-Hatta (pertemuan konsolidasi di Cikarang Jawa Barat), meski seluruh Kepala Desa dimobilisasi, oknum-oknum Babinsa juga dipaksa diterjunkan ke desa-desa, meski varian fitnah diselundupkan ke kampung-kampung, meski para takmir masjid diintruksikan “berdakwah” untuk membantu pemenangan Prabowo-Hatta, akan tetapi sekali lagi, masyarakat masih mencintai Jokowi dan Jusuf Kalla. Alasan mereka sangat sederhana, kandidat No. 2 ini tidak pernah membalas fitnah, sangat sabar, tidak pernah berbuat buruk seperti halnya Prabowo-Hatta, tampil sederhana, tak canggung membaur dengan warga desa, sopan, pemeluk agama Islam yang toleran dan lain sebagainya. Subhanallah walhamdulillah.. nasrum minallah wa fathun qoribun. La tahzan, innallaha ma’ana.
Salam DUA JARI, salam kemenangan yang hakiki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H